Zack buru-buru pulang setelah perawat menelponnya. Hari ini dia ada janji temu dengan klien di pinggir Jakarta, membuatnya terlambat sampai di rumah. Tentu saja Zack panik saat perawat berkata bahwa Elena tidak sadarkan diri, entah sejak kapan. Makan siang yang sudah disediakan dari jam sebelas ternyata masih utuh, tidak disentuh. Tidak hanya makanan, minuman juga sama sekali tidak disentuh. Walaupun Elena biasa puasa di bulan Ramadhan, tapi kondisi fisik Elena saat ini sedang tidak fit. Sekarang sudah lepas magrib. Dengan tidak adanya makanan dan minuman yang dikonsumsi, tentu saja membuat Elena lemas.
“Elen… mana dia? Gimana kondisinya sekarang suster?” Tanya Zack pada perawat yang menemaninya berjalan terburu-buru ke kamar.
“Sudah stabil pak. Dokter sudah berikan infus.
Sekarang Ibu Elena sedang tidur. Hanya saja…” Tutur si perawat, membuat langkah kaki Zack terhenti tepat di depan pintu kamar.
“Hanya saja apa?” Tanya Zack, tubuhnya menghadap ke arah perawat itu, menaruh perhatian penuh pada si perawat, mendengarkan apa yang akan dikatakan.
“Ada Eyang Bratajaya datang pak. Sekitar sepuluh menit lalu. Saya…, saya takut dengan beliau pak. Maaf, saya tidak berani berbohong pada Eyang Bratajaya, jadi tadi saya bercerita apa adanya.” Kata perawat muda itu. Wajahnya penuh ketakutan. Aah tentu saja, memangnya siapa sih yang tidak takut pada aura Eyang Bratajaya yang gelap dan tegas?
Zack menghela nafas. Keningnya dia tumbukkan ke pintu. Tidak menyangka kali ini dia salah langkah. Dia lupa ada simbok di rumah ini yang menjadi mata-mata setia Eyang.
Haaah! Ini sama saja dengan aku menggali kuburku sendiri. Apa yang harus aku katakan pada eyang? Aku tidak mungkin berbohong pada eyang.
“Baiklah. Kamu tunggu di luar kamar saja, nanti aku panggil jika diperlukan.”
Usai perawat pergi, Zack meremas kepalanya yang mendadak berputar. Tapi dia harus mampu menunjukkan empatinya pada Elena, terutama di depan eyang. Sekali lagi, dia harus pandai bermain peran.
“Elen sayang… Gimana kondisimu sekarang? Apakah sudah enakan?” Zack mendorong pintu kamar, ucapkan kalimat tanda perhatian pada Elena dan tentu saja, pura-pura tidak tahu ada Eyang Bratajaya di kamar itu. Walau sungguh hatinya mencelos, ingin lompat dari tempatnya saat melihat mata eyang yang menatapnya tajam seakan ingin mengirisnya hidup-hidup dan dilemparkan ke kawanan dubuk yang kelaparan.
“Eeh ada eyang, maaf saya tidak tahu kalau ada eyang. Kapan datang eyang?” Zack mencium punggung tangan Eyang Bratajaya dengan takzim. Jika dia ingin tetap merasakan hangatnya matahari, dia harus tunjukkan rasa hormat pada eyang mertuanya ini.
“Baru saja, belum lama. Tapi aku merasa seperti seabad menunggumu sampai sini untuk bertanya, apa yang kamu lakukan pada Elena hah? Beraninya kamu menyakiti cucuku satu-satunya Zack?” Eyang menghentak tongkatnya dengan marah. Andai saja itu tongkat sihir, mungkin eyang sudah menyihirnya menjadi batu!
“Eyang, nuwun sewu, saya permisi dulu untuk siapkan makan malam eyang dan Mbak Elena.” Simbok pamit, undur diri dari kamar itu. Dia tahu, tempatnya bukan di situ, di antara pertengkaran keluarga.
“Kamu tetap di sini Minah! Karena kamu orang pertama kali yang menemukan cucuku dalam keadaan pingsan!” Jawab eyang, tidak mau bersusah payah melihat ke arah simbok yang masih berdiri di belakangnya dengan tubuh sedikit membungkuk.
“Nggih eyang.” Jawab simbok patuh, kemudian simbok memilih duduk di sisi ranjang Elena tidur.
“Kamu bocah…,” tongkat eyang menunjuk ke arah Zack yang masih berdiri di depan eyang, “segera duduk dan ceritakan selengkapnya padaku. Kenapa kamu mengurung Elena di kamar ini hah?”
Tidak hanya simbok yang patuh, Zack juga secara patuh menarik sofa tunggal dan duduk di depan eyang, sengaja mengambil jarak agak jauh yang tidak bisa dijangkau oleh tongkat eyang. Dia takut tiba-tiba saja eyang akan memakai tongkat ajaibnya itu untuk menarik lehernya hingga putus! Hiiy…
“Maaf eyang, tapi ini terpaksa saya lakukan. Saya tidak bermaksud untuk menyakiti Elena, sungguh.” Kalimat pembuka Zack sambil dia memikirkan alasan yang masuk akal selanjutnya.
“Hmm… aku mendengarkan. Lanjutkan! Jika alasanmu bisa aku terima, kamu masih bisa bernafas Zack, tapi jika tidak, kamu akan rasakan akibatnya karena telah menyakiti seorang keturunan Bratajaya, satu-satunya keturunanku yang tersisa. Sehelai rambut Elena jatuh karena kamu menyakitinya, kamu akan merasakan akibatnya!” Siapa yang tidak ketakutan mendengar hal itu? Padahal diucapkan eyang dengan santai walau Zack tahu pasti eyang tidak bercanda.
Zack menelan ludahnya. Sepertinya eyang tidak main-main dengan ancamannya. Zack merasa, sikap eyang padanya semakin ketus, semakin tidak bersahabat bahkan tidak menganggapnya sebagai cucu mantu sejak kejadian kecelakaan itu.
“Euugh… ha… us. Minuum.” Terdengar suara rintihan Elena, membuat tiga orang itu beralih fokus ke Elena.
Simbok yang posisinya paling dekat dengan Elena dengan sigap segera memberi mengambil gelas dan hendak berikan minum. Tapi posisi Elena yang rebah menyulitkannya walau sudah memakai sedotan. Akhirnya Zack berinisiatif untuk membantu Elena duduk dan bersandar beberapa bantal di head board. Elena tidak dapat menolak karena lemah, tiada tenaga hingga menjadikannya pasrah saja dipeluk Zack.
Setelah nyaman dengan posisi duduknya dan Zack memperbaiki posisi selang infus, Zack sempatkan untuk mencium kening Elena. Reflek kok, dia bukannya menyengaja mencium kening Elena di depan eyang untuk mendapatkan nilai baik, tapi dia memang sering ciumi kening Elena.
Elena pejamkan mata, coba menahan desir di d**a, campuran benci, rindu juga dendam yang membara pada Zack.
“Hai sayang, kamu sudah merasa enakan? Maaf, gara-gara aku kamu jadi seperti ini.” Bisik Zack, abaikan eyang dan simbok. Menganggap di kamar itu hanyalah ada dirinya dan Elena saja.
Elena tidak menjawab, malah memalingkan wajahnya ke arah eyang, “Eyang…” tangannya terulur, seakan minta perlindungan dari Eyang Bratajaya.
Zack menghela nafas, dia tahu kesalahannya sangat besar dan mungkin kali ini dia benar-benar dalam masalah karena hadirnya eyang yang pasti akan membela cucunya, walau apapun yang terjadi.
“Iya nduk, eyang dan simbok di sini, tidak perlu khawatir lagi ya. Kamu tidurlah.” Eyang membalas genggaman tangan Elena, ibu jarinya mengelus lembut kening Elena, seperti yang biasa dia lakukan saat Elena masih kecil hingga terlelap.
Suasana hening di kamar itu tiba-tiba pecah oleh ketukan pintu. Simbok segera membuka pintu, ternyata Pak Manto datang bersama seorang lelaki berpenampilan bak tentara profesional tapi bertubuh tidak terlalu tinggi, yang membawa beberapa amplop cokelat.
Eyang yang melihat siapa yang datang menjadi mafhum, beliau segera menghampiri keduanya, tapi sebelum keluar kamar, beliau minta agar simbok tidak boleh jauh dari Elena.
“Minah, kamu di sini saja, temani Elena. Tunggu sampai aku selesai dengan tamuku ini.” Ucap eyang dengan tegas. Kali ini dia sama sekali tidak menganggap ada Zack di ruangan itu. Lelaki yang tadi bersama Pak Manto adalah orang suruhannya yang membawa informasi sangat penting. Lelaki tadi sempat melihat ke arah Zack dan berikan senyum simpul, tapi Zack merasa senyum itu misterius, kemudian lelaki itu mengangguk sekali dan kembali fokus pada eyang.
Zack mengernyitkan kening. Perasaannya tidak enak. Sungguh, dia merasa tiba-tiba saja aura di kamar itu berubah menjadi semakin menyeramkan dengan hadirnya lelaki tadi. Dia coba ingat siapa lelaki tadi, tapi sama sekali tidak bisa menduga siapa.
Di ruang tamu, wajah eyang berubah merah, menahan amarah yang luar biasa. Beliau menggenggam erat kepala tongkat yang selalu dibawanya. Laporan yang diberikan oleh lelaki itu membuat emosinya meluap.
“Jadi, kecelakaan pesawat itu bukan murni kecelakaan melainkan karena disengaja. Ada sabotase yang diotaki oleh perusahaan pesaing The Bratajaya. Pemilik Kemal Corp. bekerja sama dengan dua orang ini sengaja menghabisi nyawa keturunan Bratajaya.” Lelaki tadi menyodorkan beberapa lembar foto dengan dua orang di antaranya yang sangat eyang kenal.
"Mereka... " Eyang bahkan tidak mampu selesaikan kalimatanya.
“Foto ini diambil dari kamera pengawas, sehingga gambarnya menjadi tidak jelas tapi wajah-wajah mereka masih bisa dikenali oleh aplikasi pengenal wajah. Dan sudah konfirm, fix, ini orang-orang yang membuat rencana kecelakaan pesawat itu.”
“Kamu yakin, dua orang ini…,” eyang menunjuk dua orang di foto itu, “ikut bertanggung jawab pada kecelakaan pesawat anak dan cucuku?” tanya eyang dengan nada geram.
“Sangat yakin eyang. Tidak ada keraguan sama sekali. Bukti-bukti sudah kami kumpulkan dan ada di amplop yang satu lagi. Silakan, nanti eyang bisa cek sendiri. Foto ini diambil di restoran sebuah hotel berbintang beberapa bulan sebelum kecelakaan. Mereka melakukan pertemuan sekitar tiga kali. Kami sudah mengamankan salah satu dari anak buah Kemal Corp. dan dia sudah mengakui semuanya.”
“Sialan! Dasar orang-orang tidak tahu diri! Aku mengangkat status sosial mereka yang bukan siapa-siapa. Mereka sudah mendapatkan segala fasilitas kelas atas dari Bratajaya tapi masih saja berkhianat bahkan membunuh anak cucuku! Kamu tahu apa yang harus dilakukan Reymond. Saya percaya pada kemampuan Tim Delta dan kamu sebagai pemimpinnya.” Kata eyang, tanpa basa basi.
“Maaf eyang, sekarang saya membawahi Tim Beta bukan Tim Delta. Baiklah eyang, kami akan selesaikan tugas ini. Oiya saya butuh kepastian apa yang eyang inginkan. Menghabisi mereka atau membawa mereka mendekam di penjara?” Tanya Reymond, yang sudah lama tidak terdengar kabarnya tapi ternyata posisinya sudah naik tingkat menjadi pimpinan Tim Beta. Tim profesional besutan anggota Detasemen Harimau yang misterius. (Reymond muncul di novelku berjudul : Crazy Rich Daniel Tedja, dia seorang profesional yang berdarah dingin tapi pandai kamuflase menjadi lelaki hangat.)
Jemari eyang mengetuk sofa, seperti berpikir mana yang terbaik.
“Apa saranmu Rey? Aku ingin pembalasan yang setimpal pada mereka. An eye for an eye. Mereka mengambil nyawa anak, mantu, cucu, cucu mantu dan buyutku! Tidak ada ampun untuk mereka! Tapi aku juga tidak mau mereka langsung mati dengan begitu mudahnya. Aku ingin mereka menderita, seperti aku dan Elena menderita karena kehilangan orang-orang yang kami cintai.” Kata eyang dengan bibir bergetar, berusaha menahan tangis karena teringat pada keluarga yang dia cintai. Anak cucunya yang meninggal mendadak.
“Bagaimana kalau membawa mereka menikmati dinginnya jeruji besi eyang?” Tanya Rey, menyeringai. Sepertinya dia sangat hobi untuk membuat penjara penuh.
“Lakukanlah, tapi pastikan proses hukum akan berlaku dengan adil. Keluarga Kemal yang terlibat juga dua orang itu harus mendapatkan hukuman setimpal. Jika keluarga Kemal macam-macam, kamu tahu apa yang harus dilakukan, Rey.” Titah eyang.
“Bagaimana dengan Pak Zachary dan Soga, eyang? Mereka pasti juga akan terseret masalah ini. Eyang ingin mereka mendapatkan hukuman juga, terutama untuk Pak Zachary? Kami bisa atur itu.” Tanya Reymond, kali ini sangat serius. Dia adalah tenaga profesional terlatih yang ibaratnya tahu kapan orang yang ditarget - tanpa si target sadari - bahkan buang angin!
“Aku sudah baca laporanmu atas cucu mantuku itu dan adiknya. Walau mereka tidak terlibat masalah ini, tapi dia sudah berkhianat. Dia sudah mengkhianati cucuku bahkan menjadikan Elena keguguran. Kukira aku bisa ampuni dia karena cucuku sangat mencintainya. Nyatanya dia malah tambah bikin masalah dengan mengunci Elena di kamar! Seret dia sekalian agar membusuk di penjara! Sedangkan adiknya, biarkan dia menikmati hidup sementara ini tapi kalau dia ingin balas dendam, jangan ragu untuk habisi!” Eyang berkata dengan geram. Bahkan eyang menghentakkan tongkat ke lantai hingga membuat Pak Manto berjengit kaget.
“Baik eyang, consider it done. Semua bukti yang diperlukan, ada di amplop coklat ini. Bisa dipastikan besok akan ada polisi yang menjemput Pak Zachary untuk dibawa ke penjara! Saya permisi eyang, selamat malam. Assalamualaikum.” Reymond pamit, menyisakan eyang dan Pak Manto.
“Aagh dadaku! Manto tolong ambil obat jantungku, cepat!” Pinta eyang.
“Ini eyang, silakan.” Pak Manto sigap berikan obat jantung eyang dan segelas air.
“Aku ini sudah tua, Manto, seharusnya saat ini aku bermain bersama buyutku dan menikmati hidup, perbanyak ibadah. Bukan malah menambah musuh dan membuat satu-satunya cucuku kembali bersedih karena harus kehilangan orang yang dia cintai. Maafkan eyang ya nduk, tapi ini terpaksa eyang lakukan demi kamu.” Bisik eyang sedih, membayangkan Elena yang akan menjadi janda, bahkan mulai esok karena dia akan mengirim Zack ke penjara!