Bab 9. Pacaran Yukk!

1123 Words
Happy Reading. Malam setelah pesta Heru di Bali, Maudy memutuskan langsung kembali ke Jakarta. Begitu pun dengan Kenan keesokan harinya dia juga langsung pulang karena akan ada misi yang dia jalankan. Kenan tahu jika Maudy sudah kembali ke Jakarta, tepatnya ke rumah orangtuanya. Hubungan mereka masih menggantung karena Maudy tidak mau menerima Kenan dengan alasan Kenan masih memiliki kekasih. Ya, siapa juga yang suka jika diduakan? Raya pasti tidak mau dan Maudy tidak mau disebut pelakor, tetapi salahnya ini Kenan belum mengambil keputusan karena memutuskan hubungan dengan Raya itu tidak semudah yang selama ini dia ucapkan. Saat ini Kenan duduk di dalam mobilnya, menatap layar ponsel yang menunjukkan pesan singkat dari Raya. "Aku nggak bisa ketemu malam ini, masih ada urusan mendadak," tulisnya. Tanpa keterangan lebih lanjut. Sudah beberapa kali ini Raya tiba-tiba membatalkan rencana mereka dengan alasan yang tak pernah jelas. Kenan mendesah panjang, merasakan sebuah keraguan yang semakin mengusik pikirannya. Ada jarak yang terasa semakin lebar di antara mereka, dan ia tahu bahwa hubungannya dengan Raya sudah tidak sama lagi. Semua terasa hambar, dan setiap kali mereka bersama, ia merasa semakin asing. “Kenapa rasanya kayak gini, udah nggak ada feel sama sekali?” gumamnya, menatap ponsel dengan pandangan kosong. Kenan masih meraba perasaannya pada Raya, seperti perkataan Maudy. Wanita itu mengatakan jika sebenarnya Kenan hanya menyukainya karena suatu "Hal" bukan tulus dalam hati. Pria itu tidak mungkin mencintai Maudy dengan begitu cepat, itu artinya Maudy tidak percaya dengan perasaannya. Ah, apa iya? Menurut Kenan, Maudy tuh sok tahu, padahal yang merasakannya 'kan Kenan. Sejak kebersamaan mereka beberapa waktu lalu, ada perasaan hangat yang sulit ia abaikan. Bersama Maudy, ia merasa bisa menjadi dirinya sendiri tanpa harus berpura-pura. Meski Maudy tak pernah mengungkapkan perasaan secara gamblang, ada kenyamanan yang semakin tumbuh, mengakar, dan membuatnya ingin terus berada di dekat Maudy. Kenan tersenyum, apakah Maudy merasa jika dia ini pria b******k, ya? Sesusah itu untuk meyakinkannya. "Kok kangen, ya? Apakah perasaan kayak gini masih disebut perasaan sesaat?" gumam pria itu. Tanpa sadar, tangannya mengetik pesan singkat untuk Maudy karena sejak tadi dia sudah masuk ke dalam room chatnya. Maudy : Hai Maudy, apa kamu sibuk malam ini? Detik-detik berlalu, dan layar ponsel menyala. Pesan balasan dari Maudy muncul, membuat dadanya berdebar. Baguslah, sekarang Maudy benar-benar tidak mengabaikan pesannya. Maudy : Nggak sibuk banget. Ada apa?” Kenan tersenyum tipis, merasa sedikit lega. Kenan : Aku mau ngobrol. Ada yang mau aku ceritain. Bisa ketemu? Maudy tidak menjawab langsung. Kenan menunggu dengan sedikit cemas, sampai akhirnya pesan balasan datang. Maudy : Kamu udah di Jakarta? Kenan : Kan kemarin aku udah bilang kalau cuma semalam di Bali. Maudy : Oke, aku tunggu di kafe X, jam tujuh malam. Kenan : Kafe X? Maudy : Iya, mau nggak kalau di sana? Kenan : Mau banget, donk! Maudy : Oke deh, see you. "Yes!" Kenan kegirangan. Melihat jam di tangan masih pukul 3 sore, akhirnya Kenan memutuskan untuk menghidupkan mesin mobilnya dan dia harus pulang untuk mempersiapkan diri. *** Maudy menghela napas setelah membaca pesan Kenan, dia baru saja selesai mandi dan menscroll media sosial. Tiba-tiba ada pesan masuk dari Kenan dan mengajaknya untuk bertemu. Tidak masalah sebenarnya, Maudy juga rindu. Boleh nggak sih rindu dengan kekasih wanita lain? Di sini Maudy benar-benar serba salah. Kenan ingin menjalin hubungan tanpa status sedangkan dirinya kali ini benar-benar sudah ditekan untuk segera mencari pendamping hidup. "Huh, sial sekali nasib gue! Giliran udah ada yang klik di hati, eh malah cowok orang!" Kalau saja seandainya Kenan masih single, jelas Maudy pasti langsung mengiyakan ajakan Kenan yang memintanya menjadi kekasih, atau lebih jelasnya menjalin hubungan yang lebih dari sekedar teman. Siapa sih yang tidak suka dengan Kenan? Seorang pilot tampan, berkarisma, memiliki wibawa yang kuat, dan juga tentunya dia baik. Bahkan Kenan mengatakan jika dia baru pertama kali berhubungan seksual hanya dengan Maudy saja. Entah itu benar atau tidak, tetapi bagi Maudy itu artinya mamang sosok Kenan bukan pria yang suka bermain dengan wanita. "Huh, dilema." *** Di kafe yang Maudy pilih untuk pertemuan malam ini tempatnya begitu tenang. Wanita itu datang lebih dulu karena memang tempatnya tidak jauh dari rumah Maudy. Wanita cantik itu sudah menunggu dengan secangkir kopi di hadapannya. Saat melihat Kenan masuk, ia tersenyum hangat. Senyum itu, meski sederhana, mampu menghangatkan hatinya yang terasa dingin beberapa saat lalu. “Hai, udah lama nunggu?” sapa Kenan, menarik kursi di depannya. “Nggak kok. Baru aja,” jawab Maudy sambil menyandarkan tubuhnya ke kursi. Tatapannya yang lembut membuat Kenan merasa nyaman, seperti ia bisa membuka diri tanpa merasa dihakimi. “Gimana kabarmu hari ini?” tanya Kenan, mencoba mencairkan suasana. Maudy tertawa kecil. “Biasa aja. Kamu sendiri?” Kenan menghela napas, pandangannya menerawang. “Aku baik… nggak tahu harus mulai dari mana, Maudy. Tapi akhir-akhir ini, aku merasa hidupku berantakan.” Maudy mengernyit, memandangnya penuh perhatian. “Kenapa bisa gitu?” "Karena kamu, aku nggak bisa mengendalikan perasaan ku. Ini bukan hanya pelarian tapi memang nyata. Selama beberapa hari ini kamu memberikan waktu untukku mencerna perasaan ini, bukan? Buktinya, aku sama sekali nggak bisa melupakanmu. Bahkan, aku dan Raya belum bisa bertemu untuk membicarakan kelangsungan hubungan kita." Maudy terdiam, merasakan sedikit rasa sakit yang tak ingin ia akui. Ingin rasanya menjerit jika dia juga cinta, sayang, dan suka dengan pria di depannya ini, tetapi Maudy tidak bisa. “Mungkin kamu perlu bicara sama dia, coba cari tahu apa yang sebenarnya dia rasakan sekarang?” Akhirnya lagi-lagi Maudy menyarankan hal yang akan membuatnya jadi makin sakit. Kenan menggeleng pelan, matanya tampak lelah. “Aku udah coba, Maudy. Tapi… setiap kali aku minta ketemu buat bertanya masalah dia dan cowok itu, dia nggak mau. Sepertinya memang udah gak ada kecocokan diantara kami!" Maudy menarik napas dalam, merasakan konflik di dalam hatinya. Di satu sisi, ia ingin menjadi tempat curhat untuk Kenan, tapi di sisi lain, ia tahu perasaan ini semakin rumit. "Ya, kamu sendiri yang bisa menentukan, Kenan. Jelas kalau kamu ingin sama aku, itu nggak akan mudah, aku gak mungkin menerima kamu di saat kamu nggak bisa melepas Raya." Kenan langsung memegang tangan Maudy, menggenggamnya lembut, bahkan Maudy bisa merasakan kehadiran dari telapak tangan besar milik Kenan. "Meskipun belum ada kata-kata pisah terucap dari bibirku, tapi aku sendiri udah nggak menganggap Raya kekasih. Cuma kamu pemilik hatiku, Maudy." Maudy menghela napas. Dia diam saja, hanya merasakan gerakan ibu jari Kenan yang lembut tengah mengelus punggung tangannya. Jujur, Maudy suka diperlakukan seperti itu. Malam semakin larut ketika mereka berdua masih berada dari kafe. Udara malam yang dingin membuat mereka semakin genggaman tangan, kali ini dua tangan mereka yang di atas meja, saling menggenggam satu sama lain. “Maudy,” panggil Kenan pelan. Maudy mendongak, menatap Kenan dengan pandangan yang lembut. “Ya?” "Kita pacaran, Yukk." Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD