Bab 9

1041 Words
"Jadi saya harus apa Pak?" tanya Billa sambil tersenyum manis. "Tunggu saya meriksa makalah kamu," Billa mengangguk dan duduk di kursi yang tersedia di dalam ruangan ini. Belum sampai setenggah jam, Pak Fiki langsung memberikkan makalah itu kembali ke tangan Billa. "Makasih Pak," Pak Fiki mengangguk, " Saya permisi dulu," pamit Billa setelahnya ia langsung keluar ruangan. Syukur hari ini Billa bisa keluar dari ruangan itu tanpa harus menangis. Hari ini Pak Fiki nampak bersahabat dengannya. Billa berjalan sambil melihat makalahnya dan makalahnya beberapa yang diperbaiki, dan kali ini Pak Fiki tidak menyuruhnya memeperbaiki. Aneh, tidak biasanya Dosen yang satu itu memberikan keringanan pada anak ajarannya. *** Sore ini Dellia sangat bergembira karena novelnya banyak yang suka. Apalagi dengan komentar para pembaca yang membuat mood Dellia membaik, dan lebih syukurnya lagi tidak ada yang menghujat karyanya. Saat ini Dellia sedang berada di taman yang emang dekat dengan rumahnya. Dellia hanya pergi sendirian, karena emang Dellia hanya ingin membeli minuman warna warni itu tidak ada niat untuk duduk-duduk sebentar. Saat sedang berjalan pulang ke rumah, tiba-tiba seorang pria berhenti di depannya sambil memegang bahunya. Hal itu membuat Dellia kaget dan tanpa sengaja ia menumpahkan minumannya dan mengenai jas pria itu. Dellia terkejut setenggah mati, ia menatap pria di depannya ini dengan pandangan cemas. Ia mundur beberapa langkah agar tidak terlalu dekat. "s**l, bisa hati-hati nggak?" pria itu membentak Dellia, Dellia bahkan tersentak kaget. "Maaf, tadi kamu yang ngagetin saya," balas Dellia lagi mencoba membela dirinya. Entahlah ia harap pria ini bisa meredakan amarahnya dan tidak perlu membentak-bentak. "Maaf lo bilang?" kini suara pria itu semakin besar. Apa tidak bisa pria ini lebih pelan dalam berbicara? Apa dia tidak malu dengan beberapa orang yang melirik ke arah mereka. "Jadi mau apa? Apa saya cuci aja jasnya?" tanya Dellia pelan, sekarang ia jadi gugup saat pria itu berjalan kembali mendekat, dan dengan cepat Dellia kembali memundurkan langkahnya. "Cuci? Jas saya mahal, kamu kira kamu pantas nyuci baju saya?" Dellia masih menatap diam dengan lelaki berkaca mata itu. Pria itu membuka jas nya dan tanpa ada sopan santun, pria itu melemparkan jas itu tepat diwajah Dellia. Wangi jas ini membuat Dellia terpana untuk beberapa waktu. Wanginya sangat tenang, ia juga termasuk wanita yang suka dengan pria wangi. Saat menyadari pemikirannya barusan, Dellia langsung beristigfar. Dellia mengambil jas yang menutupi pandangannya barusan. Dan tepat setelah melepaskan jas dari wajahnya, pria itu langsung menghilang dari pandagan Dellia. Kalau begini bagaimana cara Dellia menyerahkan kembali jas ini saat orang itu sama sekali tidak dikenali olehnya. *** Adam mengumpat beberapa kali, padahal tadi Adam hanya ingin menanyakan alamat di mana rumah Wisnu, tapi hal s**l malah menimpanya. Adam sudah tau dari Alva jika ia akan dinikahkan dengan anak Wisnu. Dan tujuaannya Adam hanya ingin mengintip saja bukan untuk bersilaturahmi. *** Dellia membuka gerbang rumahnya. Setelahnya ia langsung masuk ke dalam rumah dengan mudah karena pintu yang tidak terkunci. "Assalamualaikum," salam Dellia sambil melihat ke kanan-kiri, rumahnya seperti tidak ada orang, hingga... "Waalaikumsalam," balas Siti tiba-tiba. "De, nanti malam kita bakalan ketemu sama calon suami kamu," Della mengangguk malas. Ia yang tadi dalam kondisi hati yang ceria sekarang malah menjadi redup. Tidak menyangkan akan melepas masa lanjang secepat ini. Padahal Dellia ingin menikah saat sudah mendapatkan pekerjaan. "Baik Ibu ku sayang," jawab Dellia dengan wajah lesu. Siti yang melihat wajah anaknya jadi tidak tega. "Kamu pasti bisa ngelewatin ini semua. Dan juga Ibu dan Ayah dulu dijodohkan, lihat sekarang kami sudah saling mencintai hingga kalian anak kebanggan Ibu lahir kedunia," senyuman cerah Siti menular ke wajah Dellia. Sungguh Dellia senang melihat Ibunya senang. Dellia sangat berharap bisa mempunyai suami seperti Ayahnya, karena Ayahnya tampak sangat mencintai keluargannya. Sedari kecil Dellia belum pernah di pukul oleh Ayahnya begitu pun dengan Ayahnya yang jarang memarahi Ibuk mereka. Jika mereka salah, Wisnu akan menasehati dengan tutur kata yang lembut. "Yasudah kalau gitu, Dellia ke kamar dulu ya Bu. Mau mandi, mau siap-siap pergi." "Nggak, masa pihak cewek ke sana. Mereka yang ke sini De," Dellia mengangguk mengerti. "Hm, itu apa?" Siti menarik jas yang berada ditangan Dellia. "Kamu beli jas, nampak mahal banget. Beli baju jangan mahal-mahal De, kita harus pandai berhemat," ujar Siti lagi. "Bu-," Dellia yang ingin menjelaskan perihal jas itu langsung terhenti saat Siti memotong pembicaraannya. "Kamu pacaran? Ya Allah, kan udah Ibu bilang. Ibu nggak suka dengan anak Ibu yang pacaran, lagi pulakan kamu sudah Ibu ajarkan jika Allah berfiman dalam surah Al-Isra' ayat 32 : Dan janganlah kamu mendekati zina: (zina) itu sungguh suatu perbuatan k**i, dan suatu jalan yang buruk." Dellia tidak tega memotong apa yang Ibunya katakan. Hingga ia memilih mendegarkan saja. Saat ia rasa Siti sudah selesai berbicara disitulah Dellia mencoba menjelaskan. "Ibu salah paham, itu bukan punya Dellia. Tadi Dellia nggak sengaja tumpahin minuman ke atas jas pria yang Dellia temui di taman. Terus Dellia bawa pulang deh buat dicuci dulu," jelas Dellia panjang lebar. "ini Buk buktinya," Dellia menunjuk ujung jas yang agak basah. "Huft, syukur deh kalau gitu," Siti kembali menyerahkan jas itu. "yasudah Ibu mau ke dapur mau masak untuk nanti malam. Nanti setelah mandi langsung ke dapur bantu Ibu." "Iya Buk." "Oh ya satu lagi," langkah Dellia kembali terhenti. "Kenapa bu?" "Cuci jas itu yang betul. Jangan sampai rusak." Dellia mengangguk lagi. Setelah itu ia langsung naik ke lantai atas. Walaupun pria itu tidak mau jas ini lagi, tetap aja Dellia akan mengembalikkan jas ini. Lagi pula Dellia tidak ingin menerima barang yang diberi untuknya tapi dalam keadaan terpaksa. *** Dellia duduk di atas kasur setelah selesai membersihkan diri. Sekarang ia bersiap-siap untuk mencuci jas ini, saat memeriksa kantong ia menemukan sebuah kartu pengenal. "Muhammad Adam, CEO perusahaan pertambangan Indonseia." Dellia berdecak kagum, ternyata orang tadi adalah orang kaya. Dari gayanya saja Dellia sudah sadar jika orang yang berhadapan dengannya adalah orang terpandang. Ia beranjak kekamar mandi, tidak ada niat mencuci dengan mesin cuci. Dellia mencuci jas itu menggunakan tangan. Ia berjaga-jaga takut jika jas ini rusak dan Dellia pasti tidak akan sanggup menganti rugi. *** Adam tiba di depan rumah orangtuanya dengan menggunakan mobil sportnya. Adam datang saat waktu selesai magrib, sebenarnya mereka mengabarkan agar Adam datang saat jam lima sore. Berhubung Adam terlalu sibuk dengan kerjanya, Adam sampai lupa. Lagi pula hal seperti ini tidak penting untuk diingat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD