Bab 22

1019 Words
Shalat dhuha telah Dellia lakukan selanjutnya ia bedoa dan mengusap wajahnya menggunakan kedua tangannya setelah selesai berdoa. Banyak yang ia doakan, walaupun terkadang doa yang ia sampaikan tidak terkabul tapi Dellia yakin doa yang tidak terkabul akan diberikan pahala yang berlimpah saat di akhirat nanti. Ia yakin dengan kuasa tuhannya. Ia kemudian melanjutkan dengan membaca Al-Quran sambil mengulang-ulang hafalannya. Setelah puluhan menit, Dellia selesai membaca Al-Quran, tidak lupa ia mencium kitabnya, lalu Dellia melipat kembali mukena dan sajadahnya. Saat melirik jam, ternyata waktu sudah menujukkan pukul sembilan pagi. Tidak ingin membuang waktu, Dellia langsung bersiap-siap menuju kampus seperti biasanya, ia menggunakan baju bewarna hitam dengan jilbab abu-abu. Tidak lupa Dellia memakai liptint dan bedak tabur. Setelah dirasa sudah lengkap dengan peralatan kuliah yang sudah selesai ia benah, Dellia langsung turun menuju bawah. "Assalamualaikum Bina," sapa Dellia kepada salah satu pelayan termuda di sini, Bina adalah saudara Mbok Ira di kampung. "Waalaikumsalam Kak," sahut Bina yang sedang menyapu lantai dapur. "Kakak berangkat dulu ya, kalau capek kamu bisa istrihat dulu ya," Bina mengangguk dengan senyuman yang tidak lepas dari bibir perempuan muda itu. Ia senang mendapatkan majikan yang baik seperti Dellia. *** Dellia sampai juga ke kampus dengan di antar oleh supir Adam, sebelumnya Dellia sudah menjelaskan pada Adam jika ia bisa ke kampus dengan motor seperti biasanya, tapi sayangnya Adam tidak mengizinkan dengan alasan ia ingin hal yang terbaik untuk Dellia. Dellia hanya malu jika teman kuliahnya melihat ia masih diantar padahal sudah besar, tapi ia berusaha menghargai keputusan Adam. "Delliiaaaaa," teriak Billa dengan nyaring dan berlari kecil berjalan ke arah Dellia, begitupun dengan Intan. Dellia yang melihat sahabatnya yang berlari kecil membuatnya ikut lari ke arah mereka. Setelahnya mereka bertiga pelukkan dengan erat. "Kamu dua hari yang lalu ke mana? Kok nggak ngampus?" tanya Intan. "Maaf ya aku lupa ngabarin, kemarin aku ke bandung ikut sama Mas Adam." "Cie romantis banget sih, masih kayak penganti baru," lanjut Billa. "Mereka masih pengantin baru loh Bil, kan masih tiga bulan," sela Intan sambil terkekeh pelan. "Aku jadi pengen ikut nikah De, kayaknya seru banget, kayak n****+ yang aku baca. Dan ngelihat kebahagian kamu De samakin membuat aku yakin penikahan adalah hal yang menyenangkan," curhat Billa sambil menghayal kehidupannya sama seperti n****+ yang sering yang ia baca. "Jangan banyak halu deh kamu Bil, nggak semua cerita penikahan akan berakhir indah seperti n****+ yang kamu baca. Kamu harus siapin mental kamu dulu dengan semua permasalahan yang pasti akan menimpa sebuah rumah tangga," nasehat Intan. Nasehat Intan membuat Dellia ikut berpikir. Masalah? Tapi Dellia juga tidak yakin didalam rumah tangannya tidak ada masalah nantinya, ia harap Dellia bisa menyiapkan mentalnya untuk masalah yang bisa saja datang nantinya. "Hehehe iya Ntan," lanjut Billa. "Aku doain semoga kalian berdua cepat nyusul dan mandapatkan jodoh yang terbaik," doa Dellia. "Aamiin," ucap Intan dan Billa serentak. Setelahmya mereka bertiga saling bercerita sambil jalan bergandengan menuju kelas. Akhirnya setelah penjelasan dosen yang berjam-jam dan sedikit membuat Dellia mengantuk, Dellia bisa pulang ke rumah. Dellia duduk di depan halte menunggu mobil jemputan, dan sayangnya sudah tiga puluh menit, supirnya tidak datang-datang. Dellia tinggal sendiri, Intan dan Billa sudah pulang ke rumah mereka masing-masing. Tanpa Dellia duga, Kak Fiki duduk tepat di sampingnya. Ia sedikit terkejut. Apa hal yang membuat Fiki ke sini? Padahal sejak berita Dellia yang sudah menikah, Dellia tidak pernah berkomunikasi dengan Kak Fiki lagi. "Susah De, susah buat aku ngelupain kamu." Ucapan Fiki membuat Dellia terdiam, ia bingung harus merespon seperti apa. "Kamu tau, aku pikir setelah beberapa bulan setelah ini aku bakalan lupain kamu. Ternyata susah," lanjut Fiki lagi. "Maaf Kak, ini sudah takdir. Dellia harap Kakak segera mendapatkan jodoh yang lebih baik dari Dellia," sambung Dellia sambil tersenyum tipis. Tidak lama sebuah mobil tiba di hadapan Dellia. Ia mengerutkan dahinya, itukan mobil suaminya? Ia melirik Fiki yang ikut melirik mobil itu. "Kak Fiki aku udah di jemput, aku duluan ya," Dellia melabaikan tangannya dan langsung masuk ke dalam mobil. "Gue nggak ada apa-apanya dibanding suami dia," menolog Fiki pelan. Melihat mobil mewah itu membuat Fiki semakin sadar diri. Di dalam mobil, hanya keheningan yang terjadi. Dellia mengerutkan dahinya, tidak biasanya Adam tidak berbicara sedikit pun. "Siapa tadi?" pertanyaa mengitimidasi itu membuat Dellia melirik wajah Adam, apa Adam cemburu? Kalau iya berarti Adam sudah memiliki perasaan yang sama dengannya. Karena jujur Dellia mengharapkan kata cinta dari Adam. "Itu teman, Mas cemburu?" tanya Dellia. Adam hanya melirik sekilas ke arah Dellia, Adam tidak tau ada perasaan apa di dalam hatinya, yang ia tau Adam hanya tidak suka jika Dellia berbicara sambil tersenyum dengan pria lain. Dellia yang melihat kediaman Adam membuatnya ikut diam, ia tidak berani bertanya banyak. "Mas kok tumben jemput?" tanya Dellia yang mengubah topik pembicaraan mereka. "Kenapa nggak boleh?" bukan jawaban tapi Adam malah balik bertanya. Dellia gelagapan, apa tadi ia menyinggung Adam? "Maaf Mas, bukan gitu kan biasanya yang jemput Pak Ibrahim." "Kamu di ajak sama Papa buat ketemu sama rekan bisnisnya," lanjut Adam. "Mas tapi aku belum ganti baju?" "Nggak apa, baju kamu bagus," Dellia hanya bisa mengangguk. Ia sangat berharap jika nanti Dellia tidak membuat malu Adam dan Papa mertuanya. Tidak lama Adam dan Dellia sampai disebuah restoran yang sangat mewah, sangking mewahnya Dellia jadi engan masuk dalam kondisi seperti ini. Ia terdiam di depan pintu, tanpa di sangka Adam mengenggam tangan Dellia dan menuntun Dellia masuk ke dalam restoran. Mereka memasuki ruang VIP. Di sana ada Alva, Sarah dan dua orang paruh baya yang tampak sangat glamor dan seorang wanita yang tampak muda yang tidak kalah glamornya. "Oh ni mantu Sarah, cantik banget," puji Dita, wanita paruh baya itu saat Dellia menyalaminya. Dellia hanya memberikan senyumannya, setelahnya ia menangkupkan tangan saat bersalaman dengan Bian, suami Dita, dan terakhir Dellia bersalaman dengan Keisha, anak Dita. Entah kenapa Dellia merasa Keisha menatap Dellia dengan pandangan tidak suka. Dellia semakin menatap tidak suka ke arah Adam saat suaminya itu bersalaman dengan Keisha, ia melirik ke arah mereka yang masih asik bicara. Langsung saja Dellia langsung manarik tangan Adan dari genggaman itu. Setelahnya Dellia menyuruh Adam duduk, ia juga mengusapkan telapak tangan Adam yang digunakan untuk bersalaman dengan wanita itu di baju gamisnya. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD