i********:: gorjesso
Happy Reading..
.
.
"Sajangnim." Panggil Taemin. Dan untuk yang ke-lima kalinya di hadapan Aiden.
"Sajangnim." Panggil taemin sekali lagi dengan nada suara yang ditinggikan. Dan ia berhasil membangunkan bos-nya yang sepertinya sedang melamun. Ia hanya bisa menghela nafas karena sepertinya bos-nya tidak mendengarkan apa yang sudah dijelaskannya mengenai perkembangan rencana mereka.
"E-oh..mianhe. Sampai dimana kita?" Tanya Aiden spontan sejak ia tersadar dari lamunanya. Jujur, memang sejak tadi, bukan. Tetapi sejak mobil Kris meninggalkan rumah Jessica dan juga membawa Jessica didalamnya. Pekerjaan Aiden hanyalah melamun. Pikirannya hanya tertuju pada satu nama. Jessica.
"Anda tidak apa-apa, sajangnim?" Tanya Taemin.
"Ah...ne. nan gwencanyayo." Jawab Aiden. Namun membuat Pengacara han yang juga ada disana bersama Taemin saling memandang dan tersenyum. Mereka memang sudah tahu masalah kisah lain didalam kisah balas dendam bos mereka ini dengan Kris Wu. Masalah yang terlihat lebih rumit sepertinya, karena bersangkutan dengan hal tak kasap mata yang disebut cinta. Entah sebenarnya ini sebuah kebetulan atau apa. Yang menjadi pertanyaan adalah, kenapa bos mereka ini bisa ditemukan dan tinggal dirumah mantan kekasih musuhnya sendiri? Terdengar sangat konyol bila menggunakan sebuah logika untuk memecahkan pertanyaan macam ini.
Aiden kini mencoba fokus dalam pembicaraannya dengan pengacara Han dan asistennya Lee Taemin. Ketiga pria ini terlihat mulai hanyut dalam pembicaraan yang cukup serius. Tentu saja karena ini menyangkut rencana mereka yang bisa dikatakan telah rampung. Seperti layaknya sudah merampungkan hasil penelitian yang menghasilkan sebuah cairan pembunuh umat manusia.
"Kapan kiranya kita bisa menjalankan rencana ini?" Tanya pengacara Han.
"Sepertinya harus secepat mungkin. Bila mungkin bisa kita lakukan dalam minggu ini. Aku akan setuju." Jawab Aiden. Selaku pemimpin dari rencana tersebut. Lalu pengacara Han serta juga Taemin, mereka mengangguk setuju. Karena mereka bertiga pikir. Mereka harus bergerak secepat mungkin, karena sepertinya Kris dan orang-orangnya belum menyadari, berkas pamungkas mereka sudah raib dan berada ditangan Aiden saat ini. Tentu dengan semua ini, jika memang rencana ini hendak dilaksanakan. Satu hal yang sudah terbayang dibenak Aiden adalah reaksi Kris yang pasti akan sangat, sangat, dan sangat terkejut. Karena tentu saja, Kris dan orang-orangnya tak kan pernah menyadari dan waspada dengan serangan tiba-tiba ini.
....
Kris dan Jessica sudah sampai didepan rumah Jessica. Seperti pada kencan-keencan pria dan wanita pada umumnya. Kris menahan Jessica dulu agar tak segera masuk kedalam rumahnya. Selain ingin berlama-lama dengan gadis ini. Kriss juga mempunya 1 alasan yang paling dibencinya. Yaitu 1 kenyataan bila Jessica, akan kembali 1 rumah dengan musuhnya sendiri. 1 hal yang juga selalu membuatnya tak nyenyak tidur. Karena tentu saja, siapa yang tak akan jatuh cinta, sekalipun bibir berkata tidak, tapi nyatanya Jessica dan Donghae mempunyai banyak kesemptan bertemu, berbicara, dan melakukan hal lain bersama. Kris paham, semua itu tentu saja bisa menumbuhkan buih-buih cinta. Walaupun pelan, namun pasti. Bukankah begitu?
Dan itulah yang Kris hawatirkan.
Kris melirik pada arloji hitam berkelasnya. Ternyata waktu sudah menunjukan pukul 8 malam. Lalu matanya beralih kembali pada Jessica. Gadis itu sedang melihat-lihat kesekitar rumahnya. "Hey...ternyata sudah malam." Ujar Kris, ia mengusap lembut rambut coklat Jessica.
"Ouh? Ne...Kalau begitu cepatlah pulang...daerah ini akan sangat berbahaya bila malam hari." Nasihat Jessica.
"Kau mengusirku, eoh?" Protes Kris.
"Jika aku tak mengusirmu, maka kau tidak akan pulang. Cha! Cepatlah.." Perintah Jessica. Ia mendorong tubuh Kris untuk masuk ke dalam mobilnya lagi. "Pulanglah...dan hati-hati.."
"Ck! Kau benar-benar mengusirku ternyata...Ya sudah, aku akan pulang, tuan puteri.." Goda Kris. Sesaat sebelum benar-benar masuk kedalam mobilnya. Kris sempat mencium singkat kening Jessica dan mengacak puncak kepala gadis itu. Tentu saja Jessica sudah cemberut karena perbuatan Kris. "Hahaha...jika kau cemberut seperti itu, aku ingin sekali mencium bibirmu itu!" Ucap Kris lalu ia langsung menutup pintu mobilnya sebelum Jessica memukulinya dengan tas berwarna coklat yang gadis itu bawa.
"YAK! DASAR m***m! HATI-HATI!" Teriak Jessica. Lalu melambaikan tangannya sampai mobil Kris hilang dipersimpangan jalan.
Lama Jessica masih berdiri ditempat yang sama saat Kris pulang. Pikirannya terasa kacau saat ini. Membayangkan ia seperti sedang berselingkuh atau ah...entalah.. Jessica menyerah memikirkan hal ini. Ia merasa bersalah pada Kris saat ia tadi pagi berciuman dengan Aiden. Lalu sekarang ia merasa bersalah pada Aiden karena baru saja, ani, karena seharian ia sudah pergi berkencan dengan Kris, lalu jangan lupa dengan ciuman dikening tadi.
"Hufff..." Berkali-kali Jessica meniupi poninya. Lalu memandang langit yang sudah menghitam kelam. Walau masih ada titik bersinar bernama bintang yang menjadi penghiasnya.
Jessica masuk kedalam rumahnya. Satu kata yang dapat mendeskripsikan suasana rumahnya saat ini adalah. SEPI. Kemana Aiden? Dan juga anjingnya yang selalu tidur diatas karpet ruang tengah? Mereka pergi?
"Aiden? Dogie?" Teriak Jessica. Dan sudah yang keberapakalinya. Tapi tak ada satu pun yang menyahutinya. Maka dari itu kini langkahnya ia seret menuju pintu kaca yang mengarah kehalaman belakang. Tepatnya dikebunnya.
SRETT
Pintu terbuka. Angin pantai yang berhembus menabruk tubuhnya dengan lembut. Jessica berjalan pelan turun dari teras belakang rumahnya. Dan sekarang ia sudah menapakan kakinya diatas rumput taman kecil yang penuh bungan tulip yang ditanamnya. Samar-samar ia melihat seseorang berbaring diatas kursi taman. Ia tak dapat melihat jelas siapa orang itu. Karena posisinya yang berada dibelakang kursi taman yang menghadap langsung pemandangan apik antara kebun bungannya dan juga pantai yang memiliki warna air laut biru. Sungguh indah bukan?
Jessica berjalan mendekat. Gadis ini menebak, pasti itu Aiden. Karena mana ada yang bisa masuk kedalam rumahnya. Walau melompat pagar rumahnya sekalipun. Pagar rumahnya dialiri listrik. Siapapun yang hendak berbuat jahat padanya tentu saja harus mempertimbangkan satu hal ini. Jessica menggunakan pengamanan ini karena ia adalah seoran wanita yang tinggal sendirian didaerah yang terbilang masih sepi dari penduduk. Dan jauh dari kota. Pengamanan tingkat tinggi!
Jessica menghela nafasnya lega. Selega ia bernafas seperti biasanya. Walaupun ia percaya pada keamanan rumahnya yang terjamin. Tetapi bisa saja kan, masih ada saja penjahat yang mampu menembusnya? Tetapi tenang saja. Karena ternyata seseorang yang dilihatnya tadi memang benar sesuai tebakannya. Seseorang itu adalah Aiden!
"Aigoo...kenapa mereka berdua bisa tertidur disini?" Gumam Jessica. Melihat anjingnya yang tertidur dibawah pohon dan Aiden yang tertidur di kursi taman.
Sudut-susut bibir Jessica tertarik. Kemudia membuat sebuah lengkungan manis. Dia lalu mendudukan dirinya pada tepian kursi taman yang tersisa dari tubuh Aiden yang menguasai kursi itu. Secara reflek lagi. Bibirnya kembali melengkung membuat senyuman melihat Aiden yang tertidur seperti seorang malaikat yang sangat tampan. Ya, Jessica memang mengakui Aiden sangat tampan. Berkulit putih tak terlalu pucat. Bibirnya yang terlihat sangat menawan. Dan matanya. Ia sangat menyukai mata itu. terlihat sendu namun tetap bersinar cerah dan berkharisma. Sangat pas dengan struktur wajah Aiden yang begitu menyilaukan tiap mata wanita yang memandangnya.
Jari telunjuknya kini sudah bergerak pelan diatas dahi Aiden yang tak tertutup poni. Dahinya juga pas. Tak terlalu lebar atau kecil. Ia merutuki tuhan karena menciptakan pria setampan ini. Yang membuat Jessica seketika tersadar. Mungkin ia mulai menyukai pria ini. Perlahan. Jessica semakin tahu tentang perasaannya. Ya, ia mungkin juga mulai mencintai pria ini.
"OH!" Jessica terkejut ketika tiba-tiba saja Aiden menangkap jarinya yang sedang menusuk-nusukkan jarinya dipipi pria itu.
"Aigo! Kau mengejutkanku!" Keluh Jessica dan langsung menarik jari telunjuknya yang ditangkap Aiden tadi.
"Haha...mianhe..." Ucap Aiden. Lalu mendudukan dirinya dikursi itu. "Kau baru pulang?" Tanyanya kemudian.
Jessica mengangguk sekilas. "Ya...sekitar 15 menit yang lalu." Jawabnya lalu ia megalihkan pandangannya kearah pantai sebelum ia pingsan bertatapan dengan mata Aiden yang dipujanya tadi.
"Sepertinya sangat menyenangkan. Kalian berkencan seharian..." Ujar Aiden. "Tapi, apa tidak ada oleh-oleh untukku?"
PLETAK
Jessica memincingkan matanya menatap Aiden yang masih meringis kesakitan. "Kau masih bermimpi ya? Mana ada kencan yang membawa oleh-oleh? Benar-benar..." Desis Jessica kesal.
"Aigoo...lama-lama aku bisa gagar otak karenamu! Kau ini galak sekali!" Keluh Aiden.
Jessica hanya mendecak lidah menanggapi keluhan Aiden. Konyol! Namun setelah itu tak ada yang berbicara lagi. Membuat suasana menjadi hening. Hanya suara ombak dan angin serta serangga-serangga yang tertangkap oleh indra pendengaran Aiden maupun Jessica. Aiden menoleh pada Jessica. Gadis itu tengah memejamkan matanya. Sepertinya tengah menikmati suasana? Pikir Aiden. Namun tiba-tiba saja rasa bersalah langsung menghampiri seperti bayang-bayang masa lalu yang menakutkan.
Jika ia mulai mengurutkan waktu yang terus bergulir. Maka tak akan lama lagi ia, perngacara Han, dan juga Taemin akan melaksanakan rencana yang sudah disusunnya dengan matang. Rencana itu akan dilakukan beberapa hari lagi. Keyakinan Aiden sudah bulat, untuk kepastian ia akan berhasil mengalahkan Kris, berikut orang-orangnya juga. Merebut kembali semua yang memang seharusnya menjadi miliknya. Tapi, bila ditarik kesimpulan lain. Aiden khawatir. Tentu saja dengan berakhirnya perang antara ia dan Kris, cepat atau lambat Jessica akan tahu siapa dia. Mengetahui bahwa ia sudah terlalu banyak berbohong pada gadis ini. termasuk tentang ingatannya yang hilang, namun hal itu tak benar-benar terjadi. Dan Jessica tentu akan tahu, apa yang terjadi antara ia dan Kris. Namun, bila Aiden diizinkan untuk berfikir egois. Ia ingin mengasingkan Jessica kesebuah tempat yang tak bisa terjangkau oleh siapapun yang dapat memberitahu tentang fakta dirinya yang sebenarnya. Karena ia ingin tetap menjadi Aden yang Jessica kenal. Ia ingin menjadi Aiden yang begitu diperhatikan oleh Jessica. Karena hanya dari gadis ini ia mendapat perhatian yang sudah lama ia rindukan dari kedua orang tuanya yang telah tiada. Salahkah ia?
Ia meraih tangan kiri Jessica lalu digenggamnya. Membuat Jessica membuka matanya dan menoleh pada Aiden. "Wae?" Tanya Jessica memandang Aiden bingung.
Aide menggelengkan kepalanya lemah. "Aniya..." Jawabnya yang terdengar seperti bisikan yang hampir hilang terbawa angin yang bertiup disekitar mereka.
"Jessica..." Panggil Aiden.
"Hm?" Sahut Jessica.
"Bagaimana jika aku adalah orang jahat? Apa kau akan mempercayainya?" Tanya Aiden. Pertanyaan yang seketika itu juga membuat Jessica membulatkan matanya terkejut. Apa-apaan Aiden ini... Batinnya.
"Jika memang kau adalah orang yang jahat. Sudah sejak lama kau membunuhku. Lagi pula aku hanya petani bungan, bukan orang kaya. Dan jika benar kau ini penjahat, maka kau salah sasaran, tuan..." Jawab Jessica santai.
Aiden terkekeh lalu mengangguk-anggukan kepalanya. Tahu maksud Jessica. Tapi kemudian ia mengajukan pertanyaan lagi. "Lalu, jika ternyata aku adalah seorang pembohong, kau akan percaya padaku lagi?"
"Pembohong? Pada hal apa? Ada yang kau sembunyikan dariku?" Tanya Jessica beruntun.
"Ah...tidak...kalau begitu aku akan ganti pertanyaan.." Jessica menoleh pada Aiden lagi. Merasa Aiden sepertinya sedang serius. Buktinya pria ini terlihat gugup. Aiden menghela nafasnya sebentar. "Lalu apa kau mau memafkanku jika suatu saat nanti ternyata aku adalah orang yang bisa kau anggap jahat? Memaafkanku apabila aku ini ternyata aku sudah terlalu banyak berbohong padamu?" Tanya Aiden. Ia semakin mengeratkan genggaman tangan Jessica.
Sebenarnya, Jessica merasa bingung dengan sikap Aiden saat ini. Seolah tengah menyiratkan bila suatu hari akan ada hal yang tak terduga yang terjadi pada pria itu. "Wae? Apa yang sedang mengganggu pikiranmu? Kau bertanya seolah dunia akan berakhir besok." Ucap Jessica. Tetap serius, namun ia menyampaikan dalam kalimat candaan. Ia hanya tak bisa menebak apa yang sedang berputar dikepala Aiden saat ini.
Aiden menatap Jessica. Ia menghela nafasnya kasar. Ia gelisah. Sangat gelisah. Bahkan untuk sekedar tidur dengan nyenyak pun ia tak bisa. Ia memikirkan gadis ini. Jessica...masih layakkah ia bisa melihat wajah cantiknya setelah semua tentang dirinya terungkap nanti? Ia khawatir bila yang akan ia dapatkan adalah jawaban 'TIDAK'. Karena ia tak benar-benar bisa hidup dengan benar jika begitu. "Gwenchana...aku hanya meminta pendapat darimu." Ucap Aide kemudian.
"Kau yakin?" Tanya Jessica. Kini ia terlihat mencemaskan keadaan Aiden. Kedua tangan mungilnya kini menangkup wajah pria itu.
Aiden menganggukan kepalanya pelan. Dengan matanya yang masih menatap mata bulat Jessica. Darahnya terasa berdesir cepat ketika gadis itu menangkup wajahnya dengan kedua tangan mungil gadis itu. Sesaat itu, Aiden merasa yakin dengan keputusannya. Karena ia merasa Jessica juga pasti menyimpan perasaan lebih padanya. Dan itu berarti Jessica percaya padanya. Tetapi sesaat lain juga, Aiden merasa bersalah. Gadis ini terlalu baik untuk seorang pria b******k sepertinya. Berpura-pura lupa ingatan hanya untuk membalaskan dendam. Bukankah itu bukanlah cara pria yang gentle?
"Aku hanya ingin kau berjanji bahwa kau akan tetap percaya padaku walau apapun yang terjadi, bolehkah?" Pinta Aiden. Ia menggenggam kembali kedua tangan Jessica.
"Untuk apa? Kenapa aku harus berjanji?"
"Hanya berjanji. Berjanji untuk terus percaya padaku apapun yang terjadi nantinya. Aku ingin kau tetap percaya padaku. Bisakah?" Jelas Aiden.
Dengan sorot mata Aiden yang terlihat begitu memohon serta menyiratkan keputusasaan. Jessica sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Pria itu terlalu bisa membuat hatinya luluh dengan mudah. "Aku berjanji." Ucap Jessica kemudian. Dan itu menerbitkan sebuah senyuman diwajah Aiden. Lalu setelah itu Aiden langsung beringsut mendekat pada Jessica, lalu merengkuh tubuh mungil itu kedalam pelukannya.
"Kau sudah berjanji. Kau akan mempercayaiku apapun yang akan terjadi. Jadi kumohon....jangan pernah mengingkarinya." Ucap Aiden. Tangannya merengkuh erat tubuh Jessica. Kepalanya diletakkan dekat leher gadis itu. Membuatnya bisa merasakan wangi tubuh Jessica yang sangat disukainya sejak beberapa kali ia berdekatan dengan gadis itu. Jessica juga membalas pelukan itu dengan mengusap-usap punggung Aiden. Jessica berharap Aiden bisa tenang. Karena Jessica pikir Aiden sedang merasa frustasi.
"Ne....aku akan melakukan janji itu semampuku..aku akan tetap percaya padamu apapun yang akan terjadi..."
Aiden menghela nafas lega mendengar penuturan Jessica. Seolah sebagian beban yang dipikulnya menguap hilang entah kemana hanya dengan mendengar kalimat itu. Dan Aiden akan mencoba meyakininya. Ia yakin, Jessica akan tetap percaya padanya, walau dunia akan runtuh untuknya beberapa hari lagi.
"Gomawo..."
.
=flowered=
.