Bagiku waktu seakan-akan berhenti. Yang kuingat hanya kata-kata yang mereka ucapkan tentangku di pengadilan. Kata-kata yang memojokkanku. Terus terngiang di telingaku. Kenapa mereka melakukannya padaku, apa salahku, itu yang selalu kutanyakan pada diriku sendiri, apa yang kurang dariku?
Masih kurasakan Angela bergerak dalam tidurnya disampingku. Ya, selama dua hari ini yang kulakukan hanya menatap langit kamar dengan pandangan kosongku.
Bahkan aku tidak punya keinginan untuk makan atau tidur, entah kemana rasa laparku, kemana juga kantukku... hanya sakit di dadaku yang kurasakan. Bukan karena perceraianku, atau perselingkuhan si b******k itu, tapi rasa sakit itu kurasakan karena fitnah yang mereka ucapkan tentangku. Apakah memang seburuk itukah diriku dimata mereka. Juga mengenai hak asuh anak anakku yang jatuh ke tangan Mantan suamiku.
Aku bisa merasakan kantung mataku yang membesar, mungkin ada lingkaran hitam menyerupai mata panda, tapi tak kuhiraukan bagaiaman aku terlihat, siapa juga yang perduli dengan penampilanku..
***
Tapi hari itu ada kejutan. Kejutan yang entah kenapa hanya menambah sakit di diriku ini. Di ruang tamu rumah Angela duduk sepasang suami istri yang berpenampilan mewah. Ya, mereka adalah orangtua dari mantan suamiku Abymanyu. Aku tidak tau apa maksud kedatangan mereka kesini. Apakah mereka masih merasa kurang untuk menyakitiku... atau mereka merasa menyesal akan perkataan mereka di pengadilan yang telah memojokkanku...menantunya. Tapi aku tidak perduli, rasa hormatku terhadap mereka selama belasan tahun ini telah kubuang jauh-jauh. Saat ini yang ada hanya benci...karena mereka telah merenggut buah hatiku...kutatap mereka berdua dengan sinis...
“Lihat siapa yang menjengukku Angela, selamat datang tuan dan nyonya Herlambang yang terhormat,” ucapku sarkas.
“Ada apa ini..? Apa ucapan kalian di pengadilan masih kurang ? Baiklah, katakan apa yang ingin kalian ucapkan,” ujarku dingin sambil menatap malas mantan mertuaku.
Sudah hilang rasa hormatku pada mereka. Mau apalagi mereka kerumah Angela. Ya, setelah keputusan pengadilan tiga hari yang lalu aku tinggal di rumah Angela. Bahkan aku tidak sudi menginjak rumah itu lagi, walaupun hanya sekedar untuk mengambil barang pribadiku pun tidak. Aku bahkan masih memakai pakaian dari tiga hari yang lalu. Bukan karena Angela tidak mau meminjamkan barangnya padaku, tapi aku terlalu malas untuk bangun. Kalau bukan karena Angela yang memaksaku menemui mereka, karena sudah sejak tiga hari ini mereka selalu datang, tapi Angela belum berani menggangguku. Baru hari ini dia memaksaku karena merasa tidak enak, dan mungkin sudah bosan...
Entahlah...
Aku tidak mau memikirkannya terlalu berat, karena kepalaku kurasa penuh dengan banyak hal...
Aku malas berspekulasi.
“Nak, tolong maafkan kami. Kami tau kami salah. Kami akan memberikan aset yang kamu butuhkan, supaya hidupmu lebih baik, tidak seperti ini nak, jangan siksa dirimu...,” ucap ibu mertuaku. Maksudku mantan mertua, masih saja mereka ingin membeliku demi mengobati rasa bersalah mereka. Kulihat mereka penuh selidik.
“Nyonya Herlambang, Jangan mengasihaniku, aku tidak butuh, dan apa tadi anda bilang? Aset? apa anda baru saja menyuapku. Apa ini juga yang kalian lakukan, menyuap para saksi untuk berkata bohong. Lihat Angela, kekayaan dan kekuasaan memang bisa membeli segalanya. Bahkan keadilan,” ucapku sinis yang juga dibalas anggukan sahabatku itu.
Kuperhatikan lagi mantan mertuaku itu. Suami istri itu memang terlihat berkelas. Kulihat penampilanku sendiri dari kaca di ruang tamu ini, sangat berantakan, pakaian kusut dan mulai bau. Rambutku pun acak-acakan, mata berkantung akibat tidak tidur berhari-hari. Benar-benar mengerikan, ”pantas saja kamu ditinggal selingkuh,” ejek dewi batinku tersenyum sinis... Penuh cibiran, hei kamu juga mengerikan, batinku ikut mengejek sinis, sang dewi, dia melotot....
“Apa kalian pikir bisa membeliku, sekarang aku bahkan tidak sudi memakai semua pemberian si b******k itu. Kuharap dia hangus dibakar di neraka j*****m. Kudoakan dia impoten dan tidak mempunyai keturunan dari wanita manapun, kecuali kedua putra putriku dan semua kekayaan serta kekuasaan yang kalian banggakan itu akan menyerang kalian sendiri dan semuanya akan hilang dalam sekejap,” teriakku histeris
Entah rasanya lega bisa mengutuk b******n itu. Tidak peduli itu nanti bisa jadi kenyataan atau tidak. Yang penting aku bisa mengeluarkan rasa sesak dan amarahku ini,
Ah... harusnya aku melakukan ini sejak pertama aku mendapati si b******k itu berselingkuh, memakinya, atau kalau perlu menamparnya. Menyesal aku merasa sok kuat, awas saja jika bertemu si bastard itu, aku akan menamparnya, menendang bokongnya, atau kalau perlu membabat habis juniornya... Oh itu sangat kasar kurasa, aku sedikit ngilu membayangkannya, lagi pula aku tidak mungkin setega itu kan?
“Kenapa ibu mertua, upss... bukan lagi ya... maaf kalian kan sudah punya calon menantu idaman, cantik, kaya, wanita karier, tidak sepertiku yang arogan, sombong, kasar, gold digger, dan apalagi ya? kalian kemarin mengatakan apalagi ya. Kalian tau selama tiga hari ini kata-kata kalian terus berputar-putar di kepalaku, membuatku tidak bisa tidur. Lihat penampilanku ini, bahkan aku tidak mengganti bajuku. Apa kesalahanku pada kalian berdua. Saat kami menikah usia kami masih muda, tapi aku berusaha menjadi istri dan menantu yang baik... apa kekuranganku?” teriakku histeris hilang sudah pertahananku. Entah rasanya ingin menangis tapi air mataku tidak bisa keluar. Mungkin stok air mataku sudah habis.
“Kami hanya tidak mau jauh dari cucu kami nak... kami hanya tidak ingin kehilangan mereka berdua,” kata tuan Herlambang.
“Apa kalian pikir aku akan menjauhkan mereka dari kalian?” tanyaku tak percaya, ternyata hanya karena alasan itu mereka menggunakan cara licik seperti itu, bahkan mereka menutup mata atas kesalahan Aby si b******k itu.
“Hanya karena alasan kalian yang konyol itu kalian rela membayar orang untuk memfitnahku dan menutupi kebusukan putra kalian?”
“Baiklah, kurasa kalian sebaiknya pergi dari sini. Saya ingin beristirahat. Pembicaraan omong kosong ini menguras tenaga ternyata,” ucapku langsung meninggalkan mereka dan masuk ke kamar yang selama tiga hari ini kutempati.
Tidak kuperdulikan panggilan dari kedua orang tua itu. Rasa benciku bukannya berkurang dengan kata kata mereka, kini kemarahanku dan kebencianku... semakin bertambah.
Bagaimana bisa mereka mencoba menyuapku dengan mulut manis mereka setelah kemarin di pengadilan mereka begitu tega mengkhianatiku, menjelek-jelekkan aku sehingga aku harus kehilangan hak asuhku terhadap anak-anakku.
Dan yang membuatku sakit hati adalah alasan mereka melakukan itu hanyalah karena tidak ingin jauh dari cucu-cucu mereka.
Apakah mereka pikir aku wanita yang kejam. Yang akan begitu saja memisahkan anak-anakku dari kakek neneknya. Tidak, aku bukan seperti mereka yang dengan begitu kejamnya telah memisahkan aku dengan anak-anakku, bahkan dengan menggunakan cara-cara yang kotor.
Emosiku yang memuncak tadi membuat butir-butir keringatku mengalir membuat badanku terasa tidak nyaman. Apalagi setelah pengadilan kemarin, aku benar-benar tidak perduli terhadap diriku sendiri... Sepertinya aku butuh mandi air hangat, badanku rasanya lengket sekali...
Oh dan jangan lupakan aromaku yang menyengat, bagaimana Angela bisa betah berlama lama menemaniku, rasa jijik mulai mengenai indra penciumanku. Kurasa aku harus meminta maaf padanya. Soon... karena saat ini prioritas utamaku adalah berendam dengan busa mandi yang berlimpah, kurasa Angela tidak keberatan jika aku memakai boom soapnya.
Oh... aku merindukan air.