Bab 9 Pertemuan Pertama

1286 Words
Hanna berharap proses selama satu tahun ini boleh berjalan lancar. Karena itu sekalipun ada beberapa orang karyawan yang bersikap buruk, Hanna tetap berusaha menjaga sikap dan kata-katanya agar tidak menimbulkan konflik. Yang paling Hanna tidak inginkan adalah sanksi teguran tertulis yang tentu saja akan sangat mempengaruhi penilaian kinerjanya. Dia juga sebagai karyawan baru pasti juga masih berada di bawah pengawasan. Karena sesungguhnya mengikuti tahapan normal seorang pekerja, Hanna saat ini masih dalam masa-masa training. Demi menjaga segala sesuatunya tetap berjalan dengan semestinya, Hanna melakukan semua tanggung jawabnya dengan baik. Bahkan untuk mendapatkan lebih banyak pengalaman, Hanna tidak sega-segan membantu teman-teman yang dari divisi lain. Seperti siang itu, Hanna mendapat tugas membantu teman-teman dari divisi logistik melakukan pembenahan pembukuan karena ada beberapa masalah yang muncul setelah dilakukan audit internal. Hanna sampai keringatan bolak-balik gudang dan meja kerjanya. Ketika Hanna berhasil menemukan masalahnya, dia tersenyum lega. Benang kusut dalam laporan pembukuan logistik itu akhirnya dapat diurai. Nilai stok logistik dapat disinkronkan dengan jumlah logistik yang keluar dan jumlah stok masuk. Pekerjaan sederhana sebetulnya, tapi butuh konsentrasi tinggi dan kemampuan menghitung setiap angka dengan baik. Itu adalah makanan sehari-hari Hanna semasa kuliah. Jadi Hanna sudah terbiasa berhadapan dengan angka-angka. “Hanya kesalahan penginputan, Pak.” Kata Hanna pada manajer logistik yang datang menanyakan perkembangannya. “Terima kasih, Hanna. Saya tadi sudah hampir menyerah. Saya malah mulai berpikir ada yang sengaja bermain curang.” Hanna menggeleng sambil tersenyum. “Memang kalau tidak diperiksa dengan seksama, bisa menimbulkan kecurigaan seperti itu. Tapi semua baik-baik saja, Pak.” “Iya. Terima kasih sekali lagi, Hanna.” “Sama-sama, Pak. Saya akan rapikan dulu setelah itu print outnya akan saya serahkan.” Hanna baru saja akan duduk kembali di kursinya ketika ponsel yang ia taruh di laci meja kerjanya bergetar. Dia segera mengambil ponselnya dan melihat ID penelponnya. Dari kakeknya. “Ya, Opa.” Hanna menjawab pelan. Dia hanya sendirian jadi tidak perlu berpura-pura formal seperti biasanya. “Opa mau minta tolong, Han. Siang ini akan dilakukan penandatanganan kontrak dengan salah satu mitra kerja. Tapi dokumen kontrak itu ketinggalan di rumah. Boleh tolong ambilkan lalu langsung bawa ke kantor?” “Boleh sekali Opa. Tapi aku mau minta ijin dulu sama bos aku, Opa.” “Oke. Usahakan dipercepat ya!” “Siap, Opa.” Hanna segera naik sepeda motor butut itu setelah mendapat ijin bosnya. Sampai di rumah, Hanna langsung mencari dokumen itu di tempat yang kakek sebutkan. Ternyata dokumen itu masih tergeletak cantik di atas meja kerja kakeknya. Rupanya asisten kakek lupa memasukkannya ke dalam tas. Untuk mempersingkat waktu, Hanna segera pergi ke kantor kakeknya dengan menggunakan taxi online. Gedung kantor itu terlihat kokoh, terdiri dari delapan lantai. Bangunannya megah dan area parkirnya luas. Hanna terkagum-kagum melihatnya. Ini untuk pertama kalinya Hanna datang ke sini. Dia segera masuk dan disambut sapaan ramah petugas resepsionis. “Selamat siang. Ada yang bisa dibantu, Kak?” "Selamat siang. Saya Hanna, pengurus rumah tangga di rumah bapak Maranta." Hanna tersenyum dan menghampiri petugas di meja resepsionis yang menyapanya. "Oh ya. Langsung saja ke ruangan pak Maranta, Kak. Bapak sudah menunggu sejak tadi. Nanti diantar Satpam." "Baik. Terima kasih." Hanna mengikuti Satpam yang sudah menunggunya. Bersama-sama mereka naik lift. Kantor kakeknya rupanya berada di lantai enam. Hanna mengetuk pintu dan segera dipersilahkan masuk. Hanna tertegun sejenak di ambang pintu. Dia merasa tidak enak karena kakek ternyata tidak sendirian di kantornya. Kakek sedang bersama seorang pria yang memakai busana formal. Mungkin mitra bisnisnya. Mereka sedang berbincang-bincang sambil duduk di sofa. “Maaf, permisi.” Hanna berjalan menghampiri kakeknya sambil membungkuk. "Ini dokumennya, pak. Apakah ini dokumen yang bapak maksud?” Kakeknya membuka map itu dan sejenak memeriksa dokumen di dalamnya. Setelah itu dia tersenyum. “Benar. Ini dokumennya.” Syukurlah. Hanna tersenyum lega. ”Kira-kira masih ada yang perlu saya lakukan, Pak?" "Tidak. Terima Kasih. Nanti pulang diantar supir." "Baik, pak. Terima kasih. Kalau begitu saya permisi." Hanna menuruti karena segan pada kakeknya. Padahal dia enggan naik mobil mewah lagi. Kakeknya tersenyum sambil meraih telepon, memberi perintah pada supir untuk mengantar Hanna kembali ke rumah. Hanna segera keluar sambil tak lupa tersenyum dan membungkuk pada tamu kakeknya. Hanya untuk kesopanan saja. Tidak enak kalau hanya lewat begitu saja, seperti orang tidak beretika. Namun belum sempat Hanna menarik gagang pintu, kakeknya sudah kembali memanggilnya. “Hanna!” “Ya, Pak?” Hanna membalikkan tubuhnya kembali menghadap kedua pria itu. “Ini pak Ronald, mitra kerja saya dalam beberapa proyek besar yang akan dikerjakan tidak lama lagi. Saya mengundang beliau untuk makan malam di rumah sebentar. Jadi tolong kamu bantu persiapkan semuanya, ya. Pilih menu seafood yang paling enak. Pak Ronald ini penggemar berat makanan seafood.” “Oh ya?” Tak sadar Hanna tersenyum cerah. Ternyata ada juga orang kaya, CEO muda pula yang menggemari seafood. Dia senang sekali mendengarnya. Hanna tergoda untuk melihat wujud pria itu lebih seksama, tetapi karena malu dinilai lancang, dia hanya bisa melihatnya sekilas. Pria itu hanya tersenyum, tidak berbicara sepatah kata pun. Sejak tadi dia hanya duduk diam menyaksikan interaksi Hanna dan kakeknya. “Kalau begitu saya permisi, Pak. Selamat siang.” “Iya.” Kakeknya hanya mengangguk dan menjawab singkat. Hanna segera undur diri lalu buru-buru keluar dari ruangan itu. Dia akan terlambat kembali ke kantornya kalau berlama-lama di sini. "Ehemm. Sampai di mana kita tadi?" Kakek Hanna bertanya sambil menatap pria muda di depannya. Pandangan pria itu masih tertuju ke arah pintu padahal pintu itu sudah tertutup beberapa detik yang lalu. Segera pria itu mengalihkan pandangannya, terlihat sedikit salah tingkah. Kakek Hanna tersenyum samar. Mereka lalu kembali melanjutkan pembicaraan yang sudah mereka mulai tadi. Sementara Hanna, bergegas turun kembali ke lobby. Ketika keluar dari lift, dia melihat mobil mewah itu sudah menunggu di pintu depan. Hanna memutar bola matanya. Kakek ada-ada saja. Padahal dia sudah berusaha tidak lagi naik mobil itu untuk menghindari kecurigaan dan pertanyaan orang-orang. Tapi sudahlah. Kan bukan hal aneh Pengurus Rumah Tangga diantar-jemput mobil majikannya. Hanna pun melangkah enteng dan naik ke mobil dengan hati riang. Dia melihat jam tangannya. Sudah hampir jam dua siang. Dia memutuskan untuk langsung kembali ke kantor. Arah menuju kantor dan rumah berlawanan, jadi untuk menghemat waktu Hanna minta pak Supir untuk mengantarnya ke kantor dari pada ke rumah dengan risiko terlambat. Kalau tidak Hanna tidak akan bisa merampungkan tugasnya. Sementara dia tidak bisa lembur karena harus menyiapkan makan malam untuk pria itu. Dalam perjalanan ke kantor Hanna mencoba menyusun menu untuk makan malam sebentar dan mengirimnya kepada kakek untuk dikoreksi. [Opa, ini aku sudah mencoba menyusun menu untuk sebentar malam. Soup kepala ikan, udang saus tiram, ikan tuna bakar sambal matah, cumi goreng tepung dan tumis kangkung. Bagaimana, Opa setuju atau mau mengganti jenis masakan lain?] [Menunya sudah mantap. Tapi kamu lupa, atau memang kamu merencanakan kita makan semua lauk itu tanpa nasi, Han?] Hanna tertawa. Karena nasi selalu jadi menu utama, Hanna tidak lagi menuliskan itu di daftar menu yang ia buat. [Tetap pake nasi, Opa.] [Oke. Rasanya semua itu sudah cukup. Masak yang enak. Opa sudah tidak sabar ingin segera menikmati menu masakanmu itu.] [Oke. Baiklah, Opa.] Hanna lalu menelpon tante Rita, pelayan di rumah mereka untuk menyiapkan bahan-bahan yang nantinya akan dia masak. Tepat Hanna selesai memberikan instruksi, mereka sudah sampai di kantor. Hanna segera turun dan mengucapkan terima kasih pada pak supir. Setelah itu dia berlari masuk ke kantor. Dia terburu-buru karena dikejar waktu. “Ada yang baru bobo-bobo siang rupanya.” Salah satu dari dua burung beo itu berkomentar saat Hanna melewati meja kerja mereka. Dengan ekor matanya Hanna melihat nafas mereka agak memburu. Oh.. Mereka rupanya sudah mengintip kedatangannya tadi dan melihat Hanna turun dari lexus mewah itu. Hanna tidak peduli. Dia langsung berjalan menuju meja kerjanya, menarik kursi, segera duduk dan menghidupkan komputer.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD