Bab 5

1013 Words
"Jangan seperti itu Dam, mereka Adik kamu," sahut Alva saat tidak tega melihat wajah sedih kedua putrinya. "Adik ketemu gede," lontar Adam tanpa beban, Aya dan Ayi menatap heran Adam. Sedangkan Alva hanya bisa menghela nafasnya pelan. Alva sadar kesalahan besar masa lalu tidak bisa ia hapus semudah itu. Sebesar apa pun ia berusaha untuk tidak mengingat, tetap saja masa lalu itu akan terus mengikutinya selama lamanya bahkan hingga ia mati. Alva juga tidak marah dengan perkataan Adam, karena Alva sadar ini semua adalah salanya. Jika saja ia lebih bersabar dengan nasibnya saat itu dia pasti tidak akan melantarkan Adam. Seharusnya saat SMA dulu ia bisa menahan pergaulannya sehingga Sarah tidak perlu hamil secepat itu. Ia dan Sarah langsung dinikahkan saat kabar hamil Sarah diketahui oleh keluarganya. Sejak awal Sarah dan Alva sama-sama berada dikeluarga yang ekonomia yang tidak stabil. Alva yang saat itu juga sedang pengangguran, membuat Alva dan Sarah kelimpungan untuk membiayai kehidupan mereka. Alva sudah bekerja kesana-sini begitupun Sarah, tapi mereka yang belum berkuliah menyusahkan mereka untuk mencari kerja yang tetap. Di situlah tepat pukul dua belas malam, Sarah dan Alva seakan akan menjadi iblis. Tanpa rasa kasian sedikitpun mereka meninggalkan Adam yang masih berumur tiga bulan di pinggir jalan. Sudah pukul tiga malam, Alva dan Sarah tidak bisa tidur. Tiba-tiba perasaan bersalah menghampiri mereka. Dan tepat pukul empat shubuh dengan berlari mereka kembali ke tempat di mana mereka meletakkan Adam. Alva dan Sarah menangis dengan keras saat tubuh mungil Adam sudah tidak ada lagi di tempat mereka meletakkan Adam pertama kali. Dan disitulah dimulai, Adam dan Sarah melakukan pencariaan. Sudah banyak hal yang mereka lakukan dan semuanya nihil, tidak ada petunjuk sedikitpun di mana Adam berada. Dengan terbayang-bayang kesalahan mereka, Sarah dan Alva berusaha bekerja dengan keras untuk mencari uang. Dengan uang mereka bisa membayar orang untuk membantu mereka mencari Adam. Masa jaya mereka terjadi saat 6 tahun pekerjaan, disitulah mereka menyuruh sekitaran 50 orang untuk membantu pencarian Adam. Selama dua tahun barulah mereka mempertemukan Adam, ternyaa anak mereka berada di luar daerah lain tepatnya berada Jakarta sedangkan Sarah dan Alva berada di Medan. "Aya, Ayi panggil Mama kalian ke sini," pinta Alva setelah ia mengenang masa itu. Aya dan Ayi membalas pekartaan Papa mereka dengan mengangguk pelan. Meninggalkan Adam dan Alva berduaan di ruang tamu ini. "Cepat, anda mau bilang apa? Saya nggak punya waktu," timpal Adam. "Ayah Adam, Ayah!" Alva geram dengan anaknya yang terus menganggapnya orang lain. Bahkan dengan bahasa yang sangat formal. Adam berdecak sambil terkekeh remeh. " Iya Ayah, jadi Ayah mau bilang apa?" tanya Adam dengan suara yang buat-buat menjadi selembut mungkin. "Tunggu Mamamu dulu." Orang yang baru saja di ucap oleh Alva tiba dengan jalan yang terkesan terburu-buru. "Adam," panggil Sarah- Mama Adam dengan mata yang berbinar. Adam kembali menghela nafas kasar, ia sudah menebak jika wanita tua itu pasti akan kembali memeluknya seperti Aya dan Ayi. Dan benar sekarang Sarah sudah memeluk tubuh Adam bahkan mengelus rambut Adam dengan lembut, wanita ini selalu saja memperlakukannya seperti anak kecil. "Mas kenapa nggak bilang kalau Adam akan ke sini," protes Sarah. Sarah sangat rindu dengan Adam, anak laki-laki satu-satunya ini jarang sekali pulang. Sebenarnya bisa saja Sarah datang ke rumah putra nya, hanya saja Adam tidak pernah mau membukakkan pintu. "Mas hanya ingin memberikan kejutan buat kesayangan Mas," kata yang di keluarkan oleh pria itu membuat Adam ingin muntah. Sudah tua tapi masih saja sok-sokan romantis. "Sebenarnya mau bilang apa sih, saya nggak ada waktu buat ngedengarin bacotan kalian," ketus Adam. "Sudah berapa kali Papa bilang, sopan sama orang tua Adam." Adam menyenderkan badan serta kepalanya ke belakang sofa, Adam mengantuk malas. Susah rasanya berbicara sopan pada orang yang Adam anggap sebagai orang lain. "Oke, sebenarnya Papa ingin menjodohkanmu dengan anak teman Papa," Adam yang tadinya merebahkan kepala malas di sofa langsung terduduk dengan tegak sambil menatap Alva dengan heran sekaligus geram. Adam menatap Sarah yang sekarang tidak lagi memeluknya. Wanita itu hanya menatap Adam dengan senyuman yang membuat Adam muak. "Gila lo Papa tua, gue nggak mau," sudah habis semua ketahanan Adam untuk berhadapan dengan pria ini. Apa pria ini tidak sadar jika ia bukanlah pria yang suka di atur-atur. Adam tidak ingin menikah, ia tidak ingin di kengkang. Tidak perduli secantik apa wanita itu, Adam juga akan sulit menerima orang baru. Sumpah ini adalah hari tersial. Jika tau begini Adam tidak akan mau datang ke rumah ini. Adam berdiri dari duduknya, ia menatap tajam ke arah Alva yang menatapnya tajam juga dengan Sarah yang mengelus punggung Alva. Sepertinya wanita itu mencoba menenangkan suaminya agar tidak ikut emosi. "Saya nggak perlu wanita di hidup saja, saya bisa hidup sendiri. Saya juga nggak masalah jika tidak menikah seumur hidup," cerca Adam. "Ini semua Papa lakukan, agar kamu bisa berubah," ucap Alva yang sudah mencoba meredakan emosinya. "Iya nak, Papa dan Mama nggak mungkin pilih wanita yang salah. Mama yakin dia bisa memberimu kebahagiaan. Mama yakin dia bisa merubahmu," imbun Sarah mencoba menyakinkan Adam bahwa apa yang mereka lakukan adalah pilihan yang benar. "Merubah apa hah?" bentak Adam, bahkan Aya dan Ayi sudah mengintip di balik tembok. Mereka mendengar keributan dari arah ruang tamu, langsung saja mereka mematikan tv yang baru mereka tonton dan berjalan bersamaan untuk melihat apa yang sedang terjadi. Aya dan Ayi sudah biasa mendengar keributan jika Kakaknya pulang ke rumah. Mereka juga heran sebenarnya apa yang terjadi, bagaimana bisa seorang anak bisa segitu bencinya terhadap orang tau mereka sendiri. "Kalian nggak usah sok kenal sama saya deh, saya nggak pernah mau membuka diri kepada kalian berdua. Saya nggak akan pernah berubah dari dulu sampai saya mati, sikap saja akan tetap seperti ini. Saya nggak perduli kalau banyak orang yang bilang saya anak nggak terdidik," ingin sekali Adam melempar semua barang yang ada disekitarnya. Amarahnya sudah sangat sulit ia kendalikan. Ini sungguh gila, dia bahkan hanya bermain-main dengan semua wanita di luaran sana. Bahkan Adam tidak pernah suka atau pun tertarik dengan wanita yang selalu mencari perhatiaannya. Hati Adam seolah-olah sudah mati, dia bahkan tidak bisa memberikan rasa sayang atau cinta kepada orang lain. Yang selalu dipikiran Adam hanyalah balas dendam.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD