Jejak keempat

2047 Words
Semua itu tak lepas dari masa lalu mereka, yaitu Carlos dan Lee Kwang Zu yang di ketahui adalah ayah Lee Zin Flashback On Suara derap langkah kaki berat memenuhi sepanjang koridor gelap itu. Penerangan dari cahaya bulan memperlihatkan seorang pria bertubuh tinggi nan besar dengan rahang yang tegas dan lugas serta sedikit rambut yang membentang dari ujung telinga bawahnya ke dagu. Kedua matanya menyipit karena sedikit penerangan cahaya. Namun, itu tak menjadi masalahnya karena ia tahu betul peta tempat ini. Ketika jalan habis dan menyisakan sebuah pintu, tangannya yang besar dan kekar segera membukanya lalu memperlihatkan sekelompok pria tengah berdiskusi. "Hai Lee, darimana saja kau? Kita sudah menunggumu di sini. Kita memiliki misi baru," ujar salah seorang pria di sana kepada temannya yang baru datang. "Ah iya," balas pria yang dipanggil Lee singkat. Ia adalah seorang mafia yang terkenal dengan psychopath dan keberanian yang dimiliki. Namanya Lee Kwang Zu, seorang pria berusia 35 tahun. Meski usianya yang terbilang tidak muda lagi, tetapi perawakan yang dimiliki masih menggambarkan keperkasaan dan kekuatannya. Karena pekerjaannya seorang Mafia membuat Kwang Zu menjadi kejam dan bengis. Walaupun begitu ia juga memiliki seorang anak yang masih kecil. Dan Kwang Zu ingin hidup bahagia bersama anaknya tanpa harus memikirkan pekerjaan. Kwang Zu berniat untuk keluar dari ritinitasnya sebagai mafia. Pekerjaan yang terkadang membuat ia merasa begitu bersalah kepada putranya. Ia tidak ingin Zin dibesarkan dalam kekerasan. Harapan Kwang Zu pada Zin sangatlah besar Suara derap langkah kaki berat memenuhi sepanjang koridor gelap itu. Penerangan dari cahaya bulan memperlihatkan seorang pria bertubuh tinggi nan besar dengan rahang yang tegas dan lugas serta sedikit rambut yang membentang dari ujung telinga bawahnya ke dagu. Kedua matanya menyipit karena sedikit penerangan cahaya. Namun, itu tak menjadi masalahnya karena ia tahu betul peta tempat ini. Ketika jalan habis dan menyisakan sebuah pintu, tangannya yang besar dan kekar segera membukanya lalu memperlihatkan sekelompok pria tengah berdiskusi. "Hai Lee, darimana saja kau? Kita sudah menunggumu di sini. Kita memiliki misi baru," ujar salah seorang pria di sana kepada temannya yang baru datang. "Ah iya," balas pria yang dipanggil Lee singkat. Ia adalah seorang mafia yang terkenal dengan psychopath dan keberanian yang dimiliki. Namanya Lee Kwang Zu, seorang pria berusia 35 tahun. Meski usianya yang terbilang tidak muda lagi, tetapi perawakan yang dimiliki masih menggambarkan keperkasaan dan kekuatannya. Karena pekerjaannya seorang Mafia membuat Kwang Zu menjadi kejam dan bengis. Walaupun begitu ia juga memiliki seorang anak yang masih kecil. Dan Kwang Zu ingin hidup bahagia bersama anaknya tanpa harus memikirkan pekerjaan. Kwang Zu berniat untuk keluar dari ritinitasnya sebagai mafia. Pekerjaan yang terkadang membuat ia merasa begitu bersalah kepada putranya. Ia tidak ingin Zin dibesarkan dalam kekerasan. Harapan Kwang Zu pada Zin sangatlah besar Dirinya sudah tak ingin berhubungan dengan dunia yang suram dan tak terkendali. Ia ingin lebih fokus untuk membesarkan anak semata wayangnya itu. "Kwang Zu, aku menginginkanmu untuk menjadi penyerang pertama. Aku yakin dengan kemampuanmu bisa membuat target kita tidak bisa berkutik lagi." Suara itu berasal dari salah satu rekan kerja, Carlos de Baule. Pemimpin dari para mafia. Meski usianya dibawah Kwang Zu, itu tak menjadi masalah karena ia lebih kejam dari Kwang Zu sendiri. Tak peduli targetnya adalah musuh atau teman, ia akan segera membasmi jika disuruh. Carlos percaya hanya uanglah yang berkuasa. Jika uang sudah berbicara ia siap menumpas siapapun itu Kwang Zu terdiam, "Aku ... aku tidak bisa," balasnya membuat semua orang yang di sana terkejut dan heran. "Ah iya, aku akan memberikan senjataku padamu. Kau tenang saja, aku yang akan menjadi pemasok senjata yang kau inginkan. Tinggal sebutkan saja apa dan bagaimana senjata yang kau mau Kwang Zu," ujar salah seorang pria sambil menepuk bahu Kwang Zu. Kwang Zu menggelengkan kepala menolak, "Bukan. Aku tidak peduli senjata apa pun itu. Aku sudah tak bisa melakukan hal ini lagi," Ia menatap teman-temannya satu persatu dengan tatapan nanar. Kali ini Kwang Zu begitu serius dengan niatannya "Apa yang kau katakan?" tanya Yoshito, teman yang selalu mengerjakan misi bersama dengan Kwang Zu. Semua tatapan kini beralih menatap Kwang Zu meminta penjelasan apa yang ingin ia bicarakan dan alasan mengapa ia menolak misi untuknya sendiri. "Aku sudah tidak ingin melakukan pekerjaan ini. Aku tidak mau, ada seseorang yang harus kujaga sekarang. Aku tak mau ia mendapat masalah karena pekerjaanku ini, kemarin seseorang itu memberikan aku kesadaran. Sesuatu hal yang seharusnya aku kerjakan sejak dulu. Tapi kini aku sudah sadar. Dan rasanya aku tidak mau mengulur-ngulur waktu lagi" tuturnya seraya mengepalkan tangan kuat. Ia teringat ketika memandikan Zin anak itu telah menanamkan perasaan damai. Perasaan yang sudah sangat lama Kwang Zu gadaikan untuk pekerjaan haramnya itu. Tapi seiring bertambahnya usia ia seakan haus dengan hal tersebut. Pengakuannya ini tentunya sukses membuat semua orang terkejut. Yoshito tertawa, ia menepuk pelan bahu Kwang Zu. "Kawan, candaanmu ini tidaklah lucu. Ada apa denganmu sampai harus bercanda seperti ini? Apakah kau sedang ingin mengerjai kami?" tanyanya kemudian melanjutkan tawa meremehkn Bukannya menjawab Kwang Zu malah terdiam membisu menundukan kepala dan itu berhasil membuat Yoshito membelalakkan matanya tak percaya. "Kau serius dengan perkataanmu? Tapi mengapa?" tanya ia tak mengerti. "Kau tahu bukan jika isteriku telah tiada ketika melahirkan anak pertama kami, aku tak mau masa depan anakku menjadi terancam karena pekerjaan ayahnya sendiri," tuturnya. "Tapi apa kau harus keluar? Memangnya itu menjamin keselamatan anakmu?" tanya Yoshito lagi memastikan jika pendengaran ia salah. "Ini lebih baik karena aku bisa menjaga anakku lebih tenang. Aku tak mau kebahagiaan kecilnya hancur, aku sudah berpikir dengan matang mengenai keputusan ini. Aku ... Aku akan segera keluar," balas Kwang Zu yakin. Yoshito tersenyum sinis, kedua tangannya bertumpuk di dadanya yang bidang, lalu kedua mata Yoshito menajam menatap Kwang Zu. "Ck, memangnya kau bisa selamat setelah ratusan target yang kau bunuh saat keluar? Apa kau tidak me ...." "CUKUP!" Teriakan seseorang berhasil membuat Yoshito terdiam tak melanjutkan ucapannya. Suara itu berasal dari Carlos, pemimpin mereka. Sedari tadi Carlos hanya menyaksikan kedua anggota mafianya yang bertengkar tak jelas di depannya sendiri. Kedua matanya menatap Kwang Zu yang terdiam membisu. Melihat hal itu membuat Carlos yakin jika Kwang Zu tak main-main dengan keputusannya untuk keluar. Yoshito hanya bisa meringis dan terdiam karena Carlos sudah berbicara, ia tak bisa memarahi Kwang Zu atas keputusannya itu. "Apa kau yakin dengan keputusanmu?" Carlos menatap Kwang Zu di depannya dan dibalas dengan anggukan Kwang Zu sendiri. "Aku yakin dengan keputusanku, tak ada yang bisa menghalanginya siapa pun itu," balasnya dengan menekankan kalimat terakhir. Carlos tersenyum miris, ia berdiri dari duduknya. Kedua tangan ia lipat dan simpan didada. "Pengecut!" hardiknya. Semua orang terdiam, mereka terkejut mendengar hinaan yang dilontarkan Carlos kepada Kwang Zu. Tak pernah sekali pun Carlos menghina Kwang Zu karena kinerja dan hasil yang dilakukan oleh Kwang Zu selalu memuaskan Carlos. Tetapi sekarang Carlos bahkan mengatai Kwang Zu 'pengecut' hanya karena keputusannya untuk berhenti. Kwang Zu mengepalkan tangannya geram, ia tak terima jika Carlos menghina dirinya. Dengan kuat ia menggebrak meja hingga menimbulkan suara kencang dan memecah keheningan. "Apa yang kau katakan?!" tanya Kwang Zu geram. Carlos tersenyum smirk, "Kau pengecut, kabur dari tugasmu. Bukankah yang sering melakukan seperti itu adalah seorang pengecut hm?" tanya ia balik. Kwang Zu menarik napas gusar, matanya menatap tajam Carlos yang tampak santai berbicara itu. "Apa?" "Kau tidak mendengarnya? Apakah anakmu sudah membuatmu tak bisa mendengar kembali!?" ucap Carlos sambil tersenyum merendahkan. Kwang Zu semakin geram mendengar anaknya dibawa dalam masalah ini, "Kau ingin menjadi targetku selanjutnya?" Carlos yang mendengar hal itu hanya tersenyum meremehkan menatap balik Kwang Zu. Tak ada ketakutan di matanya, lagi pula Carlos tahu jika Kwang Zu ini tak pernah melupakan jasa seseorang, terlebih padanya. Ingin sekali ia menghabisi Carlos segera, tetapi mengingat jika ia datang kemari hanya untuk berpamitan tanpa membuat masalah dengan siapa pun. Membuat Kwang Zu harus bisa menahan segala emosinya. Ia lebih baik keluar dari ruangan panas ini. "Itu saja yang ingin ku sampaikan, dan jangan mencariku lagi," sungut Kwang Zu lalu bergegas pergi keluar. Namun, suara seseorang berhasil menahannya pergi. "Kau yakin dengan keputusanmu? Kau tak bisa lari dariku Lee Kwang Zu. Kau sudah ditakdirkan untuk bersama dengan kami. Jika kau melawan takdir, kau tahu betul konsekuensinya bukan?" tanya Carlos yang masih mempertahankan senyum sinis itu. Kwang Zu tersenyum meremehkan, ia melirik ke belakang tubuhnya. "Terserah apa katamu, itu bukan masalah besar bagiku." Setelah mengatakan hal itu Kwang Zu bergegas keluar, tak lupa ia menutup pintu dengan membantingnya hingga menimbulkan suara nyaring. Carlos tersenyum, "Kau sudah salah dengan keputusanmu, maka bersiap-siaplah senjatamu sendiri menjadi alasan kematianmu Kwang Zu," bisiknya. Yoshito dan yang lainnya hanya bisa terdiam pasrah. Sungguh mereka sangat kecewa dengan keputusan Kwang Zu untuk keluar. Memang, Kwang Zu mungkin terpukul dengan kematian isterinya itu. Tetapi mengapa dia harus keluar? Lagi pula dengan keluarnya Kwang Zu tidak membebaskan ia dalam incaran kematian tertuju untuknya. Keputusan yang diambik Kwang Zu malah merugikan diri sendiri. Tak ada kebahagiaan yang akan didapat oleh Kwang Zu karena keputusan konyol itu menurut Yoshito. "Sepertinya misi ini akan ditunda, sesuatu harus kita selesaikan," ujar Carlos tiba-tiba membuat semua tersadar dari lamunannya. Yoshito menatap Carlos, ia tahu betul sifat tuan warga benua Eropa itu. Apalagi kalau bukan sombong dan angkuh. Carlos akan melakukan semua hal demi mendapatkan kepuasan hatinya sendiri. Ia tak akan mempedulikan jika itu adalah teman dekatnya sendiri yang menjadi korban kekejamannya. Ia sedikit meringis saat dulu Carlos dengan penuh kebencian membunuh bos mereka sendiri hanya demi sebuah pangkat dan kekuasaan. Sifatnya menjadi lebih kejam dan dengan tanpa ampun menyiksa targetnya sendiri. Yoshito berpikir jika Kwang Zu tidak akan bisa selamat dari incaran Carlos. Aku harus membujuk Kwang Zu untuk kembali, jika tidak dia akan mati di tangannya Carlos, batinnya berucap. "Aku akan menyelesaikan sesuatu, kalian lakukanlah pekerjaan ini dengan baik. Jangan pedulikan Kwang Zu, ia biar aku saja yang mengurusnya," ucap Carlos yang langsung diangguki oleh para anak buahnya. Semua orang bergegas keluar dan mulai menjalankan misi mereka. Dan tinggalah Carlos di dalam sendirian. Ia menggertakan giginya kesal, "Kwang Zu aku akan melenyapkanmu," ucapnya sendiri. Ia begitu kesal dan tak terima dengan keputusan Kwang Zu yang menurutnya tak masuk akal. Bagaimana ia meninggalkan pekerjaan yang sudah menjadi belahan jiwanya sendiri hanya demi seorang anak. *** Yoshito pergi ke kediaman Kwang Zu sebelum memulai misinya. Ia ingin menyadarkan temannya untuk tidak membelok dari kebiasaan hidupnya sendiri. Dan Yoshito tak mau jika Kwang Zu menjadi musuh Carlos yang sudah seperti keluarga. Ia tak mau hubungan yang telah terjalin lama menjadi kandas hanya karena egois masing-masing. Sesampainya di rumah Kwang Zu, Yoshito segera masuk tanpa mengetuknya terlebih dahulu. Ia harus segera menyampaikan pesan ini sebelum Carlos datang kemari. Yoshito melihat Kwang Zu tengah menggendong anaknya dan menatap bingung Yoshito. "Apa yang kau lakukan di sini?" tanyanya bingung. Yoshito segera mendekat, "Kau harus kembali ke kehidupan kelammu lagi Kwang Zu," ujarnya sambil menarik lengan Kwang Zu begitu putus asa. Sesaat saja Kwang Zu menghempaskan tangan tersebut Kwang Zu dengan cepat menolak, "Tidak! Aku tak akan kembali pada kehidupanku yang begitu pekat itu, sudah terlalu lama aku menjadi mafia. Aku tak mau menghancurkan masa depan anakku demi ego sendiri," balasnya bersikeras. Yoshito berdecak kesal, ia tak habis pikir dengan pemikiran temannya. Apa Kwang Zu sudah gila? Memutuskan sesuatu yang salah seperti ini. "Aku tidak ingin hubungan kalian menjadi hancur karena perasaan egois masing-masing! Dengarkan aku Kwang Zu, pergilah bersamaku dan jangan pernah berpikir untuk keluar dari pekerjaan ini," bujuknya sekali lagi dan tetap saja hasilnya nihil. "Tidak! Aku tidak akan kembali lagi, kau pergilah dari sini!" usir Kwang Zu. "Kau jangan ke ...." Belum habis Yoshito berbicara seseorang berhasil masuk ke dalam rumah Kwang Zu dengan cukup keras membuka pintunya. Orang itu adalah Carlos, dia beserta kedua pria di belakangnya yang tak dikenal menatap Yoshito dan Kwang Zu datar. "Wah, wah ternyata ada Yoshito di sini. Apa kau juga ingin keluar seperti Kwang Zu?" tanyanya pada Yoshito yang langsung terdiam tak mampu berkutik. Carlos tersenyum, "Kalau tidak mengapa kau ada di sini? Bukankah aku menyuruhmu untuk menyelesaikan misi hari ini?" Yoshito terdiam, ia menatap Kwang Zu yang mengangguk memberi isyarat Yoshito agar pergi dari sana. Yoshito hanya bisa mengangguk pasrah, ia tak bisa berbuat banyak. Ia juga menyayangi dirinya sendiri yang tak mau terlibat masalah dengan pria licik seperti Carlos. Namun, ia juga tak mau jika Kwang Zu harus berurusan dengan Carlos, rekan kerja yang memiliki kuasa jauh diatas mereka-semua itu terjadi karna Carlos adalah laki-laki yang berobsesi tinggi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD