Bab 7. Apa kamu siap dengan keputusan ini?

1158 Words
Happy Reading Beberapa hari berlalu. Kini Kenan sudah mengambil liburnya dan dia tidak langsung kembali ke apartemennya yang ada di Jakarta, tetapi Kenan memilih pergi ke Bali. Ada sebuah acara yang harus dia hadiri karena memang acara ini sudah lama Kenan mendapatkan undangannya. Sebuah pesta ulang tahun sahabatnya yang seorang mantan pramugara. Heru Setiawan namanya dan pria itu sudah keluar dari maskapai dua tahun yang lalu. Karena menghargai sahabatnya, akhirnya dia bersedia datang karena memang sudah berjanji jauh-jauh hari. Kenan berdiri di depan cermin hotelnya di Bali, merapikan dasi kupu-kupunya dengan ekspresi serius. Malam itu sebenarnya ada hal yang lebih penting di acara tersebut, jadi dia meluangkan waktunya untuk datang ke Bali langsung selain sudah berjanji pada temannya itu. Kenan akan bertemu dengan seseorang di sana. Maudy. Ya, orang itu adalah Maudy karena Kenan tahu jika Maudy juga diundang ke acara tersebut. Heru dan Maudy dulu juga sahabat di maskapai dan yang pasti jatah libur Maudy sama dengan Kenan. Kenan tidak bisa mengabaikan harapannya untuk melihat dan bertemu Maudy malam ini. Sejak hari di mana dia menyeret Stevi di hadapan Maudy dan teman-temannya, interaksi mereka memang semakin berkurang, walaupun terkadang chatnya akhirnya dibalas oleh Maudy. Namun, Maudy terlihat semakin menjaga jarak. Setelah selesai bersiap, Kenan turun ke aula acara. Langkahnya santai, namun matanya mencari-cari sosok Maudy di antara kerumunan tamu. Di ujung ruangan, Kenan melihatnya berdiri, mengenakan gaun sederhana berwarna biru muda yang memancarkan kesan anggun. Malam itu, Maudy terlihat berbeda—lebih tenang, lebih dewasa, dan begitu menarik. Cantik, sudah tentu. Maudy memang salah satu pramugari yang diidolakan banyak cowok di maskapai. "Wah, kapten Kenan. Sendirian aja, nih?" Sapa sang pemilik acara yang tidak lain adalah Heru, datang bersama istrinya yang nampak menggandeng lengannya. "Hay, Bro! Iya, gue sendirian, yang lain belum jatahnya libur. Selamat ulang tahun, ya? Gue do'akan semoga cepet dapat momongan." Kenan menyalami Heru ala pria dan beralih menyalami Tita–istri Heru. "Makasih, Capt. Padahal udah undang semuanya, berharap pada bisa datang, mes tidak mungkin." "Iyalah, kan jadwal liburnya gantian." "Maudy juga datang kok, pas sekali dia juga libur," ujar Heru pada Kenan sambil menunjuk ke arah salah satu sahabatnya itu. Maudy maksudnya. Kenan deg-degan, padahal Heru hanya menyebutkan nama Maudy loh ini. Definisi orang yang tengah jatuh cinta ya memang seperti itu. Kenan mengalihkan pandangannya pada tempat yang ditunjuk oleh Heru, dia sebenarnya tahu jika Maudy ada di sana, bahkan sejak tadi datang ke tempat itu fokusnya sudah pada Maudy. Deg! Desiran halus semakin merambat ketika Kenan melihat Maudy yang juga tengah menatapnya. Mereka saling bertatapan sejenak. Sebuah senyum tipis menghiasi wajah Maudy, yang dibalas dengan sapaan hangat dari Heru dan Kenan. Maudy mendekat dan memberikan selamat pada Heru dan Tita. Setelah berbasa-basi sejenak, si pemilik acara berpamitan pada Kenan dan Maudy karena beberapa tamunya menyapa. Kenan berjalan semakin mendekat pada wanita cantik di depannya itu. Meski banyak orang di sekeliling mereka, keduanya merasa seolah hanya ada mereka berdua. Maudy sendiri merasakan jantungnya berdebar-debar, tatapan Kenan benar-benar memakunya. Sungguh Maudy sudah berusaha untuk tidak terlalu kentara untuk gugup. Tetapi dia tidak bisa. Pesona Kenan memang luar biasa. “Maudy,” sapa Kenan dengan suara pelan namun hangat, berusaha menahan perasaan yang membuncah di dadanya. “Kamu terlihat berbeda malam ini, cantik banget!" "Ck, gombal. Kamu juga terlihat beda, Capt." Kenan tertawa kecil. “Mungkin karena kamu jarang lihat aku pakai dasi kupu-kupu seperti ini?” Kenan mengamati penampilan. Maudy ikut tersenyum. “Mungkin, atau karena kamu kelihatan lebih santai di sini daripada di pesawat. Ah, bisa jadi karena kamu sudah lepas dan tidak terlalu tegang?" Kali ini Kenan benar-benar tertawa. "Serius ini, aku juga baru kemarin marah besar seperti itu. Gara-gara ulah satu pramugari yang nyebar berita bohong, kalau nggak ditegasin, Stevi ini bakalan ngelunjak." Maudy mengerutkan keningnya. "Jadi, beneran kalau Stevi cuma sebarin berita bohong?" Kenan melongo, what? Apa sih maksud Maudy? Apa selama ini Maudy merasa jika yang dilakukan Kenan itu cuma bohongan? Atau gimana maksudnya? Kenapa Kenan malah jadi nge-blank? "Kamu nggak percaya sama aku, atau sama Stevi?" Maudy mengedikkan bahunya. "Ya, siapa tahu kalau memang kamu suka kaya gitu, maksudnya one night stand dengan wanita-wanita lain. Atau memang Stevi yang bohong, aku nggak mau tahu juga, sih?" Kenan tiba-tiba menarik tangan Maudy dan mengajaknya keluar dari tempat itu. "Kenan, lepas?" Kenan akhirnya melepaskan tangan Maudy ketika mereka sampai di lorong hotel. "Astaga, Maudy!" Kenan mengacak rambutnya. "Jujur nih ya, kamu tuh wanita pertama untukku. Kamu yang berhasil mengambil perjakaku! Terserah kamu mau percaya atau tidak, memang tidak bisa dibuktikan karena kelebihan kaum pria seperti itu. Beda dengan kaum wanita, tapi aku ini benar-benar jujur," ujar Kenan dengan menggebu. "Dan hanya kamu yang pernah merasakan milikku!" *** Maudy masih belum bisa berpikir jernih dengan ucapan Kenan, tetapi mereka harus segera masuk ke Aula ballroom hotel sebelum Maudy bertanya lagi. Akhirnya semua pertanyaan itu harus Maureen telan mentah-mentah kembali sebelum sempat melewati tenggorokan. Ah, tapi dia nanti akan bertanya lagi selepas acara. Karena acara intinya sudah akan dimulai, sehingga Maudy dan Kenan harus masuk ke dalam Aula lagi. Kenan sejak tadi terlihat tidak ingin berjauhan dari Maudy. Ya, pria itu mengekori kemana pun Maudy pergi. Sepertinya Kenan tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Mumpung mereka bisa bebas berduaan. Seiring berjalannya acara, Kenan dan Maudy lebih banyak menghabiskan waktu bersama, berbincang tentang hal-hal di luar pekerjaan. Mereka membicarakan masa-masa kuliah, impian, dan cerita-cerita lucu yang terjadi selama penerbangan. Di luar dugaan, tiba-tiba mereka merasa nyaman satu sama lain. Tawa kecil dan senyum tulus Maudy membuat Kenan merasa hidup kembali. Jika beberapa waktu kemarin, Maudy terlihat menghindar, sekarang Maudy lebih terbuka dan menerimanya, dalam artian menerima karena Maudy merasa jika sepertinya Kenan memang laki-laki yang jujur. "Kamu tahu, kan? Aku benar-benar tulus menyukaimu," ujar Kenan menatap dalam sorot mata Maudy. "Terima kasih, Kenan. Jadi maksudnya ini gimana? Aku ditembak?" tebak Maudy dengan tawa kecilnya. Dia juga hanya bercanda sebenarnya. Maudy mungkin akan sangat bahagia jika Kenan pria single, tetapi sayangnya bukan. Maudy juga tahu jika perasaan Kenan padanya itu nyata dan bukan hanya ada sesaat. "Kalau kamu merasa seperti itu, aku malah senang. Sejujurnya aku hanya ingin mengungkapkan perasaanku karena aku takut, jika aku nembak kamu, aku belum siap akan penolakan," jawab Kenan serius. "Ah, pastinya aku nolak, aku nggak mau jadi simpanan." Maudy beralih mengambil minuman dari pelayan yang lewat. Dia langsung membasahi tenggorokannya dengan menghabiskan separo minuman soda itu. Kenan mengusap tengkuknya. Dia paham apa yang dikatakan oleh Maudy. "Please, beri aku waktu. Setelah ini aku akan kembali ke Jakarta dan bertemu dengan Raya, aku akan memutuskan dia." Kali ini Maudy menoleh menatap Kenan. "Apa kamu siap untuk keputusan itu? Aku dengar kalau kalian cukup lama menjalin hubungan. Aku rasa sebaiknya tidak usah terburu-buru. Mending dipastikan aja gimana perasaan kita. Lagi pula aku bukan sosok wanita yang suka terikat komitmen," ujar Maudy menatap Kenan dengan senyum terluas di bibirnya. Kenan mengangguk, dia sudah pernah dengar Maudy mengatakan itu. Jadi, pasti akan sulit mendapatkan wanita cantik yang sudah merajai hatinya ini. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD