When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Andra berhenti melangkah, ditatap gadis kecil yang tangannya masih ia genggam erat. "Ata bilang apa barusan?" tanyanya untuk memastikan, mungkin saja ia salah mendengar. "Om mau jadi ayah Ata gak?" ulang Permata. "A-ayah?" Andra terbata. Satu kata itu berhasil menyentuh hati, membuat angannya melambung tinggi membayangkan menjadi seorang ayah. "Iya, Om. Ata mau main itu. Om yang jadi ayah pura-pura Ata," angguk Permata sambil menunjuk ke satu arah. Andra mengalihkan tatapan ke tempat jari mungil itu mengarah. "Hah?" Wajahnya seketika berubah saat melihat di lapangan ada banyak anak yang sedang melakukan permainan berpasangan dengan ayah mereka. Andra terkekeh geli. Ternyata ia hanya terlalu besar rasa berpikir anak perempuan di sampingnya merasa nyaman dan ingin ia jadi ayahnya. Terny