Juu San

871 Words
Seperti ucapan Agam tempo hari, saat ini mereka berdua tengah berada dalam perjalanan bisnis bersama. Via beberapa kali meneguk ludah saat harus menyaksikan Agam yang semakin ganteng itu, gimana gak neguk ludah kalau Agam hanya mengenakan kaus transparan yang mencetak jelas tubuhnya ditambah jarak mereka yang hanya berpaut beberapa jengkal itu. Kalo gini ... Agam kok kelihatan gantengnya, ya. "Kamu tunggu di sini, saya mau reservasi kamar dulu!" Via hanya mengangguk mendengar perintah Agam itu, Agam dengan santai berjalan ke arah resepsionis lalu membicarakan sesuatu yang tidak bisa didengar oleh Via. Saat ini mereka berdua tengah berada di hotel di wilayah Bandung, hotel yang mereka datangi sudah bisa Via tebak kalau ini adalah hotel bintang 5. Yah Via sih tidak terlalu peduli lagian kan yang bayar biaya kamarnya Agam bukan dirinya. Via hanya oke oke wae. "Ayo!" ajak Agam setelah sampai di hadapan Via, sambil menyeret koper miliknya Via sesekali menatap punggung Agam yang berada di depannya itu. Tiba-tiba Via jadi memikirkan wanita yang akan mendapatkan Agam nanti, yang bagaimana ya dia? Pasti sekelas selebriti atau model papan atas, tebak nya. Karena meskipun Agam ini bukan artis atau public figure, tapi dia merupakan pengusaha yang sangat sukses dengan wajah sekelas Sehun EXO. Siapa yang enggak mau sama dia coba? Langkah mereka berhenti di depan pintu kamar bernomor 402 itu, Via mengernyit saat Agam malah membuka pintu kamar itu tanpa berniat memberikan kunci kamarnya. "Pak!" Panggil Via saat mereka sudah berada di dalam kamar. Agam menoleh kearah Via, "Kenapa?" tanyanya langsung. Via menggaruk tengkuknya tidak enak, sungkan aslinya harus bertanya seperti ini. "kunci kamar saya mana ya, Pak?" Agam mengernyit awalnya namun setelah itu mengangguk ngangguk pelan. "Karena ini hari weekend jadinya semua kamar sudah di reservasi," Tunggu-tunggu! "Maksud Bapak?" Via langsung menghadap ke arah Agam cepat. Agam memutar kunci kamar yang berada di tangannya itu dengan santai, "ya gitu, kita cuma dapat 1 kamar jadinya-" "Kita sekamar gitu, Pak?!" potong Via tidak santai. Agam mendudukkan bokongnya di sofa empuk yang berada di tengah kamar itu lalu menatap Via yang sudah kembang kempis di tempatnya itu dengan santai. "Ya mau gimana lagi. Terpaksa kita harus satu kamar." "Yang bener aja, Pak!" Via langsung menjatuhkan pegangan koper yang ada di tangannya, "saya bakal cari penginapan lain di sekitar sini kalau begitu." tanpa berniat ingin berdebat lebih panjang Via pun langsung memutar tubuhnya. "Mau ke mana kamu?" Via menghentikan langkahnya lalu menatap nyalang ke arah Agam. "ya pergi lah Pak, masa kita mau tidur sekamar!" Agam menghela nafas pelan, semua ini bukan semata-mata akal bulus Agam, tapi memang kenyataannya mereka benar-benar kehabisan kamar. "Bukannya tadi kamu sudah lihat, di sekitar sini tidak ada penginapan dan kalaupun ada kata resepsionis tadi juga reservasinya bakal penuh seperti hotel ini karena kebetulan ini hari libur juga." Ya benar, Agam tadi sudah menanyakan kepada resepsionis soal penginapan lain yang bisa dia datangi namun memang tidak ada dan mereka mendapatkan 1 kamar ini pun sudah termasuk beruntung. Sendi yang ada di kaki Via seolah menjadi Jelly seketika, Via langsung terduduk dramatis di lantai. Agam yang melihatnya pun tersenyum tipis. "Kamu santai saja, saya bukan pria bajingan." Santai sekali Agam mengatakannya HA, yang menjadi pokok permasalahannya disini adalah Via yang harus sekamar dengan Agam. ltu artinya dia akan menyaksikan Agam makan, tidur, dan... nake- SUDAHLAH! Via sudah tidak bisa melanjutkan, membayangkanya saja sesulit ini lalu bagaimana saat benar terjadi. Agam yang melihat keterdiaman Via pun mendesah pelan, "kamu lihat ranjang itu, kan?" Via langsung menoleh pada ranjang yang ukurannya sangat besar itu, mungkin bisa untuk menampung 4 orang. Agam lalu beranjak menuju ranjang itu dan mengambil bantal guling untuk dia letakkan di tengah-tengah nya. "Sudah saya batasi, kamu tidur di sebelah kiri saya di sebelah kanan. Selesai kan!" Via melongo seketika, Agam kira mereka masih bocah apa, HAH?! Gila aja Agam batasin tempat tidur cuma pakai bantal guling doang, pengen Via timpuk beneran tuh orang! "Ya sudah lah! Terima saja, lagian kan kita cuma 3 hari di sini." "Cuma kata Bapak?!" Via dengan tidak santai berdiri dan berjalan ke arah ranjang besar itu juga. "3 hari tuh lama banget Pak! Bapak bisa bayangin nggak sih kalau kita sekamar selama tiga hari?!" "Saya harus bayangin apa?" Agam dengan santai bertanya seperti itu. "Bodo amat lah pak! Terserah Bapak!" Via sudah kesel banget, dia lebih memilih untuk melepaskan high heels yang ada di kakinya itu. Lebih baik dirinya mandi daripada memikirkan Agam yang sepertinya makin hari makin edan itu. "Ternyata tinggi kamu itu kotor yha." Via menoleh sinis, "maksud Bapak?" Agam menunjuk high heels Via dengan dagunya. "Tuh, high heels kamu aja tingginya 5 cm sendiri. Saya tebak tinggi kamu cuma 155 cm." Via berkedip tidak tau harus menyahut apa. Bosnya ini kok jadi .... lemes banget gini, yha! "Trus hubunganya sama Bapak itu apa, WHAT PAK?!" Via langsung menjerit-jerit gemas. Ga peka apa Agam kalau Via itu lagi PMS, ngajakin tawur mulu daritadi. VIA EDAN BENERAN LOH INI! Agam malah terkekeh pelan melihat ekspresi berlebihan itu, bahkan matanya sampai menyipit-nyipit. "Yasudah kamu mandi sana!" Agam malah mengibaskan tanganya di depan Via dengan santai. Via mendengus kasar lalu beringsut menuju kamar mandi yang berada di belakang, namun saat hendak menyentuh handle pintu suara Agam berhasil menghentikanya. "Pembalut kamu ketinggalan, tuh." ***** TBC.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD