Aku Orangnya

1578 Words
Aaron berdiri tepat di samping Jesicca, yang masih duduk pada kursi di hadapan Rainer. Ia menatap Jesicca dengan begitu intens dan itu ia lakukan tepat di bagian perut Jesicca, yang masih terlihat rata. Jesicca yang terlihat risih dan tak nyaman mendapat tatapan mata Aaron pun, mulai berusaha menutupi perutnya dengan tas dan memalingkan wajahnya ke arah lain. "Jadi, bagaimana, Ron? Aku ikuti semua hal yang akan kamu katakan! Apapun itu!" cetus Rainer, yang sudah sangat tidak sabar, untuk menjauhkan serangga, yang telah mengusik keutuhan rumah tangganya bersama Lily. Aaron memutar kepalanya dan beralih menatap Rainer. "Kita butuh rekaman CCTV hotel, saat business trip kita waktu itu. Aku sudah mencoba menghubungi mereka. Tapi, mereka menolak memberikannya, dengan alasan privasi. Aku rasa, kalau kamu yang mencobanya dan ya... Sedikit bernegosiasi. Mereka pasti akan memberikannya. Kamu tahu maksudku bukan??" ucap Aaron sambil menaikkan kedua alisnya bersamaan. Ya, asal ada uang dan kekuasaan. Hal yang tidak mungkin bisa menjadi mungkin. Apa yang tidak bisa didapat, akan didapatkan dengan mudah. "Baiklah! Aku akan menghubungi mereka sekarang juga. Berikan nomor mereka padaku!" pinta Rainer. Aaron kembali mengalihkan pandangannya kepada Jesicca dan berkata, "Kamu tunggu di sofa dulu ya?" pinta Aaron yang berucap dengan selembut mungkin. Meskipun, Jesicca selalu menjawab ucapannya dengan ketus sekalipun. Jesicca menyilangkan kedua tangannya di d**a. Lalu berdecak kesal, karena obrolannya bersama Rainer, disela oleh orang yang baru saja datang. Aaron berusaha menyentuh kedua bahu Jesicca dan mencoba membantunya untuk bangun. Namun, Jesicca menepis kasar sentuhan tangan Aaron pada bahunya. "Ck! Nggak usah pegang-pegang! Aku bisa bangun sendiri!" ketus Jesicca yang kini bangkit dari kursi dan beralih duduk di sofa. Aaron mengguratkan senyuman yang begitu tipis dan nyaris tidak terlihat, saat Jesicca menepis kasar tangannya tadi. Bukankah malam itu, Jesicca begitu menikmati sentuhan tangannya? Dan sekarang, malah seolah jijik saat disentuh olehnya. Bagaimana bila seandainya ia tahu, jika orang yang bergumul bersamanya malam itu adalah dirinya? Bagaimana kira-kira reaksinya nanti? Dan apa yang akan ia lakukan setelah semua hal ini terbongkar? "Ok. Thank you." ucap Rainer yang mengakhiri panggilan telepon Aaron menarik kursi dan kini duduk di hadapan Rainer, menggantikan posisi Jesicca tadi pun memulai pembicaraan yang cukup serius. "Bagaimana? Apa mereka mau memberikan rekaman CCTV-nya??" tanya Aaron sambil meletakkan kedua tangannya di depan meja Rainer. "Iya. Mereka akan segera mengirimkannya. Lalu, aku harus bagaimana sekarang??" tanya Rainer. "Tidak ada. Kita tunggu saja. Dan kita tuntaskan pekerjaanmu yang sudah sangat menumpuk ini!" cetus Aaron seraya melirik tumpukan berkas laporan di atas meja Rainer. "Kamu benar. Aku sudah sangat pusing rasanya, harus mengerjakan semua ini sendirian," tutur Rainer. Kini kedua mulai mengambil berkas satu persatu. Membaca serta menelaah dengan seksama. Dan berkas laporan yang sudah Aaron periksa, bisa langsung Rainer tanda tangani. Menit demi menit berlalu. Jesicca yang hanya duduk diam dan menunggu. Mulai bosan dan juga geram. Tapi, kalau mengganggu kedua orang yang sedang sibuk bekerja itu. Apa tidak akan membuat mereka murka. Bahkan mungkin juga mengusirnya keluar? Jadi, Jessica memilih untuk diam dan menunggu saja, sampai pekerjaan mereka benar-benar selesai. Pukul dua belas siang tepat. Pekerjaan yang harus dikerjakan masih sisa setengahnya. Lebih baik lah dari sebelumnya, yang sudah setinggi gunung. "Ayo makan siang dulu!" ajak Rainer seraya meletakkan bolpoinnya ke atas meja. Aaron melirik ke arah Jesicca, yang ternyata terlelap dalam posisi meringkuk di atas sofa. Menunggu membuatnya mengantuk dan berakhir dengan ia yang terlelap di sana. "Duluan saja!" perintah Aaron. "Kenapa memangnya?" tanya Rainer, yang sepertinya, tidak perlu mendapatkan jawaban lagi. Karena kini, Aaron tengah berjalan mendekati Jesicca. Tidak ingin pergi bersama sumber masalah. Rainer memutuskan untuk pergi melarikan diri lebih dulu saja. Sebelum dicecar dengan kalimat 'kapan dinikahi' terus menerus. Pintu ditutup perlahan oleh Rainer yang telah keluar. Sementara Aaron mengulurkan tangannya dan hendak mengguncang tubuh Jesicca. Baru akan menyentuh. Tiba-tiba saja, Aaron teringat, ketika Jesicca menepis kasar tangannya seperti tadi. Tak ingin hal yang sama terjadi lagi. Aaron mengurungkan niatnya dan pergi menyusul Rainer. Di sebuah restoran yang tidak jauh dari kantor. Rainer duduk berhadapan bersama Aaron, sambil menikmati santapan makan siang mereka masing-masing. "Jadi sebenarnya, siapa pelakunya? Dan kenapa juga kita membutuhkan rekaman CCTV hotel??" tanya Rainer, yang mulai mencoba mengulik disela kunyahannya. Apalagi, Aaron sempat mengatakan, bila ia tahu siapa pelakunya. Membuat rasa penasaran Rainer meronta-ronta. "Aku." "Uhuk uhuk uhuk!!" Rainer menepuk-nepuk dadanya sendiri. Ia bergegas meneguk segelas air putih di depannya. Gelas kembali diletakkan di atas meja dan Rainer mulai memberikan Aaron tatapan tak percaya. "Apa kamu bilang?? Coba katakan sekali??" pinta Rainer untuk lebih meyakinkan. Bila ia tidak salah mendengar tadi. "Aku orangnya. Aku yang membuat dia hamil," ucap Aaron dengan lebih jelas. Rainer membeliak tak percaya. Sudah jauh-jauh mencari pelaku dan ternyata ada di hadapannya sendiri. "Astaga!! Lalu, kenapa dia menuduhku?? Apa kalian bersekongkol untuk menjebak ku!??" tuduh Rainer geram. "Ck! Bukan seperti itu! Ini sama sekali tidak direncanakan. Malam itu, saat kamu pergi keluar. Aku tetap tinggal di kamarmu, untuk menjaga barang-barang milikmu. Karena kebiasaanku yang sulit tidur ketika lampu menyala. Aku matikan saja lampunya. Lalu pergi tidur. Tidak tahu bagaimana caranya dia masuk ke dalam kamar. Merangsang ku hingga terjadilah hal 'itu'!" Rainer membuka mulutnya dan ternganga. Masih tidak habis pikir, dengan apa yang Aaron katakan. Asisten pribadi bersama sekretarisnya sendiri, malah berhubungan melewati batas, di dalam kamar hotelnya. Benar-benar berani. Dan saat hamil, malah ia yang terkena getahnya. "Lalu kenapa kamu diam saja!?? Harusnya, katakanlah dari awal kepadanya! Jadi, aku tidak ikut terkena imbasnya! Kalian yang melakukan. Aku yang diminta bertanggung jawab. Lelucon yang bahkan aku sendiri tidak tahu, harus tertawa atau malah menangis!" ucap Rainer bersungut-sungut. Karena merasa jadi orang yang paling dirugikan di sini. "Iya maaf. Aku juga sudah sangat ingin memberitahunya. Makanya, aku mendekati dia. Mengajaknya pergi berjalan-jalan. Bahkan ke rumahmu saja aku membawanya. Tapi, dia tidak menganggap ku. Dia hanya menganggap ku teman sekantor saja. Tidak lebih. Aku jadi bingung harus mengatakan hal itu kepadanya atau tidak. Aku malah takut dia marah. Ketika tahu, malam itu aku lah yang menghabiskan malam bersamanya," jelas Aaron dengan sejelas-jelasnya. Membuat Rainer speechless mendengarnya. "Astaga! Aaron... Aaron... Aku sampai tidak tahu harus berkata apa sekarang," ujar Rainer disertai sunggingan bibir. "Sudahlah. Setelah rekaman CCTV-nya kita lihat bersama, semuanya akan jelas dan aku juga harus siap menerima kemarahannya." Aaron tiba-tiba saja membeliak dan bergegas meminum segelas air putih di hadapannya. Lalu beranjak dari kursi. "Mau kemana? Kamu belum menghabiskan makananmu," tanya Rainer. "Membawakan Jessica makanan. Kasihan dia belum makan. Mana sedang hamil," ujar Aaron yang membuat Rainer tersenyum, bahkan nyaris terkekeh. "Ya sudah sana!" perintah Rainer. Aaron bangkit dan pergi meninggalkan Rainer sendirian. Sementara ia memesan makanan lain dan membungkusnya untuk Jessica. "Aaron... Aaron... Akhirnya, kamu akan merasakan. Apa yang aku rasakan dengan Lily dulu," ucap Rainer dengan senyum puas. Krieeet! Pintu ruangan Rainer didorong perlahan oleh Aaron. Ia berjalan masuk dengan perlahan-lahan, agar tidak membangunkan orang yang masih terlelap di atas sofa. Bungkusan di tangannya. Ia letakkan di atas meja, lalu mengeluarkan isinya satu persatu dari dalam sana. Tidak lupa air putih pun Aaron siapkan, agar Jesicca tidak tersedak saat menyantap makanannya nanti. Oke baiklah. Sekarang tinggal bagaimana cara membangunkannya. Karena disentuh untuk mengguncang tubuhnya, ia pasti akan mengamuk. Tiba-tiba saja sebuah ide terlintas di dalam kepalanya. Aaron membuka bungkusan makanan dan mendekatkannya ke depan Indra penciuman Jesicca. Dan sepertinya, cara yang ia lakukan sangat efektif. Perlahan Jesicca membuka kedua kelopak matanya. Melihat makanan yang sudah ada di depan mata. Namun, saat melihat tangan siapa tengah memegang makanan tersebut. Ia jadi malas dan memalingkan wajahnya ke arah lain. Aaron kembali meletakkan makanan tersebut di atas meja dan menyuruh Jesicca untuk melahapnya. "Ayo makan. Kamu pasti lapar kan?" ucap Aaron. "Tidak usah sok baik. Aku malas rasanya, memakan makanan yang kamu berikan!" ketus Jesicca sambil menyilangkan kedua tangannya di d**a. "Kenapa memangnya?" tanya Aaron. "Ya males aja! Kenapa pake tanya juga!" ketusnya lagi. "Ya Kalau malas tidak apa-apa. Asalkan tetap makan, walaupun hanya sedikit. Ingat. Kamu sedang hamil. Harus makan makanan yang cukup dan bergizi. Ini aku bawakan buah-buahannya juga. Es krim juga aku beli tadi. Ayo cepat makan dulu," tutur Aaron. "Nggak usah!" tolaknya lagi. Aaron menghela napas kasar dan bangkit dari sofa. "Aku mau keluar dulu. Jangan lupa dimakan." Aaron berjalan pergi keluar. Ia membuka pintu dan menutupnya tidak terlalu rapat. Sengaja memang, agar ia bisa memperhatikan Jesicca dari celah pintunya. Kruuuuukkkkkkk... Jesicca membeliak kaget. Saat perutnya berbunyi dengan cukup keras. Ia menurunkan silangan kedua tangannya ke bawah dan meletakkan tepat di atas perutnya sendiri. Melirik ke arah makanan yang sudah berjajar rapi dan terlihat begitu enak serta nikmat. Apalagi, sudah ada di depan mata dan tinggal menyantapnya saja. Jesicca menggigit bibir bawahnya. Ingin sekali memakannya. Namun, ia sudah terlanjur menolaknya mentah-mentah tadi. Tangan Jesicca terulur dan tadinya ingin menarik satu jenis makanan untuk dilahap. Tapi ia urungkan niat, karena tidak mau menjilat ludahnya sendiri. Suara perut Jesicca semakin besar saja. Sepertinya, ia sudah bisa tahan lagi. Tanpa ragu. Ia menyambar satu buah jeruk dan melahapnya sebagai makanan pembuka. Barulah setelah itu makanan utama menyusul. Kurang dari tiga puluh menit. Semua makanan di atas meja sudah habis ia lahap tak bersisa. Membuat Jesicca keheranan sendiri setelahnya. Padahal, sebelumnya ia tidak pernah menyantap makanan hingga serakus ini. Kenapa sekarang semua makanan itu masuk dan cukup di dalam lambungnya? Apa karena sedang hamil berpengaruh pada nafsu makannya? Ya, mungkin karena sedang hamil. Ia jadi menyantap makanan dengan begitu rakus. Sampai-sampai habis tak bersisa. Sementara Aaron yang sedari memperhatikan dari celah pintu yang tidak tertutup rapat, hanya dapat tersenyum, melihat Jesicca yang begitu menikmati makanan yang ia bawakan untuknya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD