"Lo kenapa?" tanya Zero setelah mendapat kabar Lp yang sedang tidak baik-baik saja. Satu perusahaan langsung heboh. Bayangkan saja seorang atasan hampir tidak sadarkan diri di ruang HRD. Siapa yang tidak panik? Bahkan kabar itu langsung menyebar ke seluruh divisi yang ada di perusahaan. Zero yang mendapat kabar itu dari Eka langsung mendatangi ruangan Lp. Tentu saja ia khawatir. Apalagi semalam kondisi Lp juga tidak baik.
Lp memijat kepala yang terasa sangat sakit sekali. Jujur saja, seluruh anggota tubuhnya kaget mendengar kabar jika Jihan pernah masuk penjara. Siapa yang tidak kaget? Lp bahkan tidak tahu bagaimana kehidupan Jihan selama delapan tahun ke belakang.
Kepalanya terasa ingin pecah. Pertanyaan demi pertanyaan muncul dan itu membuat kepala Lp menjadi sakit.
"Lo kenapa?" Zero bertanya kembali. Kali ini ia bertanya dengan nada tegas. Sejak semalam Lp tidak mengatakan apapun. Zero yakin ada yang tidak beres. Tapi Lp malah diam sedangkan Zero bukan cenayang yang bisa tahu apa disembunyikan sang teman.
Lp menatap Zero. Bisa dilihat, Lp memang tidak baik-baik saja. Wajahnya menunjukkan itu semua.
"Kita kerumah sakit," ujar Zero pada akhirnya. Ia mana bisa diam saja ketika melihat sang teman tidak baik-baik saja.
Lp menggeleng.
"Jangan keras kepala!" Zero sudah sangat marah.
"Gua nggak apa-apa." Lp masih mengatakan jika dirinya tidak apa-apa. Bahkan ia hanya bisa terbaring di sofa dengan otak yang dipenuhi banyak pertanyaan dan pikiran.
"Ck, untung teman. Kalau enggak, udah gue buang ke laut." Zero menggerutu sendiri. Sudah lemah dan tidak berdaya, Lp masih mengatakan jika dirinya baik-baik saja. Sungguh Zero tidak mengerti jalan pikiran Lp. Mungkin sudah sangat sekarat baru mau dibawa ke rumah sakit. Oke, kita tunggu saja sampai benar-benar sekarat. Zero sudah sampai ke tahap kesal akut.
"Terserah dah, lo mau gimana gue nggak peduli." Zero memilih untuk keluar dari ruangan. Mana pekerjaannya masih banyak. Apalagi ia harus menggantikan Hiro untuk bertemu client nanti siang. Meskipun begitu, Zero tidak benar-benar acuh. Ia menyuruh Eka untuk mengurus Lp. Setidaknya harus ada seseorang yang mengawasi kondisi Lp. Bahaya kalau ditinggal sendiri.
Sepeninggal Zero, Eka benar-benar masuk ke dalam ruangan Lp. Kondisi ruangan sangat sunyi karena Lp memang tidak berbicara sepatah katapun. Dia hanya ingin menenangkan diri. Tapi itu tidak mudah, semakin lama kepalanya semakin terasa sakit. Hal ini sudah pernah terjadi saat Lp meninggalkan Jihan. Dia tidak berani untuk menatap cahaya matahari. Apa kondisi mental Lp kembali memburuk? Sebenarnya Agam dan yang lain memiliki kisah masa lalu yang tidak biasa. Bisa dikatakan mereka memiliki masalah dengan diri sendiri. Terlalu banyak masalah membuat mereka harus menguatkan diri sendiri. Tapi pada kenyataannya mereka sangat lemah sekali.
Lp tidak menangis, dia memilih untuk duduk dan Eka langsung menghampiri dirinya. "Bapak butuh apa?" tanya Eka.
"Ambilkan saya air dan obat sakit kepala." Eka yang sudah biasa dengan ruangan ini tidak sulit untuk menemukan obat sakit kepala. Baru dini hari tadi Lp mengkonsumsi dua butir obat sakit kepala, kini ia mengkonsumsinya lagi.
"Ini, Pak." Eka memberikan tempat obat kepada Lp.
Langsung saja Lp mengeluarkan empat butir obat sakit kepala. Tentu saja Eka langsung kaget. Bisa-bisa sang bos overdosis dan itu bukan perkara main-main.
"Jangan, Pak." Eka menahan tangan Lp.
"Lepas!" Dengan sisa tenaga, Lp berusaha melepaskan tangan Eka yang menahan tangannya. Tentu saja Eka tidak tinggal diam. Ia langsung mengambil tiga butir di telapak tangan sang bos. Kini hanya tersisa satu saja.
"Kamu mau saya pecat?" Lp marah. Dua butir saja tidak bisa menghilangkan sakit kepalanya, apalagi satu.
"Maaf, Pak."
"Sini." Lp meminta botol obat yang berisi butir demi butir obat sakit kepala.
"Maaf, Pak. Saya tidak bisa." Eka tetap tidak mau memberikannya.
Lp memijat pangkal hidung. Dia sudah tidak punya tenaga untuk berdebat lagi. Akhirnya Lp hanya mengkonsumsi satu butir obat sakit kepala. Sebenarnya Eka sangat takut. Tapi mau bagaimana lagi. Yang penting, kini ia sekretaris Zero. Jadi Lp tidak bisa langsung memecatnya begitu saja. Tentu saja harus ada persetujuan dari Zero.
Obat berjalan. Dosis obat tersebut tidak sama dengan obat yang ada di rumah Lp. Reaksi obat ini cukup cepat. Bahkan rasa kantuk Lp datang dengan sendiri sebagai efek samping dari obat tersebut.
Tentu saja Eka bernafas lega. Dia mengatur suhu ruangan agar tidak terlalu dingin sehingga sang atasan tidak merasa kedinginan. Jujur saja, Eka baru melihat kondisi sang bos seperti sekarang. Biasanya hanya sakit kepala biasa. Tapi sekarang seperti orang lemah yang tidak berdaya.
Kondisi Lp sampai ke telinga Hiro dan yang lain. Jelas saja karena mereka sering memantau apa saja yang dibicarakan oleh para karyawan perusahaan. Zero terlalu sibuk sehingga tidak sempat mengabari teman-teman yang lain terkait kondisi Lp.
Hiro yang awalnya tidak berniat ke perusahaan karena kondisi Hana masih belum stabil, tiba-tiba datang ke perusahaan. Yu dan Agam tidak bisa datang karena mereka berada di luar negeri. Tapi mereka sangat sibuk bertanya kondisi Lp.
Saat Hiro masuk, ia mendapati Lp yang sudah duduk dengan memejamkan mata. Benar saja, Lp sudah bangun. Rasa sakit kepalanya juga sudah berkurang.
Hiro langsung bertanya. Apa yang terjadi. Lp terlalu tertutup, sampai Hiro dan yang lain tidak tahu kehidupan apa yang sebelumnya dilalui oleh Lp. Tapi Agam mengatakan saat bertemu dengan Lp pertama kali, kondisi Lp benar-benar seperti raga yang tidak ingin hidup sama sekali. Agam bertemu Lp di pinggir sungai pada pukul dua dini hari. Pertemuan pertama sama ketiga mereka masih sama-sama diam. Pada pertemuan keempat, tiba-tiba Lp mengajak Agam berbicara.
Saat itu Agam yakin, keadaan Lp tidak jauh berbeda dengan dirinya. Siapa yang berjalan sendiri pada pukul tiga dini hari? Bukan hanya sekali, tapi berkali-kali. Bahkan penampilannya sangat kacau sekali.
"Bukannya Hana sakit, Bang?" Bukannya menjawab, Lp malah menyinggung soal Hana.
"Jangan bahas Hana dulu. Lo ada masalah apa?" Hiro duduk di samping Lp. Ia bertanya dengan nada yang digunakan sosok abang pada umumnya.
"Nggak ada."
"Nggak mungkin. Lo tiba-tiba drop setelah mengetahui salah satu pelamar masuk ke dalam penjara."
Lp memaksa diri untuk tertawa. Jelas saja tawa palsu. "Apa hubungannya?" tanyanya.
"Gue yakin ada hubungannya." Hiro sudah menyuruh Dimas menyelidiki apa yang terjadi di ruang HRD. Padahal orang-orang di ruang HRD tidak ada salah, tapi karena Hiro sudah turun tangan maka mereka diliputi rasa takut jika dipecat.
"Sejak semalam kondisi tubuh gue emang nggak baik, Bang," ujar Lp mengaku.
Hiro sudah mengetahui hal tersebut dari Zero. "Maaf kalau kesannya gue kayak ganggu privasi, tapi lo mimpi apa?"
"Zero cerita?"
Hiro mengangguk. "Jangan marah, dia khawatir."
Lp tersenyum tipis. "Gue cuma butuh istirahat, Bang. Tenang aja."
Lp menghindari pembicaraan tentang mimpi sehingga Hiro dapat menarik kesimpulan bahwa Lp tidak ingin mengatakan apapun soal mimpi tersebut. Hiro tidak akan memaksa.
"Ke rumah sakit ya?"
"Nggak usah. Gue nggak selemah itu, Bang."
"Ck, lo mau gue pecat?"
Lp langsung tertawa.
"Gue serius." Tidak ada raut canda di wajah Hiro.
"Gue nggak apa-apa, Bang." Lagi dan lagi, Lp mengatakan dirinya baik-baik saja.
"Gue nggak akan percaya sampai dokter yang bilang kalau emang lo baik-baik aja."
Wajah Lp tampak memelas. Ia tidak ingin ke rumah sakit.
"Ayo," ujar Hiro.
"Gue baik-baik aja, Bang." Lp masih menolak.
"Oke. Mulai sekarang, lo nggak usah kerja lagi disini." Hiro berkata dengan santainya. Dia tidak serius mengatakan itu.
"Bang..."
"Terserah. Tapi gue jamin, Lo nggak akan bisa masuk ke perusahaan ini lagi." Hal ini bisa terjadi jika Hiro menjadikan Lp sebagai ancaman untuk perusahaan. "Agam juga bakal setuju," lanjutnya lagi.
Lp tidak bisa lagi menolak. Apalagi kalau sudah bawa-bawa Agam. Akhirnya Lp mengikuti kemauan Hiro untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh. Tentu saja, Hiro juga akan memeriksa psikis Hiro.
Hiro langsung membawa Lp ke rumah sakit. Hanya mereka berdua karena Zero memiliki banyak pekerjaan. Tubuh Lp masih lemah, ia langsung ditangani di ruang UGD. Hiro menunggu sampai pemeriksaan Lp selesai.
Butuh waktu berjam-jam. Hiro menginginkan pemeriksaan menyeluruh. Benar saja, minus mata Lp bertambah. Untuk beberapa hari ke depan, Lp tidak diperbolehkan untuk melihat layar komputer. Kalau dipikir-pikir, komputer Lp hampir hidup selama dua puluh empat jam. Maka bisa dilihat berapa lama Lp menatap layar komputer.
Selama pemeriksaan, Hiro meminta tolong kepada Eka. Bagaimanapun, Hiro juga khawatir dengan sang istri. Memang dia bisa memantau kondisi Hana dari ponsel , tapi tetap saja khawatir. Jadi nanti setelah pemeriksaan selesai, Hiro akan kembali ke rumah sakit.
Jujur saja, Hiro cukup kerepotan. Padahal perusahaan dihandle oleh lima orang, tapi tetap saja pekerjaan menumpuk seakan hanya dikerjakan satu orang. Mereka juga tidak bisa menolak client yang datang. Apalagi dua aplikasi milik perusahaan memiliki statistik yang bagus di kalangan masyarakat. Penanggung jawab nya adalah Lp dan Yu. Pasti ada saja black het yang ingin masuk ke dalam algoritma aplikasi perusahaan. Jadi kalau dipikir pekerjaan mereka santai, maka itu salah besar. Lp memiliki tim sendiri untuk keamanan aplikasi agar tidak bisa ditembus oleh black hat.
Pemeriksaan selesai dilakukan. Bahkan kini sudah pukul sembilan malam. Berhubung kondisi Lp memang tidak baik, maka ia harus di opname. Untuk berapa harinya tergantung perkembangan kesehatan Lp.
Faktor utama, Lp terlalu banyak pikiran. Dokter menjelaskan berdasarkan medis dan juga jawaban-jawaban yang dikatakan oleh Lp. Entah kenapa Lp menjawab dengan sejujur-jujurnya apa saja yang terjadi dengan dirinya akhir-akhir ini. Termasuk gangguan tidur, tiba-tiba pusing bahkan terkadang pandangannya tiba-tiba menggelap.