Bab 41

1006 Words
Dellia mengusap-usap perutnya yang sekarang sudah lebih besar dari sebelumnya. Sekarang usia kehamilannya sudah memasuki umur empat bulan. Selama empat bulan ini juga Dellia tinggal di rumah mertua. Aktifitasnya hanya mengunjungi kedua orang tuanya saja. Pada akhirnya mereka tau tentang rencana perceraian, Dellia sudah tidak bisa berbohong dengan waktu yang lama. Dan anehnya sampai sekarang Adam belum memberi kertas untuk Dellia tanda tangani. Dellia menelepon Intan, bisa sajakan surat cerai itu sudah ada rumah sahabatnya. "Ntan, masih belum ada ya?" tanya Intan. Intan yang sudah mengerti maksud dari Dellia langsung menyaut. "nggak ada De, kayaknya dia nggak mau cerai deh." Dellia hanya bisa terdiam, kenapa dengan Adam. Tidak mungkin dia mau membatalkan rencana perceraian mereka padahal itu semua juga keinginan pria itu. Bahkan sampai sekarang Dellia tidak tau apa penyebab pria itu tidak segera mengirim surat perceraian. "Oke De, sabar aja ya mungkin bentar lagi," nasehat Intan. Intan sudah mengetahui tentang perceraian Dellia dan Adam. Intan mengetahui ini semua karena Intan yang curiga karena Dellia terus bertanya tentang apakah ada surat yang datang ke rumah Intan. Setelah berulang kali bertanya surat apa barulah Dellia menceritakan semuanya, hanya saja Intan tidak mengetahui alasan alasan perceraian Dellia dengan Adam. Dellia emang tidak mau ada yang tau masalah rumah tangannya. "Ya udah kalau gitu makasih Ntan." "Iya sama-sama." "Kamu jaga kesehatan ya De, wassalamualaikum." "Kamu juga ya Ntan. Waalaikumsalam." Setelah itu Dellia langsung memutuskan sambungan telepon mereka. *** Ini sudah empat bulan, dan Adam semakin merasa menderita saat tidak ada Dellia. Kenapa hidupnya bisa semberantakan ini, padahal keinginan Adam untuk bercerai dengan Dellia akan terpenuhi tapi kenapa hanya rasa hampa yang menghampirinya. Dengan sempoyangan Adam masuk ke dalam kamar, tubuhnya sangat lemas sekarang. Mungkin akibat karena Adam yang jarang makan, Adam tidak suka makanan yang dibuat orang lain ia hanya suka dengan makanan Dellia buat. Prang Bunyi gucci yang jatuh akibat Adam yang menahan tubuhnya dengan gucci tapi sayangnya gucci itu malah jatuh dan berserakan di mana-mana. Tubuh Adam ambruk ke lantai dalam keadaan menyedihkan. Ia ingin mati saja, sekarang sudah tidak ada tujuan untuk Adam capai. Ia benci dengan kenyataan bahwa bisa-bisanya Adam menginginkan Dellia pulang. Padahal Adam sudah membuat wanita itu menderita. "s**l, seharusnya gue nggak di ambil sama pria tua itu. Seharusnya gue hidup dijalanan sampai mati aja," ucap Adam sambil menatap dinding dengan sendu. "Kangen," Adam menutup matanya menggunakan tangan saat bayangan wanita itu terus berkeliaran. Adam berusaha bangun, untuk menuju kasur. Dan sialnya badannya malah linglung dan pingsan di tempat. *** Dellia menuju dapur untuk mengambil air putih. Rasa haus membuatnya terpaksa bangun, air yang sebelumnya sudah ia taruh di sampaing brangkar sudah habis. "MAS CEPAT," teriakkan Sarah mengejutkan Dellia. Sungguh Dellia terkejut jantungnya berdetak dua kali. Dellia membalikkan badannya untuk melihat Sarah yang sekarang tampak sangat terburu bahkan wanita yang biasanya tampak glamor itu sekarang masih memakai daster. Sangat tampak sedang buru-buru. "Ma kenapa?" tanya Dellia yang mendekat ke arah Sarah. "Adam masuk rumah sakit De," Dellia sedikit terkejut. "Sakit apa Mas?" "Katanya Adam ditemukan tidak sadar saat di kamar. Kamu mau ikut De?" tanya Sarah. Dellia menggelang. Ia tidak mau bertemu dengan Adam, yang ada ia hanya akan membuka luka lama saat melihat calon mantan suaminya itu. Dellia sedikit penasaran apa yang terjadi, karena selama menikah Dellia belum pernah melihat pria itu sakit. Dellia memandangi kedua mertuanya yang sudah berangkat pergi. Setelah mereka pergi, Dellia langsung kembali ke kamarnya. Dellia merebahkan kembali tubuhnya ke atas kasur. Ia mencoba memejamkan matanya, dan Dellia malah jadi susah tidur karena terus bertanya-tanya gimana kabar Adam sekarang. "Kenapa sih! Nggak seharusnya aku mikir cowak jahat kayak gitu," Dellia menggeleng kuat. Tidak ia harus segera melupakan pria jahat itu. Dellia harus bisa terbiasa tanpa pria itu. *** Walaupun mengantuk Sarah berusaha untuk menghalaunya dan berjalan dengan cepat menuju kamar rawat anaknya. Tiba di kamar Adam, Sarah langsung masuk. Ia hanya sendiri di sini tidak dengan Alva yang sekarang sedang bertemu dengan Dokter untuk bertanya lebih lanjut tentang kondisi anaknya. Sarah menahan isak tangisnya. Ia menutup mulut, di sana Adam sedang terbaring lemah dengan wajah yang sangat pucat. "Ya Allah, kamu kok bisa begini," Sarah mengusap bahu anaknya. Adam juga tampak kurus dari terakhir ia lihat. Sarah bodoh kenapa bisa ia tidak memperhatikan Adam beberapa bulan ini. Sarah bodoh, seharusnya walaupun Adam membencinya ia tetap harus menjaga Adam. "Dellia," suara gumaman itu membuat Sarah sedikit membulatkan matanya. Apa ia tidak salah dengar, Dellia? Sarah mendekatkan telingannya di dekat mulut sang anak dan benar Adam terus memanggil nama menantunya. Sarah meneteskan air matanya, ia terharu. Apa Adam sudah membuka hati untuk Dellia? Ini pertama kalinya Adam memanggil-manggil sepertinya. Sedari dulu Adam tidak pernah memanggilnya saat demam. "Maafkan Mama sudah menjadi Ibu yang buruk," Sarah memeluk Adam erat. Tanpa di sangkang Adam malah memeluknya. "Dellia, maafin aku," Sarah melepaskan pelukan itu. Adam sepertinya menganggapnya sebagai Dellia. "Kamu kangen ya sama Dellia? Mama telepon ya." Baru saja Sarah hendak menelepon, Adam sudah bangun hal itu membuat Sarah menunda rencananya hendak menelepon Dellia. "Hiks, mau Dellia," tangis Adam lepas. Pria itu menangis dengan sekarang lengannya di usap oleh Sarah. "Iya, kamu mau balik sama Dellia?" Adam menatap Sarah sendu. Dengan malu Adam mengangguk, sudah cukup ia mencoba melupakan wanita itu karena itu semua sia-sia. Dipikirannya selalu saja dengan Dellia, biarkan saja harga dirinya jatuh yang terpenting wanita itu mau kembali dengan Adam. Sudah cukup selama ini Adam terus menampik perasaannya sendiri. Adam tidak sanggup hidup dengan batin yang terus gelisah. "Adam salah Ma, Mama bisa bantu Adam kan buat bawa Dellia ke sini?" Adam bahkan harus bersikap menjadi baik seperti ini untuk membuat Sarah mau menuruti perkataannya. "Iya tunggu ya Mama telepon," Adam mengangguk. Tidak lama kemudian sambungan telepon terhubung dengan Dellia. "Dellia kamu mau nggak ke rumah sakit? Adam mau ngeliat kamu." "Nggak Ma, nggak mau bilang aja sama dia cepat kasih surat cerai," lanjut Dellia disemberang sana. Sarah menatap Adam yang sekarang wajahnya sudah sangat masam. "Adam minta maaf sama kamu, Mama harap kamu mau ya." "Aku udah maafin Mas Adam, tapi buat ke sana lagi Dellia nggak mau Ma."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD