Selamat membaca
Setibanya di tempat parkir perusahaan, Valder membuka pintu mobil dan membantingnya kasar. Lalu dia memasuki kantor dan meninggalkan Ganesa yang masih berada di dalam mobil sendiri.
Ganesa menghela napas pelan. Lalu keluar dari mobil dan menyusul Valder masuk ke dalam kantor sembari membawa dokumen. Dia kembali ke meja kerja dan mulai mengerjakan pekerjaannya yang sempat tertunda, karena harus menemani Valder bertemu dengan Travis untuk membicarakan tentang kerjasama mengenai pembangunan proyek baru.
Beberapa saat kemudian, ada seorang wanita dengan pakaian terbuka melewati meja kerja Ganesa. Ganesa yang sudah bisa menebak kemana wanita itu pergi memilih untuk tetap fokus dengan pekerjaannya. Meskipun tidak mengenalinya, namun Ganesa sudah bisa mengetahui jika wanita tersebut adalah kekasih Valder atau salah satu wanita simpanan milik pria itu. Karena itu, Ganesa membiarkannya masuk ke ruangan Valder dan tidak menggubrisnya sama sekali. Selain karena tidak ingin ikut campur, Ganesa juga tidak peduli dengan apa yang akan dilakukan Valder dengan wanita itu hanya berdua di dalam ruangan.
Tetapi belum lama masuk ke ruangan Valder, wanita itu sudah keluar dengan penampilan yang berantakan sembari meringis kesakitan. Ganesa bisa melihat ada beberapa luka memar di tubuh wanita tersebut. Namun dia pura-pura tidak melihat dan membiarkan wanita itu pergi meninggalkan kantor dengan keadaan yang cukup mengkhawatirkan.
Dan setelah wanita itu pergi, tidak berselang lama datang lagi seorang wanita cantik yang tak kalah sexy dari wanita sebelumnya. Lagi-lagi wanita itu melewati meja kerja Ganesa dan masuk ke ruangan Valder dengan berjalan berlenggak-lenggok memamerkan bagian bawah tubuhnya yang terbentuk dengan cantik.
Ganesa menggeleng-gelengkan kepala. Dia tidak bisa menahan kebiasaan buruknya yang suka mengomentari hidup orang lain. Mulutnya terasa kering ketika tidak digunakan untuk membicarakan hal-hal yang menyenangkan. Akhirnya mulut pedasnya mulai mengoceh sendiri tidak jelas mengenai tingkah buruk Valder yang suka bermain dan berganti-ganti pasangan setiap harinya. Ganesa juga tak lupa mengomentari wanita-wanita yang bersama dengan Valder. Dia tidak habis pikir dengan para wanita itu yang bersedia tidur, dan menjalin hubungan dengan pria yang sama.
"Udahlah, bukan urusan gue juga," gumam Ganesa acuh.
Telepon duduk di meja Ganesa tiba-tiba berdering. Ganesa segera mengangkat dan menjawab dengan suara ramah.
"Bawa dokumen proyek baru ke ruangan saya sekarang," perintah Valder datar, dan langsung menutup telepon.
"Wah, parah. Emang nggak waras dia. Gue disuruh lihat dia begituan apa gimana?" Ganesa benar-benar tidak habis pikir.
Namun sedetik kemudian, dia segera pergi menuju ruangan Valder sembari membawa dokumen yang Valder minta.
Ganesa mengetuk pintu, dan langsung mendapatkan sahutan dari dalam. "Masuk," sahutnya dengan suara berat.
Setelah mendapatkan jawaban dari dalam, Ganesa pun membuka pintu dan mendapati seorang wanita tengah duduk di paha Valder dengan tubuh telanjang bulat tanpa sehelai benang. Wanita itu tengah menggoyangkan pinggulnya di atas paha Valder yang masih terbungkus celana sembari memeluk leher pria itu dengan manja.
Ganesa seketika memasang raut wajah datar.
Sudah kuduga.
Ganesa berjalan menghampiri Valder yang tengah memeluk pinggang polos wanita tersebut. "Ini dokumen yang Anda minta, Presdir," tuturnya tenang sembari meletakkan dokumen tersebut di atas meja kerja Valder.
Valder melirik ke arah Ganesa yang tampak biasa saja.
"Kalau begitu, saya akan keluar sekarang," pamit Ganesa sopan sembari mengangguk pelan.
"Tunggu!"
Langkah Ganesa terhenti.
"Tetap di situ," perintah Valder tegas.
Ganesa ternganga lebar. "Anda ingin saya melihatnya?" tanyanya tidak habis pikir.
Valder hanya diam dan tidak memasang ekspresi apa pun.
"Sebenarnya saya tidak keberatan, tapi Anda yakin ingin saya tetap berada di sini dan menonton Anda? Apa Anda nyaman melakukan itu jika dilihat oleh orang lain?" tanya Ganesa santai tanpa dosa.
"Kau terlalu banyak bicara," tukasnya sarkas.
"Cukup diam, dan lihat saja," desisnya tegas.
"Apa Anda ingin saya merekamnya?" tanya Ganesa polos.
Valder mendadak kesal dengan reaksi Ganesa yang terlihat bisa saja, dan tidak terpengaruh seperti wanita-wanita sebelumnya yang akan meledak ketika melihat dirinya bermesraan dengan wanita lain.
Pria itu tiba-tiba melepas tangannya dari pinggang wanita itu. "Pergi dari sini," pungkasnya dingin kepada wanita yang belum lama ini ia panggil untuk memuaskan nafsunya. Sekaligus tempat pelampiasan kekesalannya terhadap Travis.
"Tapi kita belum melakukannya," sahut wanita itu.
"Aku sudah tidak lagi b*******h," tukas Valder datar.
"Tapi—"
"Lebih baik kau pergi sekarang selama aku masih bicara baik-baik," desis Valder menukik tajam.
Wanita itu yang sudah terlanjur ketakutan, dan tidak berani melawan Valder akhirnya beranjak dari paha pria itu dan kembali memakai gaun sebelum pergi meninggalkan ruangan tersebut.
"Ah, saya juga akan pergi." Ganesa segera membalik tubuh dan melangkah dengan terburu-buru agar Valder tidak lagi menahannya.
"Siapa yang menyuruhmu pergi?"
Ganesa memejamkan mata dalam-dalam sembari mengepalkan tangan menahan kesal.
"Kemari kau," suruh Valder lugas.
Ganesa membalik tubuh ke arah Valder, dan menunjuk dirinya sendiri. "Saya?"
"Memangnya di sini ada orang lain selain kau," pungkas Valder ketus.
Ganesa akhirnya berjalan mendekat ke arah Valder. Sedangkan Valder beranjak dari kursi kebesarannya, lalu mendekatkan wajahnya dan menatap Ganesa intens. Ganesa sampai bisa merasakan deru napas Valder di wajahnya karena jaraknya yang terlalu dekat.
Valder tersenyum tipis. "Bagaimana perasaanmu?" bisiknya tepat di depan bibir Ganesa.
"Biasa saja," sahut Ganesa tanpa dosa.
Raut wajah Valder seketika berubah dingin bersamaan dengan suasana hatinya yang semakin memburuk. Dia menjauhkan wajahnya dan menatap Ganesa datar tanpa ekspresi. "Keluar dari sini!"
"Anda tidak jadi mencium saya?" tanya Ganesa polos.
"Cih! Kau pikir seleraku seburuk itu?" tukas Valder sinis.
"Benar sekali! Selera Anda sangat buruk jika menyukai saya. Harga diri Anda juga pasti akan jatuh jika menjalin hubungan dengan gadis biasa seperti saya. Karena itu, Anda tidak boleh sampai menyukai saya," tutur Ganesa tersenyum manis.
"Kalau begitu, saya harus pergi sekarang. Karena masih banyak pekerjaan yang harus saya selesaikan, permisi," pamit Ganesa ceria dan keluar dari ruangan Valder.
Tangan Valder refleks bergerak seperti ingin menahan Ganesa ketika wanita itu berniat pergi. Namun dia dengan cepat mengurungkan niatnya ketika menyadari dirinya hampir kehilangan akal.
"Aku pasti sudah gila," gumamnya tidak habis pikir sembari mengusap wajahnya kasar.
Setelah keluar dari ruangan Valder, raut wajah Ganesa berubah datar. "Sok kegantengan banget jadi orang. Emang dia pikir dia ganteng apa?" cibir Ganesa ketus.
"Oke, emang dia cakep. Tapi ya nggak usah sok merasa paling wow gitu lah. Bikin mules aja."
"Ah, tapi juga nggak cakep-cakep amat." Ganesa terus mengoceh sepanjang jalan menuju meja kerjanya.
"Sabar, sabar," ujar seseorang yang tiba-tiba berada di samping Ganesa.
"Eh?" Ganesa menoleh ke arah orang tersebut.
Oskar hanya tersenyum simpul ketika Ganesa melihat ke arahnya dengan tatapan terkejut. "Kenapa ngedumel begitu?"
"Ah, nggak apa-apa," sahut Ganesa yang seketika terdiam kaku.
"Mungkin awalnya memang berat kerja di tempat baru. Apalagi di negara orang lain, tapi nanti lama kelamaan kamu juga pasti akan terbiasa. Jadi jangan pernah menyerah, dan tetap semangat," tutur Oskar tersenyum manis.
Ganesa tertegun. Dia terpana melihat senyuman di wajah Oskar yang begitu menenangkan dan menyejukkan hingga berhasil membuat suasana hatinya menjadi jauh lebih baik dari sebelumnya.
"Oh ya, aku duluan, ya? Soalnya habis ini ada rapat penting," pamit Oskar dengan nada suara halus, lalu menepuk pundak Ganesa dan berjalan lebih dulu.
Sedangkan Ganesa masih terdiam menatap bahu lebar Oskar dari belakang.
"Ganteng banget calon imam," gumamnya tersenyum sembari melamun.
Ketika Ganesa masih mengagumi paras tampan Oskar, tiba-tiba dia merasa jika suasana di sekitarnya menjadi dingin dan mencengkam hingga membuat bulu roma berdiri.
"Kau terlihat akrab dengan Oskar." Suara berat seseorang dari belakang mengagetkan Ganesa.
Ganesa terkesiap dan tersentak kaget. Lalu dia membalik tubuh dan mendapati Valder tengah menatapnya dengan raut wajah yang tidak bersahabat.
"Sejak kapan Anda berada di belakang saya?" tanya Ganesa heran dengan kemunculan Valder yang tiba-tiba.
"Sejak kalian berdua berjalan dan mengobrol bersama seperti pasangan kekasih," pungkas Valder datar.
"Saya tidak merasa kami sedekat itu sampai Anda berpikir kami seperti pasangan," bantah Ganesa.
"Benarkah? Tapi kenapa yang kulihat kalian terlihat sangat dekat?"
"Berarti Anda salah menilai kami."
Setelah mengatakan itu, Ganesa pamit pergi untuk kembali bekerja. Sedangkan Valder masih menatap Ganesa dari belakang dengan raut wajah tanpa ekspresi.
TBC.