Bab 11 Aku Turut Berdoa Untuk Kebahagiaanmu

1190 Words
Sejak makan malam waktu itu, Hanna tidak pernah bertemu lagi dengan pak Ronald. Pernah sekali kakeknya menyinggung tentang pria itu, saat berbicara tentang rencana proyek yang sedang mereka persiapkan. “Pak Ronald itu orang pintar. Dia menjadi CEO sejak usianya baru menginjak dua puluh dua tahun. Nah, Opa berharap kamu bisa belajar banyak dari dia, karena itu Opa ingin melibatkan kamu dalam proyek itu.” Hanna jadi mengerti tujuan kakek melibatkan dirinya. Dia merasa lega dan tidak keberatan demi mendapatkan banyak pengalaman. Alasan itulah yang membuat Hanna semangat dan tidak segan-segan melakukan banyak pekerjaan. Seperti siang itu, Hanna diajak oleh teman-teman dari divisi perencanaan untuk melakukan survey lapangan. Mereka mengunjungi kawasan pertanian yang sangat luas di kaki gunung Mahawu, di kota Tomohon. Mereka sedang mengembangkan pertanian lobak dan timun organik untuk diekspor ke Jepang. Hanna mengikuti teman-temannya dengan antusias. Melihat bagaimana seorang petani bisa menjadi kaya raya hanya dengan menanam lobak dan timun, Hanna mendapat inspirasi untuk mengembangkan usaha keluarga mereka memasuki bidang pertanian. Kenapa tidak? Menurutnya usaha yang paling tidak ada matinya adalah usaha yang berhubungan dengan makanan. Usaha konstruksi dan sandang bisa terbatas masanya. Tapi usaha dalam bidang makanan lebih menguntungkan secara jangka panjang karena semua orang hidup butuh makanan. Hanna akan mencari kesempatan untuk mendiskusikan ini dengan kakek. Ketika Hanna sedang memikirkan kemungkinan itu, kakeknya menelpon. "Ya, Opa.." Hanna menjawab dengan suara ceria, padahal saat itu wajahnya sedang bersimbah keringat, karena cuaca yang sangat panas. Bahkan kota Tomohon yang terkenal dengan udara sejuknya telah menjadi demikian gerah. "Sebentar malam temani Opa ke pesta seorang relasi bisnis." Itu bukan permintaan tapi perintah. Hanna mengerucutkan bibirnya sesaat sebelum menjawab. Dia ingat undangan acara yang kakek maksud. Waktu itu dia yang menerima undangan itu saat diantar ke rumah. "Hari ini aku dapat tugas survey lapangan, Opa. Rasanya pasti akan capek sekali. Apa tidak bisa kalau Opa sendiri saja yang pergi?" "Tidak. Opa mau kamu ikut." Suara kakeknya tak bisa dibantah. Dan setelah mengucapkan itu kakeknya menutup telepon. 'Aaah! Opa ada-ada saja.' Hanna menghembuskan napas kesal. Kenapa dia harus mendampingi kakek? Itu kan pesta hari ulang tahun emas, bukan pesta sederhana yang bisa dihadiri oleh banyak pria dan wanita seusianya. Bisa dibayangkan betapa membosankannya acara yang para tamunya sebagian besar pengusaha senior yang hanya akan membicarakan bisnis, bisnis dan bisnis terus. Mau tidak mau Hanna akhirnya menuruti perintah kakeknya. Sesampai di rumah, dia menemukan gaun pesta yang cantik tanpa banyak aksesoris di atas tempat tidurnya. Warnanya hijau toska. Dan di lantai samping tempat tidur ada sepatu high heels tali bertabur permata dengan warna senada dengan gaunnya. Hannah terpana takjub. Namun semua itu belum cukup. Di meja riasnya tergeletak kotak perhiasan yang isinya satu set perhiasan berlian yang pasti akan membuat penampilan Hanna semakin sempurna. Sepertinya kakek telah berusaha keras menyiapkan ini untuknya. Hanna tersenyum bahagia. Dia terharu dengan perhatian kakek. Hanna akhirnya mulai antusias untuk menghadiri pesta itu. Dia lalu memutuskan untuk mencoba mengenakan semua perlengkapan itu. Hasilnya, gaun itu melekat sempurna di tubuhnya. Terlihat sangat cantik. Sepatunya juga sangat pas di kakinya. Dan perhiasannya benar-benar membuat penampilan Hanna yang terpantul di cermin terlihat sangat cantik. Wow. Hanna jadi tambah semangat untuk pergi ke pesta. Ini lebih dari persiapan yang dia lakukan waktu menghadiri pesta pernikahan Edward. Waktu itu Hanna mempersiapkan semuanya sendirian, hanya memilih gaun dan sepatu yang sudah tersedia di lemari. Tapi kali ini sepertinya kakek menggunakan jasa seorang penata busana dan kecantikan profesional. Dugaan Hanna tidak meleset, karena tepat jam enam sore, seorang makeup artis dibawa masuk ke kamarnya. Hanna pun disulap menjadi seorang gadis yang sangat cantik. Hanna memilih make up nude, sehingga warna kulit aslinya yang cerah tetap hidup. Akhirnya Hanna menghadiri pesta itu bersama kakeknya dengan perasaan bahagia. Itu adalah pesta perayaan hari ulang tahun pernikahan emas seorang pengusaha sukses di Manado. Pestanya sangat megah dan meriah. Kesan itu sudah terlihat sejak Hanna bersama kakek turun dari mobil. Kakeknya melangkah memasuki ruang pesta sambil tangan kirinya menggamit tangan Hanna. Para tamu undangan yang terlihat antusias menyalami kakek dengan sorot mata penuh tanya. Tapi kakek hanya membalas jabatan tangan mereka sambil tersenyum. Sebelumnya Hanna berpikir kalau kakek mungkin akan mengenalkan dirinya sebagai cucunya kepada teman-temannya, tetapi kakek hanya menanggapi setiap pertanyaan dengan senyum. Kakek kan sudah berjanji akan membuat pesta dalam rangka memperkenalkan Hanna ke publik. Jadi Hanna mengikuti langkah kakek dengan tenang sambil sesekali membalas sapaan orang-orang yang menyalami kakeknya. Saat menikmati sajian makanan dan minuman, kakek sibuk ngobrol dengan teman-temannya soal bisnis. Hanna jadi bosan, jadi dia memilih menjauh dan menikmati salad sayur yang dia pilih sebagai menu makan malamnya di tempat yang tidak cukup ramai. Hanna sedang melangkah menuju ke pojok ruangan itu ketika seseorang menahan pergelangan tangannya sambil memanggil namanya. "Hanna!" Seketika tubuh Hanna membeku. Itu suara Edward. Dengan tubuh kaku Hanna berbalik dan tatapannya bertemu dengan mata kelam Edward. Untuk pertama kalinya Hanna kembali bertemu dengan pria itu setelah pesta pernikahannya dengan Sheila yang menghebohkan jagat maya. Melihatnya berdiri di depannya dalam jarak dekat seperti itu, tiba-tiba membayang kembali dalam benak Hanna senyum bahagia Edward di pesta pernikahannya. Seketika semua rasa sakit itu kembali meremas dadanya. "Tidak baik seorang pria yang sudah menikah memegang tangan perempuan lain," Hanna berkata dingin sambil berusaha melepaskan tangannya. Tapi genggaman Edward begitu kuat. Pria itu malah memperkuat genggamannya hingga tangan Hanna terasa sakit. "Aku ingin menjelaskan semuanya padamu, Han." "Tidak perlu menjelaskan apa pun, Ed. Kamu sudah menikahi Sheila. Jalani saja kehidupan pernikahan kalian. Aku berharap kalian bahagia." Hanna berkata pelan sambil berusaha menekan rasa sakit di dadanya dengan mencoba tersenyum, walaupun senyumnya terkesan dipaksakan. "Aku minta maaf, Hanna. Aku.." Edward menatap Hanna lembut dan penuh rasa penyesalan. Hanna benci melihat tatapan lembut itu karena sama sekali bukan rasa hangat yang dia dapatkan tapi hujaman ribuan jarum yang terasa sangat menyakitkan. "Sudahlah, Ed. Jangan kotori kebahagiaanmu dengan penyesalan. Kamu sudah memilih Sheila karena dia yang terbaik dalam pandanganmu. Jadi, Sheila pasti akan membuat kamu menjadi pria paling bahagia di dunia." Kata-kata yang Hanna ucapkan kemudian penuh dengan sarkasme, dan dia memutuskan untuk menambahkan senyum palsu diujung kalimatnya. Percuma bersikap jujur di hadapan Edward, dengan semua kepalsuannya. Edward memejamkan matanya. Telapak tangannya yang masih menggenggam pergelangan tangan Hanna terasa dingin. Setelah beberapa menit berlalu tanpa komentar dari Edward, Hanna kembali berkata, "Aku turut berdoa untuk kebahagiaanmu. Seperti yang aku lihat malam itu, kamu sangat bahagia saat bersanding dengan Sheila. Kalian memang pasangan yang diciptakan secara khusus untuk bersama." Senyum Hannah pun semakin cerah. "Jadi kamu mengambil kesimpulan sendiri hanya dengan melihat apa yang terjadi malam itu?" Mata Edward terlihat gelisah dan wajahnya tiba-tiba berkeringat. "Ya. Semua sudah jelas kan? Memangnya masih ada yang kamu sembunyikan? Oh ya, tolong lepaskan tanganku, Ed. Ingat kamu seorang pria beristri. Bagaimana kalau ada orang yang melihat kita seperti ini? Ini pasti..." "Aku tidak peduli. Kamu harus mendengar penjelasanku dulu, Hanna.." Hanna memutar bola matanya. Pria ini mulai menguras kesabarannya. Hanna baru saja akan kembali membuka mulutnya ketika tiba-tiba mereka dikejutkan oleh suara melengking Sheila. "Edward! Hanna! Apa yang kalian lakukan?" Hanna tersenyum malas. "Seperti yang kamu lihat. Kami tidak melakukan apa-apa. Edward hanya ngotot ingin menjelaskan sesuatu yang tidak penting." Hanna merasakan genggaman jari-jari Edward di pergelangan tangannya perlahan-lahan terlepas.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD