"Itu juga kenapa wajah Mas Ndaru kok ada luka?" Dengan jari telunjuk, Aisya menuding pelipis Andaru yang memar karena terbentur helm mungkin.
Tidak berhenti sampai di situ karena Aisya justru meneliti yang ada pada diri Andaru. Dan gadis itu menemukan sobekan di sisi tas ransel yang tersampir di punggung pria itu.
"Ini juga kenapa ransel Mas Ndaru robek?"
Andaru menelan ludah. Gadis di hadapannya terlalu peduli padanya. Antara senang karena masih ada orang yang memperhatikannya, tapi juga risih karena yang peduli terhadapnya ini seorang gadis belia. Andaru tak ingin melibatkan perasaan di antara hubungannya dengan Aisya. Ah, mungkin Andaru sendiri yang terlalu berlebihan dan berpikir kejauhan. Mana mungkin Aisya suka padanya. Apa coba yang dilihat dan menarik dari dalam dirinya. Tidak ada. Aisya seperti itu mungkin hanya kasihan saja melihatnya.
"A-aku semalam jatuh dari motor," jawab Andaru terbata sembari mengulas senyuman.
Mata Aisya melotot karena terkejut mendengar berita buruk dari bibir Andaru. "Apa? Mas Ndaru jatuh? Lalu ... Mas Ndaru terluka?"
Andaru menggelengkan kepalanya. "Tidak. Aku tidak apa-apa, Ais. Hanya luka kecil."
Aisya menghela napas tampak lega. "Syukurlah kalau begitu."
"Hanya kakiku saja yang terluka karena kejatuhan motor. Ya, sudah. Aku tinggal dulu, takut terlambat masuk nantinya. Terima kasih karena telah membantuku."
"Sama-sama, Mas."
Aisya membiarkan saja ketika Andaru mulai pergi meninggalkannya. Meski sebenarnya gadis itu sangat penasaran akan cerita jatuhnya Andaru dari atas motor. Hanya saja ... Aisya sadar diri jika dia bukanlah siapa-siapa yang tak boleh terlalu peduli atau selalu ingin tahu apa pun yang melibatkan diri Andaru.
Semua kepedulian Aisya itu bermula karena seringnya dia melihat Andaru yang diperlakukan semena-mena oleh para karyawan yang lainnya. Dan Andaru tak pernah menolak selalu mengikuti saja apa yang mereka perintahkan. Aisya tidak suka itu dan dia kasihan karena Andaru terlalu lemah untuk bisa melawan. Melihat penampilan Andaru yang terkesan kolot membuat Aisya gatal sekali ingin merubah penampilan pria culun itu agar lebih terlihat bagai seorang lelaki gentle agar tak lagi dipandang sebelah mata oleh orang lain. Aisya yakin sekali dibalik kacamata tebal juga rambut klimis Andaru tersimpan wajah yang rupawan. Namun, Andaru ini bukan siapa-siapanya. Dan hingga detik ini acapkali bertemu dengan pria itu, tidak bisa jika Aisya abaikan. Yang ada selalu saja dia akan bersikap baik dan ramah.
Aisya menggelengkan kepala karena sibuk melamun. Padahal Andaru sudah meninggalkannya sejak tadi. Gegas mengambil sapu sebelum ada orang lain yang keluar lift atau melintas di tempatnya sekarang ini.
Sementara itu, Andaru bisa juga sampai ke ruangannya. Mendapat tatapan penuh tanya dari salah satu rekan kerjanya yang melihat hal ganjil tengah terjadi padanya.
"Andaru, kamu kenapa? Jalanmu pincang begitu?"
Andaru tersenyum malu dan menjawab dengan singkat. "Semalam jatuh dari motor."
"Oh, pantas saja. Tapi kamu tidak kenapa-kenapa, kan?"
Kepala Andaru menggeleng. "Tidak. Hanya sedikit luka di kaki."
Andaru gegas duduk di meja kerjanya untuk menghindari segala macam cercaan dari rekan kerjanya yang lain. Segera memulai semua pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Pada divisi IT support terdapat beberapa bagian, diantaranya help desk analys yang bertugas menanggapi segala permasalahan teknis pengguna akun perusahaan yang berbau IT. Ada juga bagian network yang bertugas pada sistem jaringan perusahaan. Selain itu Analys sistem computer dan CCTV support juga termasuk dalam bagian departmen IT support.
Sayangnya, Andaru tidak memegang kendali atas bagian CCTV support staff sehingga dia tidak bisa melihat apa yang tengah terjadi pada motornya dan membuktikan akan kecurigaannya jika memang ada orang yang sengaja mencelakainya. Ingin meminta tolong pada staf yang berwenang pun tak berani Andaru lakukan. Selain karena dia tidak ingin menuduh seseorang, juga tidak mau dia membuat seseorang yang mungkin saja telah melakukan tindakan jahat kepadanya akan diketahui banyak orang dan berakhir kehilangan pekerjaan. Andaru tidak mau hal itu terjadi. Namun, Andaru berpikir jika dia hanya ingin tahu saja siapa dalang dari semua hal buruk yang menimpanya tanpa dia menyebar luaskan semua kejahatan orang lain yang telah dilakukan padanya. Baiklah, ada baiknya nanti Andaru akan berbicara pada salah satu rekannya di bagian CCTV untuk melihat. Andaru sendiri tidak boleh sesuka hati mengotak atik program keamanan perusahan jika itu bukan bagian dari pekerjaannya. Namanya menyalahi aturan jika sampai ketahuan dia menyalahgunakan hal yang bukan tanggung jawabnya.
Andaru menghela napas lalu memilih memulai aktifitasnya meski hatinya tidak tenang. Harap-harap cemas jika akan ada rentetan kejadian tak terduga lainnya yang akan dialaminya kelak.
Hingga tak terasa sore pun tiba di mana Andaru telah bersiap pulang. Seperti saat berangkat tadi Andaru menggunakan jasa taksi online, sore ini juga demikian. Pria itu telah memesan taksi online yang akan mengantarnya menuju bengkel untuk mengambil motornya.
Hal yang tak Andaru sukai ketika berada di satu lift yang sama dengan karyawan bagian administrasi. Andaru berusaha tetap ramah. Namun, tahu sendiri jika tingkat ke-iri-an mereka semakin besar karena bos besar memberikan kesempatan luar biasa padanya.
Andaru sudah menyiapkan dirinya andai ada yang berbuat jahat seperti menjegalnya mungkin. Tadi pagi pun karena dia tidak siap maka yang ada Andaru harus berakhir jatuh tersungkur juga menahan rasa malu yang luar biasa.
Mata Andaru awas melirik ke kiri dan kanan. Memfokuskan diri sampai denting suara lift yang berbunyi juga disertai pintu yang terbuka ketika sampai lobi, gegas Andaru melipir memberi jalan pada semua orang yang ingin keluar. Tatapan sinis lagi-lagi terlihat. Andaru tak paham apa yang membuat mereka tidak menyukainya. Padahal selama ini Andaru tak pernah berbuat jahat pada siapa pun. Apa juga yang diirikan mereka. Andaru bukan orang kaya dan hanya anak dari seorang janda. Hanya satu yang dapat Andaru andalkan yaitu keenceran otaknya. Andaru memang pandai dan hal itulah yang mungkin saja membuat mereka tidak suka.
Setelah tak lagi ada orang, barulah Andaru meninggalkan tempat menuju lobi depan di mana taksi yang ia pesan telah menunggu. Melalui perjalanan panjang karena dihadang kemacetan sehingga memerlukan waktu lebih lama untuknya bisa sampai ke bengkel yang untungnya masih belum tutup. Tadi Andaru sudah menelepon sebelumnya dan menanyakan kabar motornya yang sudah selesai diperbaiki. Membayar ongkos taksi lalu pria itu masuk ke dalam bengkel. Memperhatikan motornya yang sudah kembali seperti sedia kala. Ada beberapa goresan dan Andaru tak mempermasalahkan. Mungkin itu terjadi karena gesekan bodi motor dengan aspal.
Membayar sejumlah uang untuk biaya perbaikan, Andaru mendengar dengan jelas penjelasan salah satu montir yang menangani motor miliknya. Benar dugaannya bahwa putusnya rantai karena suatu sebab. Bukan putus dengan sendirinya. Andaru tak paham. Kenapa mereka yang berbuat demikian sungguh tega sekali ingin mencelakainya. Bersyukur Tuhan masih menyelamatkan Andaru dari segala mara bahaya.
***
Satu bulan berlalu tak terasa Andaru berada di divisi barunya. Mengenai perlakuan buruk yang selama ini ia terima masih saja ada meski tak sesering dulu kala. Dan Andaru sendiri membiarkan saja, memilih tetap waspada menjaga dirinya sendiri agar mereka tak sampai melukai atau mencelakainya lagi. Mengenai kejadian kecelakaan yang menimpanya sebulan lalu, Andaru sudah tahu siapa pelakunya. Semua bisa degan mudah Andaru liat melalui CCTV. Tak lagi Andaru mau membalas semua perlakuan buruk rekan-rekannya itu. Tidak sekarang lebih tepatnya, karena Andaru masih menyayangkan reputasi juga kedudukannya dalam perusahaan ini. Bukan tidak mungkin jika Andaru melawan, maka mereka akan semakin mempersulit hidupnya. Terutama dalam hal mencari nafkah. Andaru masih ingat ada ibunya yang harus ia hidupi. Jika Andaru berulah meski itu hanya untuk membalaskan dendamnya maka dia takut jika perusahan mengetahui lalu dia dipecat. Oh, tidak. Bahkan baru kemarin Andaru mendapat gaji yang membuat matanya terbelalak karena dengan kepindahannya di divisi IT maka secara otomatis gajinya pun naik hampir dua kali lipat. Sebuah rejeki tak terduga dan dalam hati Andaru berjanji akan bekerja dengan sangat baik. Tidak mau mengecewakan Dion Arashi yang telah memberikan kesempatan untuknya dalam divisi ini.
"Ndaru, kenapa ini banyak sekali?" Arimbi bertanya ketika pagi ini Andaru memberikan sejumlah uang yang telah ia masukkan ke dalam amplop coklat. Uang bulanan yang selalu rutin Andaru berikan kepadanya ibunya sebagai biaya hidup mereka berdua sampai satu bulan ke depan. Semenjak Andaru meminta agar Arimbi hanya fokus di rumah saja, maka semua kebutuhan hidup, Andaru lah yang mencarinya. Oleh kerena itu dia tidak ingin kehilangan pekerjaan karena di kota besar ini mencari pekerjaan sangatlah sulit.
"Bu ... ini semua karena doa-doa Ibu pada akhirnya aku mendapatkan kenaikan gaji." Andaru menjelaskan. Pagi ini dia yang sudah selesai dengan menyantap makan paginya dan masih duduk di kursi dalam ruang makan bersama Arimbi tentunya.
Mata Arimbi berkaca-kaca karena bahagia mendengar apa yang Andaru beritahukan. Sungguh ia tak menyangka jika dengan kepindahan Andaru di divisi baru, rupanya benar-benar memberikan rejeki yanga lebih banyak dari sebelumnya.
"Ndaru, Ibu bangga padamu."
Mereka saling tatap dengan raut wajah bahagia. Mengingat jika sekarang sudah cukup siang, Andaru pamit pada ibunya karena harus segera berangkat ke kantor.
"Andaru berangkat ke kantor dulu ya, Bu. Takut terlambat." Pria itu meraih tas yang diletakkan di sebelah kursi yang ia duduki. Beranjak berdiri kemudian membungkuk meraih tangan Arimbi. Mencium punggung tangan ibunya dengan sopan dan penuh kasih sayang.
"Hati-hati di jalan." Arimbi mengusap rambut Andaru. Meski putranya ini bukan lagi anak kecil, sudah dua puluh enam tahun usianya, tapi Arimbi tak akan putus memperlihatkan kasih sayangnya juga tidak pernah keberatan ketika Andaru ingin bermanja-manja dengannya.
Arimbi mengiringi kepergian putranya. Doa-doa selalu Arimbi lantunkan agar Andaru selalu dalam perlindungan Tuhan. Andaru satu-satunya orang yang Arimbi punya semenjak dia diusir oleh keluarga suaminya. Entahlah, bagaimana kabar suaminya kini. Arimbi pun tidak tau. Yang jelas selama beberapa puluh tahun ini dia tak pernah lagi bertemu atau pun mendengar kabar mengenai lelaki yang merupakan ayah kandung Andaru. Karena Arimbi memang telah pergi jauh dan meninggalkan kota lamanya di mana dulu Andaru dilahirkan.
Sementara itu, Andaru yang sudah sampai di kantornya setelah menempuh perjalanan hampir satu jam, kini memasuki lobi kantor dan tak sengaja bertepatan dengan Dion Arashi yang juga datang bersama Miranti. Andaru menundukkan kepala hormat sembari menyapa sang atasan.
"Selamat pagi, Pak Dion."
"Pagi Andaru. Bagaimana pekerjaan barumu? Apakah kamu mengalami kendala?" tanya Dion yang menyempatkan diri berhenti sejenak untuk menanyakan hal itu pada Andaru. Dion ini orang sibuk yang jarang sekali mau sekedar bertemu apalagi berbasa basi dengan para bawahannya.
Lain halnya dimata Andaru. Dion terlihat ramah, oleh karena itulah dengan senang hati Andaru menjawab dengan disertai senyuman.
"Pekerjaan saya baik dan sejauh ini belum menemui kesulitan yang berarti, Pak."
"Baguslah."
Ya, memang Andaru tidak mengalami kesulitan selama ini karena rekan kerjanya pada divisi IT selalu memperlakukan dia dengan baik. Mereka juga selalu mau membantu acapkali Andaru bertanya hal yang tidak dia mengerti. Tentu sangat jauh berbeda sekali dengan orang-orang di divisi lamanya dulu berada, di mana mereka yang saling menjatuhkan juga suka sekali memperlakukannya dengan tidak baik selama ini. Ah, sudahlah. Andaru tak mau mengingat-ingat kenangan buruk itu lagi. Yang penting saat ini dia akan berkerja dengan rajin agar tak mengecewakan Dion Arashi.
Lain halnya dengan Dion Arashi yang tampak ramah pada Andaru, Miranti justru menatap tidak suka pada Andaru. Namun, karena pria itu sudah dibutakan oleh rasa cinta juga rasa sukanya pada Miranti Sasha, Andaru mengabaikan saja sikap sinis yang Miranti perlihatkan. Justru pria itu melemparkan senyuman, sampai-sampai membuat Miranti melengoskan kepalanya tidak sudi melihat pada Andaru yang tidak tahu diri itu.
Karena sudah muak melihat wajah Andaru, dengan kesal Miranti menarik lengan papanya untuk meninggalkan Andaru lebih tepatnya. Andaru hanya melihat saja punggung kokoh Dion Arashi bersama Miranti yang pergi meninggalkannya.
"Papa kenapa baik-baik begitu dengan pria culun itu." Kesal Miranti yang untuk sekian kalinya protes pada papanya. Semenjak ia mengetahui jika papanya mempekerjakan Andaru di bagian IT support, sungguh Miranti kesal setengah mati. Apa sebenarnya yang telah papanya buat sampai-sampai memberikan posisi bagus untuk pria culun tak tahu diri yang sangat ia benci.
"Sudahlah, Miranti. Biarkan saja Andaru bekerja sesuai dengan kemampuannya. Lagipula selama ini dia sudah bekerja keras pada perusahaan kita. Kamu harus tahu, orang sepandai Andaru harus dapat kita manfaatkan kemampuannya. Kita sudah membayar mahal untuk menggajinya. Jadi timbal balik yang sesuai juga papa harapkan darinya."
"Apa Papa yakin jika pria culun itu memang benar-benar pandai? Aku jadi penasaran. Sepintar apa dia sampai papa tidak main-main memberikan posisi untuknya."
"Jika dia tidak pandai dan papa tidak mengetahuinya sendiri, mana mungkin bisa memberi dia kesempatan, Miranti."
"Maksud Papa?"
"Sudah sebulan ini Andaru menempati divisi IT Support dan aku telah menuntutnya untuk membuat gebrakan baru demi kelangsungan dan majunya kecanggihan tehnologi di perusahaan kita. Papa tidak mau kalah saingan dengan para pesaing bisnis kita."
"Apa Papa yakin Andaru bisa melakukannya?"
"Kita lihat saja nanti." Senyum sinis tercetak jelas di bibir Dion Arashi. Tanpa siapa pun tahu apa sebenarnya tujuan Dion. Bahkan Miranti saja juga tidak Dion beritahu.