2. Gadis Yang Berwajah Teduh

1039 Words
Senin adalah hari yang sibuk untuk semua orang. Tak terkecuali untuk Daniel. Bangun tepat saat jam menunjuk ke angka enam pagi. Beberapa kali terlihat masih menggeliat dan semenit kemudian dengan cepat Daniel meraih handuk lalu melesat ke dalam kamar mandi. Tidak butuh waktu lama, hanya sekitar lima belas menit saat Digo keluar dengan tubuh basah dan handuk melilit di pinggangnya. Mengambil kemeja di lemari dan besiap. Seusai bersiap lelaki itu bergegas mengambil untaian kalung dengan bandul salip.di tengahnya. Daniel pun memulai memanjatkan doa rosario, mengucap salam Maria sebanyak 10 kali sebagai penutup doanya senin pagi ini. "Pagi Omah," sapa Danel pada perempuan baya yang telah berumur kemudian mengecup kedua pipinya. "Pagi Sayang. Sarapan dulu Roland" titah perempuan yang dipanggil omah itu. Omah Anita satu-satunya yang masih Daniel miliki di dunia ini. Setelah kedua orangtuanya pergi untuk selamanya saat Daniel masih bayi. Anita memang sudah terbiasa memanggil Daniel dengan sebutan 'Roland' dari dia kecil. Nama yang selalu mengingatkan Anita pada putra satu-satunya 'Federick Roland' yang tak lain adalah ayah dari Digo. "Digo buru-buru, sarapan di kantor saja ya Omah. Daniel berangkat ya," pamit Daniel kembali mencium pipi sang Omah. Menyampir jas di bahu kanannya dan melesat melajukan mobilnya menuju jalanan yang mulai dipadati oleh kendaraan. Tidak sampai satu jam mobil yang dikendarai Daniel memasuki pelataran kantor tempatnya bekerja. PT. Roland Angkasa perusahan yang bergerak.di bidang pembangun dan kontruksi. Daniel Rolandigo menjabat sebagai Direktur utama di sana. Usia yang masih terbilang muda untuk menduduki jabatan itu. 28 tahun umur Daniel sekarang dan dia sudah mulai bekerja di perusahan milik almarhum ayahnya itu sejak masih di bangku kuliah. Melangkah masuk menuju ruangannya senyum Daniel tak pernah lepas dari wajah saat para karyawan menyapa. Atasan yang ramah dan murah senyum. Begitu mungkin batin para pegawainya. "Pagi Pak Bos," sapa suara yang tak asing bagi Daniel. "Pagi Di." Diana, sahabat sekaligus merangkap sekretaris Daniel. "Oh iya Di. Seperti biasa ya," ucap Daniel lagi sebelum memasuki ruangannya. "Siap Pak Bos!" Diana paham apa yang dimaksud bosnya itu dengan kata 'seperti biasanya' itu adalah pesanan Daniel untuk sarapan, secangkir kopi dan setangkup roti isi selai. Diana hapal betul kebiasaan sahabatnya itu. Pasti jika sedang buru-buru begini Daniel tak akan sempat sarapan dirumah. Dan begitu sampai di kantor Diana akan langsung menuju pantry untuk membuatkan pesanan Daniel. Sebagai seorang sekretaris profesional tugas Diana adalah membantu Daniel yang merupakan pimpinan di perusahan itu. dalam melaksanakan pekerjaan-pekerjaan teknis, tetapi cukup penting artinya bagi pimpinan. Seorang pimpinan akan sangat memerlukan bantuan sekretaris dalam melaksanakan pekerjaan-pekerjaan kantor seperti menerima tamu, menerima telepon, mengambil dikte dan melatinkan, menyimpan surat-surat, tapi selain itu Diana juga sudah terbiasa membawakan Daniel sarapan dan secangkir kopi meskipun itu adalah tugasanya para OB. Persahabatan antara Daniel dan Diana memang sangat kental sekali. Sejak duduk di bangku putih biru mereka sudah berteman. Apalagi saat Diana aktiv dalam kegiatan kerohanian di Gereja. Daniel pun mengikuti jejak Diana dengan mendaftar sebagi lektor di salah satu Gereja tempatnya beribadat. "Jadwal hari ini kemana Di?" tanya Daniel yang tengah menikmati roti serta kopinya. "Meeting dengan perwakilan dari PT. Hasanah, Pak." sahut Diana yang tengah fokus pada layar pipih di tangannya guna mengecek lagi jadwal Daniel pagi ini. "Selain itu Di?" "Nggak ada. Free." "Bagus. Jenuh gue Di, pengen pulang cepat." timpal Daniel tapi kali ini dia tidak menggunakan bahasa formal layaknya atasan dan pegawainya. Melainkan bahasa sehari-hari sebagai sahabat. "Makanya cari pacar sono Pak. Biar nggak free mulu, alias freehatin. Kasihan gue sama lo, Dan." "Kasihan kenapa?" "Tampang juga nggak jelek-jelek amat. Bisa dibilang ya,  lumayan lah, tapi lo jones. Jomblo ngenes," cerca Diana menggoda Daniel. "Sialan lo Di! Kayak lo nggak aja." "Eeits..! Nggak sama ya. Gue udah ada calonnya." Protes Diana tak terima. "Ngehalu! Siapa calon lo?" "Nanti gue kenalin kalau udah tiba waktunya. Oke Pak Bos, mari bersiap karena sebentar lagi meeting dimulai." Daniel serta Diana memasuki mobil kantor yang akan membawa mereka ke hotel tempat diadakannya meeting. Meeting kali ini memang sengaja mengambil tempat di sebuah restoran di hotel. Meeting adalah suatu pertemuan atau persidangan yang diselenggarakan oleh kelompok orang yang tergabung dalam asosiasi, perkumpulan atau perserikatan dengan tujuan mengembangkan profesionalisme, peningkatan sumber daya manusia, menggalang kerja sama anggota dan pengurus. Dan meeting kali ini perusahan Daniel akan membahas kontrak kerjasama yang akan dilaksanakan dengan PT. Hasanah, salah satu perusahaan yang bergerak di bidang penyuplaian bahan kontruksi bangunan. "Lama banget sih Di? Mana perwakilan dari PT. Hasanah?" Daniel sepertinya tidak sabaran jika harus menunggu. Sudah hampir lewat tiga puluh menit mereka di sana tapi belum ada tanda-tanda wakil dari perusahaan yang akan meeting bersama mereka hari ini hadir disitu. "Sabar Bos," timpal Diana. Daniel mendengkus kesal. Tidak pernah seperti ini. Baru kali ini ada orang yang membuatnya menunggu. "Lima belas menit lagi nggak datang. Kita cabut dari sini Di," ujar Daniel dengan nada tegasnya. Diana cuma mengangguk pelan. Gadis itu tahu betul jika sudah berbicara dengan nada yang tegas itu artinya Digo tak mau dibantah. Berkali melirik jam di pergelangan tangan serta membuang napasnya kasar. Digo benci menunggu. Buat dia menunggu adalah hal yang paling membosankan. "Fine! Lima belas menit sudah lewat. Kita pergi sekarang Di," titah Daniel pada Diana. Tapi baru akan mengangkat tubuhnya dari kursi, tiba-tiba seseorang datang menghampiri mereka dengan napas memburu dan ngos-ngosan. "Maaf Pak. Saya terlambat, tadi kejebak macet di jalan." ucapnya masih dengan napas tersengal. 'Alasan klasik!' batin Daniel, tapi saat tatapannya menoleh pada seseorang yang baru hadir itu. Sejenak pandangan mata Daniel terkunci padanya. Perempuan muda dengan balutan celana bahan yang longgar serta blus kemeja dan hijab membungkus tubuh jenjang dan rambutnya.  Daniel yang sudah ancang-ancang ingin memaki orang tersebut urung dilakukannya. Dan saat matanya beradu pandang dengan bola mata si gadis berhijaab itu, seketika juga tatapan Daniel melembut. Bahkan kini tiba-tiba saja Daniel merasa gugup sendiri. Wajahnya begitu teduh sekali, mendamaikan siapa saja yang memandangnya. 'Ya Tuhan, siapa gadis di depanku ini. Bisa-bisanya aku merasa takjub dengan penampilannya.' gumam Daniel dalam hati. "Pak,maaf sekali lagi. Bisa kita mulai sekarang meetingnya?" ucap gadis itu lagi dan membuyarkan angan Daniel tentang gadis yang tengah berbicara padanya itu. "Ah, iya kita mulai sekarang saja." sahut Daniel diiringi senyumnya. Diana hanya menggelengkan kepala melihat perubahan sikap pak Bos nya itu. Tadi saja mengumpat dan marah-marah. Tapi sekarang malah senyam-senyum tak jelas. Batin Diana. #####
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD