Keesokan hari di pagi hari, karena kondisi Elena sudah membaik, ketiganya sarapan bersama di meja makan dalam keheningan. Posisi duduk ketiganya pun berjauhan. Elena berhadapan Zack dan eyang duduk di bagian ujung, seperti berada di tengah keduanya.
Berkali-kali Zack mencuri pandang ke arah Elena. Wajahnya masih pucat dan kuyu, tidak bersemangat. Semalam, dia sendiri juga tidak bisa tidur nyenyak karena tidur terpisah dari Elena. Eyang dan simbok tidur di kamar yang sama dengan Elena, alasannya karena harus menemani Elena yang masih lemah. Malahan eyang secara terus terang berkata beliau takut jika Zack akan menyakiti cucu satu-satunya itu.
Hah, mana mungkin aku menyakiti Elena? Aku mencintainya!
Batin Zack memberontak, tidak rela dituduh hendak akan menyakiti Elena lagi dan lagi.
Baiklah Zack, mungkin kamu lupa berapa kali kamu menyakiti Elena. Biar aku refresh ingatanmu ya! Pertama, saat kamu menikmati servis yang diberikan Tatyana padamu, tidak hanya sekali atau dua kali, tapi berkali-kali kan? Kedua, saat kamu malah dengan sengaja mengundang satu lagi perempuan agar kalian bisa main bertiga. Ketiga, saat kamu membohongi Elena dengan membuat skenario seolah dia hamil padahal keguguran. Keempat,….
Dalam lamunannya, sisi baik hatinya malah mengingatkan akan semua dosanya pada Elena. Bayangkan jika yang menyanggah sumpahmu adalah hatimu sendiri! Pasti kamu merasa sangat kesal kan?
Heh sudah sudah… julid amat sih jadi sisi baik? Itu kan Zack membatin itu agar dia merasa sedikit terobati.
Seperti biasa tentu saja sisi buruk hatinya siap membela jika dia diomeli oleh sisi baik.
Terobati apanya? Zack gak sakit kok. Bantah sisi baik hatinya.
Terobati rasa bersalahnya karena sudah mengkhianati Elena! Jawab sisi buruk, santai.
Aah kamu berisik tahu, udah deh kita nikmati aja suasana adem ayem ini. Aku merasa sebentar lagi akan terjadi suatu hal besar, melihat wajah keruh Eyang Bratajaya. Kita tunggu saja, bom apa yang akan dilempar eyang kepada Zack. Ingat, ini semua karena kamu tidak mau menuruti apa yang aku sarankan Zack!
Zack tersedak bahkan karena mendengarkan apa kata hatinya! BOM?! Bom apa? Zack berdehem untuk mengusir rasa canggung. Kedua sisi hati itu malah melakukan diskusi yang tentu saja hanya bisa diketahui oleh Zack.
Denting suara garpu dan sendok yang diletakkan di piring, menandakan eyang sudah selesai makan.
“Kenapa gak dimakan nduk? Cuma diaduk-aduk gitu buburnya, kamu masih gak enak badan?” Tanya eyang dengan sangat lembut pada Elena.
“Sudah kenyang eyang, perutku sekarang begah kalau makannya kebanyakan.” Jawab Elena malas sambil mengaduk bubur ayamnya.
“Mau aku pesankan bubur Ta Wan kesukaanmu?” Tanya Zack, tiba-tiba bersuara, memberi ide. Siapa tahu idenya ini bisa menimbulkan image baik.
“Belum buka pastinya, sekarang baru jam tujuh pagi. Sudah nduk kalau tidak mau dilanjut makannya ya gak papa, tapi jangan diaduk-aduk gitu bikin eyang mual malahan. Biar simbok bawa mangkuk buburmu ke dapur deh. Mbok, tolong ambilkan map coklat yang semalam aku titip padamu dan ini bubur Elena bawa ke belakang saja. Oiya tamu yang datang tadi minta tolong untuk menunggu sebentar.” Titah eyang pada simbok yang sigap, segera melakukan perintah eyang. Mengabdi selama puluhan tahun, membuatnya paham pada sifat eyang, apalagi kondisi seperti ini.
“Ada tamu sepagi ini eyang? Siapa? Sepertinya penting banget sampai nekat bertamu jam tujuh pagi di hari Sabtu pula.” Tanya Elena, kernyitkan kening karena heran. Tapi hanya dijawab oleh senyum misterius eyang.
“Nggih eyang. Ini mapnya, silakan.” Simbok berikan dua map yang Zack lihat itu adalah map yang dibawa tamu lelaki semalam. Hatinya mulai ketar ketir menunggu apa isi map itu, apakah ada hubungan dengan dirinya atau tidak? Sepertinya, tidak mungkin tidak ada hubungan dengan dirinya karena eyang memintanya sarapan bersama pagi ini.
“Sudah selesai makanmu Zack? Kalau sudah, ada yang ingin aku bicarakan denganmu. Ini hal yang sangat penting karena menyangkut keberlangsungan hidup Elena dan Bratajaya.” Tanya eyang tanpa basa-basi, tanpa senyum sedikitpun ke arah Zack yang hanya bisa mengangguk patuh.
Benar saja, isi map itu ada ternyata ada hubungannya denganku. Melihat wajah keruh eyang, sepertinya bukan hal yang bagus.
“Sudah eyang.”
Zack melihat ke arah Elena yang ternyata juga sedang melihat ke arahnya dengan tatapan mata seperti bertanya ada apa. Zack menarik kesimpulan bahwa Elena juga tidak tahu apa yang akan dibicarakan eyang. Hal penting apa itu, bahkan menyinggung keberlangsungan hidup Bratajaya!
“Sepertinya baru kemarin kalian menikah, tapi ternyata sudah lebih dari dua tahun kalian membina rumah tangga. Eyang tahu ada banyak rintangan yang harus kalian hadapi, apalagi kamu Elena, dengan darah Bratajaya mengalir di tubuhmu malah membuatmu hidup tidak nyaman.” Prakata eyang membuat Elena dan Zack coba menerka akan dibawa ke mana pembicaraan ini.
“Iya eyang, itu benar. Tapi aku kan tidak bisa memilih dari rahim siapa aku dilahirkan, jadi mau tidak mau aku syukuri saja, karena di luar sana banyak orang yang memimpikan menjadi diriku, menjadi seorang Elena Elleanor Bratajaya tanpa mereka tahu betapa beratnya menyandang nama besar Bratajaya. Aku tidak punya teman yang tulus ingin berteman denganku. Kukira ada, satu orang, tapi nyatanya dia menikamku dari belakang. Kukira teman ternyata musuh dalam selimut, menggunting dalam lipatan, karena dia berkhianat!” Desis Elena, menjawab eyang tapi mata sayunya melihat ke arah Zack, penuh kebencian.
Zack terpaku, tidak mampu menjawab Elena. Hanya saja pandangan matanya menunjukkan permohonan maaf. Dia tahu siapa dan apa maksud kalimat Elena.
“Zack, sejak kamu menikahi cucuku, Elena, maka kamu menjadi bagian dari keluarga Bratajaya. Sudah seharusnya kamu menjaga nama baik Bratajaya ini. Seharusnya begitu kan Zack?” Tanya eyang dengan nada tajam.
“Iya eyang.” Butuh waktu sekian detik bagi Zack untuk menjawab pertanyaan mudah eyang.
Sudah pasti itu, tapi….
“Kalau begitu, ini apa?” Eyang membanting salah satu map tepat di hadapan Zack, membuat Zack sedikit berjengit, terkejut.
“Apa ini eyang?” Zack malah balik bertanya, wajahnya penuh keingintahuan. Sama seperti Elena yang juga penasaran dengan isi amplop itu.
“Kamu buka saja. Aku yakin Elena juga sudah tahu hal ini.” Jawab eyang, tegas.
Zack membuka amplop itu dengan hati tidak menentu. Jantungnya berdegup kencang. Keringat dingin mulai keluar. Dia tidak mau menduga isi amplop itu. Tapi tangan Zack menjadi gemetar saat melihat lembaran demi lembaran foto yang membuat bola matanya seperti ingin keluar dari rongga matanya.
“I.. ini…” Zack tidak mampu berkata-kata lagi. Dia menelan ludahnya. Jika kemarin Elena hanya menunjukkan foto kemesraan dirinya dan Tatyana di hotel laknat itu, tapi sekarang foto yang eyang berikan bagai mampu mencabut rohnya keluar dari raga saat itu juga!
Tidak hanya foto kemesraannya dengan Tatyana di satu tempat! Tapi dari beberapa tempat dengan berbagai pose yang tidak senonoh! Bahkan ada satu foto yang Zack yakin itu di mobilnya!
“Tidak usah kaget seperti itu Zack. Jika kamu bisa dengan mudah masuk menjadi keluarga Bratajaya, tanpa ada darah yang mengalir di tubuhmu, maka semudah itu pula aku bisa membuangmu keluar dari Bratajaya.” Kata eyang dengan geram.
“Eyang! Ada apa ini?” Tanya Elena, panik. Dialah yang menjadi istri Zack, artinya dia yang menjadikan Zack sebagai anggota keluarga Bratajaya dengan menjadikannya sebagai seorang menantu!
“Eyang tahu bahwa Zack sudah mengkhianatimu, nduk. Dia mengkhianati sumpah yang dia ucapkan di depan saksi dan Tuhan. Tidak ada gunanya dia dipertahankan di keluarga kita kan? Bratajaya tidak membutuhkan seorang pengkhianat!” Kata eyang dengan geram.
“Eyang, tapi… tapi…” Elena menyentuh punggung tangan eyang. Dia memang marah, benci dan kecewa pada pengkhianatan Zack tapi dia coba tidak mendendam pada suaminya itu. Mungkin saja dia punya andil kesalahan hingga membuat Zack terjerat pada pesona perempuan lain. Saat ini Elena sedang merefleksi dirinya, cari tahu tentang hal itu.
“Jika kamu masih sayang nyawamu Zack, baiknya kamu berpisah dari Elena. Beri talak dia. Tanda tangani surat ini. Aku akan berikan kompensasi untukmu, biaya hidup selama satu tahun penuh.” Eyang berikan satu lembar surat yang sudah ada materai.
“Maksud eyang apa?” Tanya Zack dengan bodohnya. Dia tidak bisa mencerna apa maksud eyang karena masih syok melihat foto-foto itu.
“Ceraikan Elena!”
“Apaaa??” Teriak Elena dan Zack bersamaan, mata keduanya bersirobok, kaget dengan titah eyang.