Sang Pewaris-13

1935 Words
Hari Prasetya tengah berkemas dengan dibantu oleh istrinya. Beberapa baju kerja juga baju rumahan telah Karlita masukkan ke dalam koper besar milik suaminya. Karlita yang merupakan istri dari Hari Prasetya, wanita yang masih terlihat sangat cantik di usia kepala lima. Menikah dengan Hari sejak lima belas tahun silam. Meski keduanya tak diberikan momongan, nyatanya tak mengurangi sedikit pun kadar keharmonisan dalam rumah tangga mereka. Dulunya Karlita sempat hamil dengan Hari. Namun, Karlita mengalami kecelakaan yang membuatnya keguguran juga benturan hebat di bagian perut yang membuat rahimnya harus diangkat. Sehingga wanita itu tak lagi bisa mengandung untuk selamanya. "Pa ... kamu serius mau berangkat sendiri? Kenapa tidak anak buahmu saja yang pergi," ucap Karlita khawatir pada suaminya, mengingat beberapa waktu ini Hari memang sedang bermasalah dengan kesehatan. "Ini proyek besar, Ma. Dan aku harus menemui langsung pimpinan mereka untuk tender besar-besaran ini, karena ini adalah project pemerintahan. Nanti jika semua sudah deal baru aku akan menyerahkannya pada anak buahku." Hari menjelaskan membuat Karlita manggut-manggut mengerti. Menjadi seorang pemimpin dari Satriawan Corporation, sebuah perusahaan besar yang membawahi beberapa lini usaha, salah satunya termasuk proyek real estate yang menangani pembangunan beberapa proyek besar pemerintahan seperti rumah sakit, sekolah juga beberapa kantor pemerintahan yang tersebar di seluruh Indonesia. Menjadi CEO sekaligus Direktur Utama Satriawan Corporation, Hari Prasetya mengemban tugas tertinggi demi kelangsungan dan berkembangnya perusahaan besar milik almarhum sahabatnya. Selain itu, satu perusahaan di bidang eksport dan import di bawah naungan perusahaan besar Dewangga Company juga berada di bawah pengawasan juga pengurusan Hari Prasetya. Semua ini sebenarnya hanyalah titipan dan Hari tidak pernah serakah ingin menguasai semua. Sebesar apapun kekayaan keluarga sahabatnya yang bernama Satriawan Dewangga, dia kelola dengan sebaik-baiknya dan sesuai dengan kemampuannya. Sudah bersyukur karena apa yang telah ia dapatkan selama beberapa puluh tahun ini sudah cukup membuat hidup Hari tidak lagi kekurangan seperti dulu. Semua berkat Satriawan tentunya yang telah merangkulnya dan memberikan kesempatan bagi dirinya untuk bisa menjadi orang suskes seperti sekarang ini. "Papa harus janji padaku akan menjaga diri juga menjaga kesehatan dengan sebaik-baiknya. Ingat, kesehatan papa sedang terganggu jadi papa harus menjaga pola hidup sehat." Tak henti Karlita mengingatkan karena dia sangat mengkhawatirkan suaminya. Bagaimana pun juga Hari adalah suami dan seseorang yang begitu sayang dan juga baik kepadanya. Meski dia tak bisa memiliki anak nyatanya kasih sayang yang Hari berikan tak pernah surut sedikit pun sejak mereka menikah hingga kini. Hari yang selalu mengayomi dan juga selau berusaha membuatnya bahagia. Membuat Karlita pun memiliki perasaan yang sama untuk menjaga sang suami tercinta. Terlebih ketika lima tahun lalu dokter memvonis penyakit komplikasi yang diderita oleh Hari, maka Karlita begitu ketat menjaga kesehatan dan pola hidup sehat untuk suaminya itu. Tidak boleh makan sembarangan dan selalu menjaga pola makan juga pola tidur yang cukup. Oleh sebab itulah ketika Hari harus berada di luar kota seperti ini Karlita sangat khawatir. Hari jika sudah sibuk dengan pekerjaan maka dia akan lupa makan juga bisa lupa istirahat. Dan Karlita bagai alarm yang selalu rutin dan tiada henti mengingatkan sang suami. Mereka berdua saling membutuhkan satu sama yang lain. "Mama jangan khawatir. Hanya satu minggu aku di sana." "Satu minggu itu lama, Pa." "Iya. Papa janji akan menjaga diri dengan baik." "Jangan hanya bekerja dan bekerja. Jangan lupa makan, tidur cukup dan ...." belum sempat Karlita melanjutkan Hari sudah menyelanya. "Jangan begadang." Keduanya terkekeh bersama. Hari sudah hapal betul, pesan-pesan yang selalu istrinya dengungkan. Dan itu semua demi kebaikannya juga. Merasa beruntung mendapatkan istri seperti Karlita yang begitu perhatian kepadanya. Berbeda dengan mantan istrinya yang ... Hari menggelengkan kepalanya tak ingin kembali mengingat wanita yang telah bertahun-tahun lalu meninggalkannya dengan membawa anak mereka yang kala itu baru berusia satu tahun. Ia tepis kenangan lama dari dalam pikirannya meski pada kenyataannya Hari tak akan pernah bisa melupakan masa lalunya. Hanya tak ingin menyakiti Karlita sehingga Hari pun tak pernah membicarakan perihal mantan istri dan juga anaknya. Karlita memeluk Hari dengan penuh sayang. "Andai aku bisa ikut, pasti aku akan mengawal Papa." Hari mengusap punggung sang istri yang berada di dalam dekapannya. "Jangan terlalu mengkhawatirkanku. Aku baik-baik saja." Meski di mulutnya Hari bisa mengatakan jika baik-baik saja nyatanya kondisi kesehatannya semakin menurun saja setiap harinya. Berusaha mengabaikan itu semua karena masih banyak tanggungan juga beban di pundak yang belum berhasil ia selesaikan. Berdoa dalam hati agar Tuhan masih memberikan umur yang panjang di tengah penyakit yang dia derita saat ini. Karlita mengurai pelukannya. "Jangan lupa untuk selalu mengabariku jika papa sedang tidak sibuk." Hari mengangguk. "Siap." Karlita mengulas senyuman. "Besok papa berangkat jam berapa?" tanyanya kemudian. "Pesawat pagi. Jam tujuh." "Ya, sudah sebaiknya papa segera pergi beristirahat sekarang." Hari menuntun sang istri untuk merebah di atas ranjang. Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Koper berisi baju dan semua perlengkapan pribadinya telah selesai dikemas. Sekarang waktunya berisitirahat agar besok pagi saat berangkat, badan sudah kembali segar dan bugar. *** Pagi hari di salah satu kota provinsi yang berada di Indonesia bagian timur, Andaru tengah bersiap untuk pergi bekerja. Ini adalah hari ketiganya menjalani profesi baru menjadi seorang sopir taksi bandara. Iya benar, Andaru akan mangkal di bandara untuk menjemput penumpang dari berbagai macam daerah yang bepergian menggunakan transportasi udara. Sudah tiga hari pula Andaru berusaha menikmati pekerjaan barunya ini. Meski rasanya lebih capek daripada menjadi karyawan kantor, setidaknya di tempat kerja yang baru ini Andaru menemukan sebuah kenyamanan. Tak ada yang semena-mena kepadanya karena sistem menarik taksi di bandara pun tidak saling berebut satu dengan yang lainnya. Semua mendapat giliran yang sama untuk mendapatkan penumpang sehingga tak ada yang namanya bersaing atau berebut penumpang. Semua terkoordinir dengan baik. Andaru patut mengacungi jempol pada sistem taksi bandara yang menaunginya ini. Rejeki yang terbagi rata untuk semua taksi yang mangkal menjadikan para sopir tak merasakan iri hati pada satu dengan yang lainnya. Masih lagi mendapatkan tips dari penumpang yang setiap hari lumayan juga jumlahnya. Selama tiga hari ini pula Andaru selalu pulang dengan membawa uang dan belum pernah dengan tangan kosong. Selalu bersyukur dan berterima kasih atas kemudahan yang Tuhan beri untuknya kali ini. Pria itu sedang mematut dirinya di depan cermin. Seragam berwarna biru laut yang melekat di tubuhnya menambah kesan tampan, berbeda ketika dia menjadi karyawan. Di mana dulu penampilan Andaru sangat culun dan lugu karena seringnya pria itu memakai kemeja kedodoran dan celana bahan kebesaran. Jika sekarang Andaru selalu memakai seragam kerja yang dia dapatkan dari perusahaan sehingga ukuran baju sesuai dengan bentuk tubuh. Tidak kedodoran juga kebesaran. Sangat pas melekat di tubuh Andaru yang padat berisi. Sebenarnya Andaru ini tidak terlalu kurus tapi menonjol dan berisi di tempat-tempat tertentu. Menyisir rambut klimisnya setelah memberikan pomed pada rambut hitam legam miliknya dan setuhan terakhir tak lupa Andaru memakai kacamata tebalnya. Sebenarnya jika dilihat-lihat lagi Andaru akan semakin terlihat tampan dan hilang kesan culunnya andai kacamata itu ia tiadakan. Namun, seolah sudah menjadi ciri khas Andaru yang berkacamata sehingga benda itu tak pernah lupa selalu nangkring di atas hidungnya. Sebelum keluar kamar Andaru menyemprotkan parfum ke tubuhnya. Sebagai seorang sopir yang setiap hari membawa penumpang tak etis rasanya jika Andaru bermasalah dengan bau badan. Oleh sebab itulah meski tidak tampan-tampan sekali wajahnya asalkan penampilannya bersih, rapi dan wangi maka penumpang akan betah melakukan perjalanan bersamanya. Selesai dengan ritual paginya, Andaru keluar dari dalam kamar dengan menenteng tas ransel miliknya. Ke mana pun Andaru pergi tas ransel itu selalu saja menemani sebagai tempat penyimpanan barang-barang pribadinya seperti baju ganti dan lain sebagainya. "Selamat pagi, Bu." Andaru menyapa Arimbi yang telah siap duduk di ruang makan menunggu Andaru untuk sarapan. "Pagi, Sayang. Ganteng sekali anak Ibu." Puji Arimbi melihat penampilan Andaru beberapa hari ini tampak rapi. Andaru tersenyum malu acapkali mendapati pujian yang terlontar dari sang Ibu. Menyeret sebuah kursi untuk ia duduki. "Ah, Ibu bisa saja. Bukankah sejak dulu aku memang sudah ganteng, Bu." Goda Andaru membuat ibunya tertawa sembari mengisi piringnya dengan nasi dan aneka lauk juga sayur yang telah disediakan di atas meja. "Iya memang. Anak ibu ini sejak lahir sudah ganteng maksimal. Tapi karena penampilanmu sekarang lebih terlihat luar biasa daripada dulu ketika kamu menjadi seorang karyawan kantoran." "Jadi ibu lebih suka melihat penampilanku jadi sopir taksi daripada karyawan kantoran." "Bukan begitu, Ndaru. Apa pun profesimu, Ibu akan senang dan bangga padamu. Sudah jangan banyak bicara. Habiskan makananmu, nanti keburu kesiangan kamu ditegur oleh atasan." Keduanya makan saling diam hingga tiga puluh menit kemudian makanan di piring Andaru telah habis tak bersisa, juga minuman hangatnya tandas juga. Andaru meraih ransel dan beranjak berdiri. "Aku berangkat dulu, Bu. " Selalu tak lupa mencium punggung tangan sang Ibu ketika akan bepergian keluar rumah karena itu sama artinya dengan minta doa restu sang ibu dalam setiap langkahnya. "Hati-hati di jalan. Jangan ngebut bawa taksinya. Yang ramah juga dengan penumpang," pesan yang Arimbi dengungkan acapkali Andaru berangkat kerja. "Siap, Bu." Andaru berlalu meninggalkan ruang makan. Namun, panggilan dari arimbi membuat Andaru kembali menolehkan kepala ke belakang. "Ndaru!" "Ya, Bu." Arimbi tergopoh-gopoh menghampiri putranya sembari membawakan tas kecil berisikan bekal makan siang untuk Andaru. "Ini ketinggalan." Arimbi menyodorkan apa yang ia bawa ke hadapan putranya. Andaru tersenyum menerima bekal yang ibunya sodorkan. "Ah, iya. Aku lupa. Terima kasih, Bu." "Sama-sama." Selama tiga hari ini Arimbi selalu membawakan Andaru bekal makan siang yang bisa di makan setiap saat dan di mana pun juga. Daripada membeli makanan diluar lebih baik membawa makanan dari rumah yang nyata-nyata terjaga kebersihannya juga untuk mengirit pengeluarannya. Andaru memasukkan bekal manakannya ke dalam tas lalu ia pun berlalu keluar rumah. Membawa motor meninggalkan halaman dengan diiringi lambaian tangan Arimbi. Wanita itu tak henti berdoa untuk keselamatan putranya. Pekerjaan Andaru yang sekarang resikonya lebih besar karena harus berada di jalanan dan membawa nyawa orang. Semoga saja Tuhan selalu melindungi dan menjaga Andaru di mana pun putranya itu berada. *** Penumpang pertama yang Andaru bawa kali ini adalah seorang lelaki kelas atas karena terlihat dari penampilannya yang rapi dan juga elegan. Sedikit heran, karena biasanya orang kaya yang akan bepergian seperti ini selalu saja ada sopir pribadi yang menjemput bukan justru menaiki sebuah taksi bandara seperti ini. Ah, Andaru tak mau ambil pusing juga tak mau banyak berpikir hal yang bukan kapasitasnya. Sekarang lebih baik dia membantu calon penumpangnya untuk menyeret koper yang ukuranya lumayan besar. Sebelum memasukkan barang tersebut ke dalam bagasi, dengan sopan Andaru membukakan pintu penumpang dan meminta pada pria tersebut untuk masuk terlebih dulu je dalam. Baru setelahnya Andaru menyimpan koper besar tersebut ke dalam bagasi. Mengitari bagian samping taksi dan Andaru masuk serta duduk di balik kemudi. Penumpang lelaki yang Andaru tidak tahu siapa namanya menyebutkan sebuah alamat yang akan ia tuju. Karena Andaru sejak kecil telah hidup dan besar di kota ini, tak menyulitkan bagi pria itu untuk menemukan alamat yang dituju. Selain itu aplikasi google map juga GPS yang terpasang lebih memudahkan para sopir taksi dalam menentukan jalan. Dengan hati-hati Andaru mulai menjalankan taksinya keluar meninggalkan area bandara. Tak banyak obrolan di antara mereka membuat Andaru harus melirik sang penumpang melalui kaca spion. Biasanya, penumpang yang ia bawa akan bertanya entah itu hal apa saja sekedar berbasa-basi. Lirikan mata pada spion membuat kening Andaru mengernyit. Berpikir dalam hati jika si penumpang sedang dalam kondisi yang tidak baik-baik saja. Wajahnya sedikit pucat dengan satu tangan memegang dadaa. Ada apa gerangan? Pikir Andaru di dalam hatinya. Ingin bertanya tapi Andaru takut dikira tidak sopan. Tidak bertanya ia pun merasa penasaran. Mulai mencoba menerka-nerka apakah lelaki yang kini ia bawa mabuk kendaraan sehingga wajahnya tampak pucat seperti itu. Andaru semakin resah saja. Sekali lagi pria itu melirik spion. Dan semakin terkejut mendapati napas penumpangnya sedikit tersengal. Semua itu dapat Andaru lihat dari pergerakan dadaa yang naik turun tidak teratur. Semakin yakin saja jika lelaki itu sedang tidak baik-baik saja.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD