Bab 10

1020 Words
Dengan malas Adam berjalan ke pintu utama, pintu rumah ini menggunakan sidik jari. Setelah selesai terdektesi sidik jari dengan hasil yang cocok, Adam langsung masuk. Di ruang tamu sangat banyak barang wanita bahkan berserakan karena sangking banyaknya. Barang disini juga tidak main-main, Adam sadar harga barang ini mencapai miliaran rupiah. Pasti barang ini akan diberi untuk calon istrinya itu dan keluarganya. Tidak lama Sarah datang dari arah dapur dengan setelah mewahnya. Wangi wanita itu pun menyebar keseluruh ruangan. "Adam, kok lama banget datangnya sih? Kan Mama udah capek nunggunya." "Kalau capek jangan nunggu," balas Adam pada Sarah. Adam menyepak barang yang berada di sofa, agar ia bisa duduk. Padahal ada sofa di ruangan lain, hanya saja Adam malas jika ke dalam pasti ketemu dengan anggota keluarganya yang lain. Sarah hanya menatap Adam seperti biasa, sekarang apa pun perkataan Adam yang tidak menyenangkan sudah di anggap angin lalu baginya. "Adam tidak perlu disepak seperti itu, masih banyak tempat duduk," ujar Sarah dengan suara sepelan mungkin. "Kapan berangkat?" tanya Adam. "Habis shalat insya," Adam menatap kesal ke arah wanita itu. Adam benar-benar sudah ditipu padahal sudah jelas-jelas Sarah mengatakan agar Adam datang saat sore hari untuk datang ke rumah calon istri. "Saya sibuk, Lagi pula tadi sore Mama nyuruh saya datang sore hari." "Kerjaan kamu itu gampang, nanti biar Mama suruh sama Papa kamu buat bantu nanti.' "Males banget lama-lama di rumah ini, saya mau ke kamar dulu," Adam beranjak dari sofa dan berjalan menuju lift menuju lantai 3. Sangat malas rasanya jika harus berada di lantai satu. Tentu karena adanya keluarganya. "Adam!" panggil Alva, dan Adam tidak perduli ia langsung masuk lift dan membiarkan Alva yang terus menatapnya dalam kediaman. *** Udara dingin malam ditambah dengan turunnya air hujan malam ini membuat suasana semakin dingin. Setiap tetesan air yang mengenai jendela kamar Dellia, disitulah ia sadar langit seperti menangis, padahal hujan turun untuk memberikan rahmat bagi manusia yang bersyukur. Sepertinya langit mengerti perasaanya saat ini. Dellia ingin menangis, dan hujanlah yang mewakilinya untuk menangis. Pria yang katanya akan menikahinya belum datang juga. Awalnya Dellia memikirkan dirinya seperti apakah ia bisa menjadi istri yang baik? Apakah ia bisa menyenangkan suaminya nanti? Tapi sekarang beban pikirannya bertambah. Sekarang Dellia berpikir tentang apakah nanti suaminya bisa cinta dengannya? Apa nanti suaminya senang dengan parasnya atau akhlaknya? Apa suaminya bisa menerima semua kekurangannya? Dan lagi bagaimana nanti malam pertama? Dellia mengacak-acak rambutnya prustasi. "De kenapa?" Siti tiba-tiba masuk ke dalam kamar dan langsung prihatin saat melihat kondisi anaknya. "Kamu nggak papa kan?" Siti merapikan rambut anaknya yang berantakan. "jangan sedih dong anak Ibu," Siti mencium pipi anaknya gemas. "kan udah Ibu bilang kalau kamu nggak suka ya jangan diterima," Dellia mengangguk lagi. "Maafin Ibu dan Ayah kalau bikin kamu susah gini," ujar Siti dengan nada sedih. "Dellia nggak sedih kok Bu," Dellia tidak sanggup jika melihat Ibunya sedih seperti ini. "Aduh gara-gara kamu Ibuk lupa," Siti memukul pelan bahunya, baru saja Ibunya bersikap sangat baik, sekarang malah manaboknya. "Ini calon kamu udah datang, cepat pakai hijab," Dellia mengangguk dengan cepat. Ia emang sudah memakai baju gamis hanya saja belum menggunakan hijab. Siti meninggalkan Dellia sendirian di dalam kamar, ia mematut dirinya dicermin. Hari ini Dellia memilih untuk tidak memakai apapun bahkan hanya untuk bedak bayi saja Dellia tidak memakainya alasannya karena ia mau calonnya bisa melihat wajahnya apa adanya. Jadi jika sudah menikah nanti calonnya tidak akan terkejut saat melihat wajah Dellia tanpa hiasan. *** Makan malam dijalankan dengan keadaan hening. Tidak ada yang berbicara. Sesuai dengan keinginan Wisnu yang mengatakan akan membahas masalah ini setelah makan malam. Sekarang Dellia hanya bisa melirik-lirik beraturan tamu yang hadir pada malam ini, ia pertama menatap calon mertuanya. Calon Papa mertuanya itu walaupun sudah berumur tetap saja karismanya tidak bisa dihilangkan, bahkan garis wajahnya saja sudah menjelaskan betapa tampanya pria itu saat muda. Setelahnya Dellia melirik ke arah calon Mama mertuanya, tentu pakaian modislah yang sekarang berada dipikiran Dellia. Bisa dilihat dari perhiasa yang mewah itu, walaupun perhiasan itu tidak memenuhi tangannya tapi sangat jelas jika perhiasan itu sangat mahal. Paras cantiknya juga membuat Dellia terpana, skincare apa yang dipakai calon Mama mertuanya sehingga bisa memiliki wajah semulus itu. Dan tentu selanjutnya Dellia melirik ke arah dua wanita kembar dan cantik itu. Mereka tampak sangat angun, Dellia jadi merasa kecil dan rendah diri jika saja berdiri di samping mereka berdua. Dan selanjutnya Dellia melirik ke colan suami dan disitulah Dellia langsung menunduk saat ia sadar pria itu sama sepertinya makan sambil melirik-lirik. Mampus, pipi Dellia memerah malu. Ia sunggu malu. Sumpah malu sekali. Wajah itu sangat tampan, sekarang Dellia sudah semakin merasa tidak pantas, pria itu sudah kaya ganteng pula. Apa tidak bisa ia mencari wanita yang sebanding dengannya? Kenapa harus Dellia, ia merasa dirinya tidak ada yang bisa dibanggakan. Tunggu, Dellia kembali melihat ke arah pria itu saat ia mengingat sesuatu. Dan tepat mereka saling melirik, Dellia seakan terhipnotis. Ia tidak mengalihka pandangannya ke arah manapun. Dellia tersadar atas dosa yang ia lakukan, ia langsung beristigfar. Sekarang Dellia ingat pria itu adalah pria yang ia temui di taman tadi. Emang pria itu memakai kacamata tapi tetap saja Dellia masih mengigat dengan jelas dari bibir, hidung bahkan bentuk wajah pria itu. Jadi Dellia akan dinikahkan dengan pria yang tidak punya sopan santun itu dan sombong itu? Hal ini malah membuat Dellia gelisah. Bagaimana ini, apa ia akan bahagia nantinya? Apa lagi jika pria itu nanti akan berlaku kasar. Dellia menggelang, tidak! Ia tidak boleh berprasangka buruk terhadap orang lain. Ia tidak boleh berpikir yang tidak-tidak. "Adam, jangan lirik calon terus. Lanjut makan," suara lembut dari calon mama mertuanya terdengar. Hal itu semakin membuat Dellia bersipu malu. Adam mengangguk singkat dan kembali melanjutkan makannya. Gadis yang dijodohkan dengannya tampak sangat baik apalagi dengan pakaian muslimahnya itu. Jika begini Adam sudah tebak dia pasti akan memiliki kebiasaan yang sangat berbeda dengan gadis itu. Mamanya emang memakai kerudung dan bedanya Mamanya itu memakai penutup kepala itu saat Adam pertama kali masuk kuliah sedangkan para adiknya juga memakai tapi terkadang adik Adam pernah menampakkan rambut mereka. Adam juga tidak mengerti bagaiman bisa mereka melepas dan memasang penutup kepala? Apa mereka tidak malu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD