Empat Mata

1059 Words
Alvin memutuskan untuk bertemu dengan Olivia di salah satu restoran yang berada di tengah pusat ibu kota Jakarta siang hari ini. Alvin yang masih tidak setuju dengan perjodohan sang papa setelah pertemuan kedua keluarga beberapa waktu yang lalu terus melakukan banyak cara agar perjodohan di antara dirinya dan wanita janda anak satu itu tidak bisa terjadi nanti. “Apa kamu bisa membatalkan rencana perjodohan ini?” tanya Alvin langsung ke sasaran tanpa basa basi sedikit pun setelah bertemu dengan Olivia. “Kenapa kamu tidak bilang sendiri saja ke orang tua kita? Kenapa harus aku?” Bukan menjawab apa yang diucapkan oleh Alvin. Namun Olivia melontarkan pertanyaan kembali kepada Alvin. Alvin berdecak kesal. “Kalau aku bisa pasti aku sudah melakukan hal itu tanpa minta bantuan kamu. Aku yakin papa dan mama pasti akan menolak apa yang aku minta. Kalau aku yang melakukan hal itu. Aku minta tolong kepada kamu karena siapa tahu papa dan mama aku bisa benar-benar membatalkan perjodohan itu. Siapa tahu kamu yang minta bisa dikabulkan. Jadi lebih mudah dan tidak ribet.” Olivia mengulas senyuman tipis dan sinis. “Apa kamu pikir hal itu juga tidak berlaku kepada kedua orang tua aku? Apa kamu pikir papa dan mama aku juga akan menerima permintaan aku? Aku rasa semuanya sulit untuk ditolak. Orang tuan kamu dan orang tua aku sudah bulat dengan keputusan mereka semua. Kenapa kamu bersikeras menolak? Apa karena aku janda yang memiliki anak satu?” Olivia melontarkan pertanyaan tepat pada sasaran utama tujuan Alvin bertemu dengan dirinya hari ini. “Kenapa kamu sudah putus asa sebelum mencoba?” tanya Alvin dengan nada sedikit emosi. “Kenapa kamu tidak mencoba sendiri terlebih dahulu sebelum kamu meminta tolong kepada aku? Kalau sepeeti ini. Apa bedanya kamu dan aku? Bukankah kamu juga putus asa jika sikap kamu seperti ini?” tanya Olivia balik dengan nada tegas. Diam.. Alvin diam seribu bahasa saat kalimat yang keluar dari bibir Olivia ada yang menohok di dalam hatinya. Olivia mengulas senyuman sinis saat melihat ekpresi yang ditunjukan oleh Alvin. “Kenapa kamu diam? Apa yang sebenarnya membuat kamu tidak bisa menerima perjodohan kita? Apa karena status aku yang seorang janda memiliki anak satu?” tanya Olivia dengan bertubi-tubi dan tepat sasaran lagi. Alvin masih diam seribu bahasa tanpa membalas apa yang ditanyakan oleh Olivia yang sedang duduk di hadapan dirinya. Olivia yang dapat membaca ekpresi raut wajah Alvin lantas kembali membuka mulutnya. “Kamu tidak usah menjawab apa yang aku tanyakan tadi. Aku sudah tahu jawaban apa yang akan kamu berikan nanti.” Olivia dengan sengaja menjeda apa yang akan diucapkan untuk melihat reaksi Alvin. Namun Alvin tampak masih diam seribu bahasa di hadapan Olivia. “Aku tahu status aku janda memiliki anak satu. Aku tahu pasti tidak akan ada laki-laki yang mau menikah dan mau dijodohkan dengan janda. Aku juga tidak tahu kenapa papa dan mama menjodohkan kita. Kalau kamu merasa keberatan hanya karena status aku. Semua itu tidak masalah bagi aku. Kalau kita menikah nanti. Kamu tidak usah memberi nafkah kepasa aku dan anak aku. Bukannya aku sombong. Aku dan anak aku tidak mau menjadi beban kamu. Jika kamu berpikir aku mau mwnrima perjodohan ini karena aku ingin menumoang hidup dengan kamu. Semua itu salah besar. Alhamdulillah.. Aku masih memiliki pekerjaan yang layak. Insha Allah aku bisa memenuhi kebutuhan aku dan anak aku sendiri tanpa merepotkan kamu dan kedua orang tua aku. Tapi jika kamu menolak perjodohan ini karena kamu malu dengan status aku. Kamu sendiri yang harus bilang kepada kedua orang tua tentang pembatalan perjodohan ini sebelum waktu pernikahan itu tiba nanti,” ucap Olivia lagi penuh dengan penekanan di setiap kalimat yang keluar dari bibirnya kepada Alvin. Lagi dan lagi Alvin merasa tertohok dengan semua ucapan Oliver lagi. Alvin merasa jika wanita cantik itu memiliki pikiran yang luas dan bukan wanita bodoh seperti yang ada di dalam benaknya. Alvin berusaha mencerna semua ucapan Olivia sembari berpikir dengan kepala jernih. Huft.. Alvin menghela nafas berat untuk menenangkan diri dan meyakinkan diri dengan keputusan yang telah diambil oleh dirinya hari ini. “Kita jalani perjodohan ini. Tapi dengan satu syarat. Kita membuat perjanjian sebelum menikah. Aku berharap kamu akan konsisten dengan apa yang telah kamu katakan tadi,” ucap Alvin dengan nada dingin dan raut wajah tanpa ekpresi. “Aku bukan orang yang suka ingkar janji. Aku pasti akan menepati semua yang telah aku katakan tadi,” balas Olivia dengan nada dan sikap tenang. “Aku pegang janji kamu. Kalau kamu sampai berani mengingkari janji itu. Kamu akan menerima akibatnya nanti,” balas Alvin. Olivia menganggukan kepala menanggapi apa yang diucapkan oleh Alvin. “Kamu tenang saja. Kamu tidak usah merasa khawatir aku akan ingkar janji. Aku akan membuktikan jika janji aku bukan hanya omong kosong. Kamu buat saja surat perjanjian itu dalam waktu cepat. Kita akan ketemu lagi untuk menandatangani surat perjanjian yang kamu bikin nanti.” “Aku setuju dengan apa yang kamu katakan. Aku pikir pertemuan kita cukup sampai di sini. Aku akan membuat surat pwe Januari itu hari ini. Aku permisi,”sambung Alvin lalu beranjak dari tempat duduknya dan melangkahkan kaki pergi meninggalkan Olivia. Olivia menggelengkan kepala melihat tingkah laku Alvin yang kekanakan di indera penglihatannya. “Dasar laki-laki aneh..” *** “Apa papa sedang sibuk?” tanya Alvin saat telah berada di dalam ruang kerja pribadi papa Dava di rumah kedua orang tuanya malam hari ini. Papa Dava yang baru saja memeriksa pekerjaan kantornya sempat merasa terkejut melihat keberadaan sang putra ksayangannya itu telah berada di dalam ruang kerja pribadinya. “Papa sedang tidak sibuk. Kenapa memangnya?” jawab papa Dava. “Alvin ingin bicara sesuatu sama papa,” sambung Alvin. “Apa yang ingin kamu bicarakan sama papa?” tanya papa Dava dengan penuh rasa curiga kepada Alvin. “Apa papa tidak mempersilahkan Alvin untuk duduk?” tanya Alvin dengan basa basi. Papa Dava berdecak kesal saat mendengar apa yang diucapkan oleh sang putra kesayangannya. “Kamu tidak usah basa basi Alvin. Apa yang ingin kamu bicarakan sama papa. Papa sudah ngantuk.” Alvin terkekeh. “Jangan emosi pa. Ingat kesehatan papa. Jangan sampai papa kesehatan turun. Kasihan mama kan pa?” Papa Dava menghela nafas berat untuk menenangkan diri dan mengendalikan emosi yang menguasai di dalam dirinya. “Apa yang ingin kamu bicarakan sama papa?” tanya papa Dava menurunkan nada bicaranya. “Alvin menerima perjodohan dari papa dan mama..”

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD