Bintang pergi di siang hari, jadi dia bersantai dulu di apartemen barunya ini. Angkasa pindah ke apartemen yang lebih luas. 4 kamar tidur yang salah satunya dijadikan kantor. Ada kolam renang juga di belakang dengan kaca dimana-mana. Sebelumnya Bintang akan merasa senang, tapi sekarang ngeri juga kalau hujan badai. Apalagi dia di lantai 22. Terasa jelas menakutkan.
Kedatangan Mama Sena cukup mengejutkan. Untung Bintang sudah mempersiapkan dirinya, dia menyimpan sebagian barang di kamar Angkasa. “Mama gak bilang kalau Abang punya apartemen baru.”
“Mama juga sebenernya gak tahu, Angkasa kayaknya nguras tabungannya. Dia kan diem-diem banyak kerjaannya juga. Kayak bikin kelas hukum dll gitu,” ucap Sena menyusun bahan makanan di kulkas. “Kamu berangkat siang kan, Kak?”
“Heem, mau dimasakin makan siang dulu dong sama Mama.”
“Boleh.” Sena senang ketika melihat ada bekas masak. Angkasa benar-benar memasak soto untuk istrinya. Sena jadi lebih tenang karenanya. Dia memasak banyak untuk makan siang. Supaya sang anak bisa makan dengan lahap. Bangun tidur, mandi dan langsung makan, Bintang lupa belum memberitahu Angkasa kalau Mamanya akan datang.
“Masakan Mama enak banget ihhh… nyesel gak belajar masak dari duli.”
“Gak papa, suami kamu juga pinter masak gitu-gitu juga. Oh iya, Mama mau tanya tentang mal….,” ucapannya menggantung, Sena lupa seharusnya dia tidak menanyakan hal itu.
“Apa, Ma?” tanya Bintang penasaran.
“Enggak, Mama mau buat jus. Kamu mau?”
“Boleh, tapi mau alpukat ya.”
“Nanti Angkasa jemput kamu ‘kan?”
Sudah Bintang duga pertanyaan ini akan keluar. “Enggak, Ma. abang punya banyak tugas. dia kan sibuk persiapan inagurasi.”
“Jadi berangkat naik apa? Mau Mama sediain lagi supir pribadi? Biar gak naik online. Mama khawa─ Eh, itu Abang pulang.”
Bintang sama memutar tubuh melihat Angkasa yang datang. “Loh, Mama gak bilang mau datang.”
“Kamu ngapain kesini?”
“Jemput Bintang, dia kuliah siang.”
Mengejutkan, Angkasa benar-benar pulang hanya untuk menjemputnya. Tidak ada lagi sesuatu yang dia lakukan selain itu. “Kamu udah tahu kalau Mama mau dateng?” sampai menanyakan hal tersebut.
“Kamu gak kasih tahu.”
“Terus kenapa pulang lagi?”
“Emang gak denger tadi?” Tanya Angkasa.
“Gak usah jemput atau anterin kalau gak mau. Aku juga pasti gak bakalan jelek-jelekin kamu di hadapan Mama.”
“Kalau beres kuliah kasih tahu, terus tunggu di parkiran. Mau maen sama temen juga kasih tau, pulangnya harus bareng.” Pria itu membukakan pintu dari dalam. Membuat Bintang menatapnya lama. “Apa? gak mau keluar?”
“Makasih.” Sebaik apapun Angkasa, Bintang masih memiliki rasa marah karena perbuatan pria itu yang menidurinya. Beserta dengan kata-kata mennyakitkan yang dia lontarkan. Meskipun terkadang Bintang merindukan keadaan mereka 3 tahun yang lalu.
“Bie, nanti kita kke Winda yuk. Dia mau pulang dari RS katanya, sekalian maen ke rumahnya.” Maura menyambutnya dengan pelukan.
“Boleh. BTW kenapa lu ngikut ke kelas gue?”
“Hehehehe, gue dibolehin pindah ke kelas lu. Sama si Febri juga.”
“Demi apa?” bintang membulatkan mata.
“Kan bapaknya Winda punya kekuasaan. Lagian gue mau bareng sama kalian. Jadi kita berempat kemana-mana.”
“Yeayyy!” teriak Febri yang melangkah melewati dua orang itu.
****
Beberapa teman mereka lebih dulu datang. Sedangkan Bintang harus terlambat karena ada kelas tambahan. Mereka bertiga menaiki mobil Febri menuju ke rumah Winda. “Liat, Bin. Lu gak kaget liat rumah segede gitu?”
Bintang menoleh, masih lebih besar punya orangtuanya. Apalagi Opanya pemilik rumah sakit dan memiliki beberapa cabang, jadi tidak mengejutkan dengan semua kemewahan itu. “Bagus banget.”
“Anak satu-satunya dia tuh, jadi pasti dimanja banget.”
Masih ada sebagian teman yang tersisa. “Woylah, Bin… main ke teknik napa.” Si pria mengajak tos.
“Gak dulu, kating teknik nyebelin.”
“Heh, gue kating teknik ya.”
Bintang tertawa dan memilik ke kamar Winda. Semuanya serba pink. Fokus Bintang terpaku pada foto besar Winda dan Angkasa. “Kapan itu?”
“Satu tahun yang lalu waktu aku kelas XII, lagi nganter belajar itu Kak Angkasa. Bagus gak?”
“Bagus, kalian cocok banget.”
Bintang bermain sejenak bersama teman-temannya di rumah Winda, mendapatkan banyak makanan pula. Setiap kali ada permainan kelompok, Winda akan meminta bersama dengan Bintang. “Lu kenapa dah nempel banget sama si Bintang, Win Win?”
“Pas Ospek kita pisah group ya, Bintang aja yang baik sama aku. Jadi aku suka diaaa… Bin nginep aja ya?”
“Gak bisa, besok masih ada satu matkul sama kumpulan persiapan buat Inagurasi,” ucap Febri. “Minta ke pacar lu biar kita satu group dong.”
“Pacar aku fokusnya di Universitas, tapi kayaknya bisa sih nyuruh ke Ketua Himpunan Fakultas Hukum buat kita bareng. Dia gak bisa kesini, katanya sibuk.”
Ini kesempatan yang bagus untuk Bintang, dia mengirim pesan pada Angkasa dan meminta pria itu menjemputnya di rumah Winda. Apa yang akan dilakukan oleh pria itu? akankah dia datang?
“Bin, lu pulang pake taksi atau dijemput?”
“Belum tahu, yang pasti jangan anterin gue. Kita nggak searah.”
Ting! Pesan masuk dari nomor Angkasa. “Keluar, udah ada di depan rumahnya.”
Mata Bintang membulat. “Gue pulang dulu gais, ada perlu dirumah. Bye.”
“Kapan kita bisa ke rumah lu?”
“Nggak bisa sekarang-sekarang. Gue sibuk.” Segera keluar dari tempat tersebut. Ternyata Angkasa benar ada disana, dia menjemput dengan mobil berbeda. “Gak mau turun dulu terus nemuin Winda?”
“Besok aja.”
“Katanya sibuk.”
“Cepetan masuk.”
“Pasti pake mobil beda biar nggak ketahuan ya?”
Yang diabaikan oleh Angkasa. “Mau sampai kapan sama Winda?”
“Gak usah ikut campur,” ucap Angkasa yang akhirnya membuat Bintang bungkam.
“Biasa aja, lagian aku juga gak peduli.” Memalingkan wajahnya, Bintang menatap keluar jendela. Astaga, ada telur puyuh kecap disana. Saat lampu merah, Bintang menurunkan kaca. “Mang! Masih ada?”
“Udah habis, Neng.”
“Yahh…” Padahal Bintang ingin makan malam dengan itu. dia malas memasak, lagipula nantinya mereka pasti masing-masing. Bintang masuk ke kamar, membanting pintu dengan kuat. “Mandi dulu deh. Biar seger.”
Begitu Bintang keluar untuk memasak, Angkasa sudah tidak ada. Kunci mobil di nakas juga hilang. Apa dia kembali mempersiapkan Inagurasi?
“Laparrrrrr!”
Ting Tong! Seseorang datang, itu kurir makanan. “Ada apa, Mas?”
“Dengan rumah Mbak Bintang?”
“Iya.”
“Ini pesenannya. Terima kasih banyak.”
Isinya adalah telur puyuh kecap. Sudah pasti ini dari Angkasa. Sebenernya niat dia itu gimana sih?
****
Angkasa mengiriminya pesan, kalau dia akan pulang terlambat karena sibuk dengan oganisasinya. “Bodo amat,” ucap Bintang dengan sinis. Menghabiskan waktunya dengan mengerjakan tugas dan melakukan video call dengan teman-temannya. Masuk jurusan hukum bukanlah keinginannya, tapi Bintang tidak boleh tertinggal.
“Haduh, kagak paham juga,” ucapnya merentangkan tubuh. “Abang belum pulang kan? Pinjem bukunya bisa kali.” Di ruang kerjanya, tidak ada buku. Jadi Bintang pergi ke kamarnya. Dia mengambil dua dan bergegas keluar. Belum juga sampai pintu, Bintang mendengar suara seseorang masuk. Dia langsung bersembunyi di lemari baju gantung. Dari dalam, Bintang masih bisa melihat pergerakan Angkasa.
“Huft, kayaknya dia ke kamar mandi.”
Namun nyatanya Angkasa tiba-tiba membuka lemari dengan tubuh yang hanya ditutupi boxer. “Aaaaaa!”
“Bie?” Angkasa sama kagetnya.
Perempuan itu lari dengan keadaan mata tertutup. BRUK! Dan malah menabrak pintu. “Awwww!”
“Bie…”
“Jangan deket-deket.”
“Aku udah pake baju. Buka mata kamu.”
dengan wajah memerah, Bintang berdiri. “Tadinya mau pinjem buku, tapi gakjadi.” Segera keluar dan masuk ke kamarnya. Kali ini Bintang merasa berbeda memandang Angkasa. “Tau ah, beresin aja sebisanya.”
Tok! Tok! “Bukunya disimpen diluar.”
Bintang pura-pura tidak mendengar. Bintang keluar setelah 30 menit.
“Kalau masih butuh referensi, bukunya dipindahin ke ruangan kerja,” ucap Angkasa yang ternyata sedang menonton TV tanpa suara seperti kebiasaannya.
Bintang ingin membentengi diri, tapi dia butuh bantuan Angkasa. “Temen-temen aku gak ada yang bisa kerjain ini. Bisa bantu gak?” tanya Bintang mengesampingkan rasa bencinya juga.
Di malam yang larut seperti ini, dia malah teringat moment manis bersama Angkasa. “Kesini.” Pria itu menyingkirkan bantalan sofa.
Mereka terfokus pada tugas, penjelasan Angkasa masuk di kepalanya. “Inagurasi dua mingguan lagi, mungkin bakalan sering pulang malem.”
“Hmmm… kalau sibuk gak usah anter jemput, naik taksi juga bisa.”
“Mama parno denger kejahatan di taksi online.”
“Ojeg juga bisa, lagian gak akan pulang malam juga.”
Ditengah asyiknya mereka berbincang, Angkasa malah mendapatkan telpon dari Winda. “Hallo? Iya, aku udah satuin kamu sama temen-temen kamu. Gak usah khawatir.” Bintang sampai menunduk enggan untuk mendengar. Memainkan pensil hingga terjatuh, dia sampai kesulitan mengambilnya. DUK!
“Hehehehe…”
Bintang langsung menatap tajam Angkasa yang menertawakannya.
“Kamu lucu,” ucapnya pada seseorang di telpon. Oh, ternyata Bintang salah mengira.
“Iya, goodnight.”
“Udah beres, makasih udah bantuin,” ucap Bintang segera membereskan bukunya cepat hingga berjatuhan. “Gak usah, aku bisa sendiri.” kembali ke kamarnya dan tiba-tiba meneteskan air matanya entah untuk apa.
Meskipun Angkasa mengantar jemputnya, membuatkannya makanan, tapi Bintang tidak melihat cinta pria itu untuknya. dia tetap menjawab ketus jika Bintang menyinggung Winda, dan membatasi pembicaraan. Maka dari itu, Bintang juga akan membangun benteng.
Tapi tidak semudah itu, Bintang merasa sedih saat Angkasa datang ke kelasnya kemudian memanggil. “Winda mana?” untuk memberikan makan siang.
Oh, ternyata dirinya tidak sespecial itu.