Identitas

1027 Words
Sudah dua puluh menit lamanya sejak ketujuh orang yang tersisa berada di ruangan ketiga. Jaden dengan santai mengambil beberapa camilan dan menaruh camilan tersebuh ke lantai, lalu diapun duduk di lantai dengan nyaman. "Teman-teman, istirahatlah sejenak. Setidaknya kita harus makan untuk menambah energi kita," ucap Jaden kepada keenam orang lainnya. "Jangan gegabah. Kau tidak takut makanan itu beracun?" Sunny mengingatkan Jaden. "Jika kau ingin tahu, tak jauh dari Universitas Golden ada sebuah warung internet. Aku hampir setiap hari di tempat itu, benar kan, David?" Jaden menatap David dengan senyuman ramah yang khas. "Yah, walaupun aku tidak mengenalmu, tapi di waktu kerjaku kau selalu ada." Balas David. "Lalu apa hubungannya denan camilan?" tanya Sunny tak mengerti. "Maksudku, aku sudah memakan camilan ini hampir seumur hidupku. Lihatlah kemasannya. Kecuali psikopat itu adalah pemilik pabrik, tak kan mungkin ada orang yang bisa memasukkan racun ke dalam kemasan ini," Jaden menepuk-nepuk bungkus camilan yang dia maksud. Yah, apa yang dikatakan dia ada benarnya. Bungkus camilan yang bergambar kentang panggang itu tidak rusak sedikitpun. Jika seseorang ingin menaruh sesuatu ke dalam sana, maka dia setidaknya harus membuat lubang kecil pada kemasan tersebut. Namun, jika hal itu dilakukan makan kemasan akan rusak dan tidak akan mengembang karena udara di dalamnya. "Jadi menurutmu, camilan itu aman?" tanya David kemudian. "Hmm, baiklah. Biarkan aku yang mencobanya terlebih dahulu. Aku yakin sekali makanan ringan ini aman," "Terserah kau saja," sambung Sunny yang gemas dengan sifat keras kepala Jaden. Jaden membuka satu bungkus camilan yang berisi keripik kentang tersebut. Dia menatap David dan Sunny bergantian. Saat itu, Mashi yang tengah sibuk menelusuri setiap sudut ruangan menghentikan aktifitasnya lalu ikut menoleh ke arah Jaden. Begitu pula dengan Kevin yang tampak serius. Mary hanya duduk masih dalam kesedihannya. Dia hanya menatap apa yang dilakukan Jaden dari jauh. Dan Jun Liu, tentu saja dia tidak peduli. Dia terus berkeliling sepanjang ruangan, mengobrak-abrik apapun yang terlihat. Jaden mulai memakan keripik kentang tersebut. Yang lain waspada. Kevin bahkan berdiri dari duduknya, perlahan maju untuk melihat Jaden. Jaden tersenyum menatap teman-temannya. Beberapa menit kemudian, Jaden menyentuh lehernya dan diam sejenak. "A-Apa yang terjadi?" Kevin yang penasaran lebih mendekat. "I-ini ... uhuk!" Jaden tumbang, tubuhnya mengejang hebat. "Hei, Jad kau baik-baik saja?" David langsung menghambur untuk memeriksa keadaan Jaden. "Sepertinya dia akan mati!" Marry yang sejak tadi duduk menyudut kini ikut panik. "Jad! Hei, Jaden," David menepuk pipi Jaden dan memeriksa denyut nadu Jaden. "M-Makanan ini ...." Jaden berusaha bicara, "I-ini ... tidak ada racunnya." Jaden kembali normal, lalu tertawa melihat David dan teman-teman lainnya yang panik. "Sialann kau Jad!" ucap Sunny kesal, lalu memalingkan wajahnya dari Jaden. "Hei, lihat gadis kecil itu. Bahasanyak kasar sekali, hahaha," Jaden menepuk-nepuk David. Namun David menatap tajam ke arahnya, hingga membuat Jaden menghentikan tawanya, "Maaf, kawan. Aku hanya bercanda. Kita butuh hiburan disini," "Hiburan yang kau buat, tidak lucu. Jangan lakukan itu lagi." David berdiri dengan kesal lalu beranjak meninggalkan Jaden. "Hei, maafkan aku. Aku tidak bermaksud membuat masalah!" Tak ada yang memperdulikan Jaden. Dia kemudian mengangkat bahu, lalu kembali memakan keripik kentangnya. "Dasar Brengsekk," Kevin ikut kesal dan berbalik untuk kembali ke tempatnya. Pada saat itu, dia hampir saja menabrak Mashi yang entah bagaimana tiba-tiba sudah berdiri di belakangnya. "Kau ...." Kevin menarik nafas panjang, "Apa yang kau lakukan disini? berhentilah menyelinap seperti hantu." Ucap lalu bergeser ke samping. Mashi kemudian menyentuh lengan Kevin, dan mendekat, "Kau sudah tahu siapa pembunuhnya?" tanya Mashi kemudian. "Ada yang aku curigai, dan tentu saja kau juga termasuk di dalam daftarku." Kevin menepis tangan Mashi darinya, lalu beranjak. "Hei, jangan mengulur waktu. Segera cari pembunuhnya, atau kita akan mati satu persatu disini." bisik Mashi kemudian. "Bagaimana dengan Jun Liu? k-kita harus memmbunuhnya terlebih dahulu sebelum dia membunuh kita," Kevin menoleh ke sarah Jun Liu yang sibuk mengamuk, diikuti oleh Mashi. "Dia hanya bertemprament buruk," "Ya, tapi dia menyebalkan. Dia juga memiliki senjata. Itu sangat berbahaya." "Kita biarkan dia terlebih dahulu. Menurutku dia jelas bukan pembunuh. Dan dia adalah yang terkuat dari kita semua. Setidaknya dia bisa menjadi senjata untuk melawan pembunuh yang saat ini masih belum kita temukan." Mashi hendak beranjak. "Otaku," panggilan Kevin membuat Mashi terhenti, "Kau tidak mencurgaiku? apa kau tak curiga bahwa aku mungkin saja pembunuhnya?" "Tentu saja aku mencurigaimu, b0doh. Tapi kita berdua dari kampus yang sama. Setidaknya kau akan menyisakan aku untuk dibunuh terakhir, kan? kuberitahu padamu. Aku punya keahlian bela diri. Jika hanya orang sepertimu saja, aku masih bisa menghadapinya," setelah mengucapkan itu, Mashi akhirnya beranjak./ "Hei, aku buknan pembunuh!" seru kevin untuk kemudian, namun Mashi tidak mempedulikannya. *** "Aku kan menghabisi si psikopat ini. Dimana kau bersembunyi?" tak seperti yang lain yang sibuk membuka pintu ruangan, Jun Liu malah berkeliling untuk menemukan ruangan rahasia. Dia menduga bahwa psikopat yang mengatur permainan ini tengah bersembunyi di suatu tempat dan mengawasi mereka. "Tunjukkan dirimu!" seru Jun Liu. Dia sangat tidak sabar, hingga yang lain benar-benar terganggu dengan keberadaannya. "Gadis kecil, makanlah. Jangan pedulikan paman itu." ucap Jaden sambil mendekati Sunny. "Marry, kau butuh sesuatu?" Sunny bertanya kepada Marry yang tampaknya lebih membutuhkan dari sekedar makanan. "Aku tidak butuh apapun," ucap Marry lemah. "Biarkan dia sendiri dulu, kita tak bisa langsung membuatnya bersemangat dengan cepat karena dia sedanag tertekan hebat," bisik David ke telinga Sunny. Sunny menghela nafas, lalu berdiri. Semakin lama rasanya dia semakin stres, terlebih dia tak bisa melakukan apapun. Bahkan hanya Mashi saja yang bekerja untuk membuka pintu. "Apa kita hanya menunggu untuk dibunuh?" gumam Sunny kemudian. David berdiri di sebelah Sunny lalu menyapu pandangannya ke ruangan yang menurutnya sangat aneh tersebut. "Mengapa orang gila itu membuat ruangan ini? pakaian dan makanan, apa maksudnya mengurung kita disini?" tanya David penasaran. "Siapa yang bisa tahu apa yang dipikirkan psikopat itu? dia telah membuat adua orang tewas sejauh ini, aku masih yakin, salah satu makanan disini beracun." Sambung Sunny kemudian. "Apa identitas asli orang tersebut adalah pemilik super market?" Jaden tiba-tiba berada di antara David dan Sunny, dan ikut mengeluarkan pendapatnya. Namun David dan Sunny malah menatapnya aneh, "Y-Ya siapa tahu. Jika tidak, untuk apa dia membuat ruangan seperti ini?" "Apapun identitas orang itu. ini hanya dia lakukan untuk pamer. Dengan kata lain, dia seperti berkata, makanlah sepuas kalian dan bergayalah sebelum nyawa kalian direbut."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD