Part 4

4143 Words
Kayra menggendong ransel yang di penuhi dengan kebutuhannya selama 3 hari di Bandung. Hari ini beberapa Dokter melaksanakan pelatihan--termasuk Kayra--menjadi salah satu Dokter terpilih untuk ikut Pagi pagi sekali Kayra sudah bersiap dengan segala keperluannya, sekarang Kayra tinggal masuk ke dalam mobil yang tadi sudah ia panaskan. Rasanya tidak lucu kalau tiba tiba mobilnya mogok di tengah jalan Jujur, Kayra lebih suka menaiki kendaraan sendiri ketimbang harus mengikuti rombongan dan mendengarkan kehebohan mereka, bukan Kayra tidak suka tetapi ia kadang tidak nyaman berada di tengah tengah keramaian tersebut. Lagi pula ia pernah tinggal di Bandung jadi tidak ada masalah andai ia tesesat. Kayra sudah sangat hapal jalanan. Tidak akan ada drama salah jalan atau salah mengikuti maps Akhirnya setelah menempuh perjalanan kurang lebih 2 jam, Kayra bisa menginjakkan kakinya di hotel yang sudah di siapkan panitia pelatihan "Sar, gue udah di hotel. Udah dapet kamar juga. kalian dimana?" Kayra menghubngi Sarah menanyakan keberadaan mereka. Sarah lebih memilih menaiki bus. Katanya akan sangat membosankan berada satu mobil dengan wanita adem anyem seperti Kayra itu. Iya, adem anyemnya cuma kalau sendiri, kalau rame bisa malu maluin "Masih di jalan ay kira kira masih setengan jam an lagi baru sampe." "Oh, belum ya. Gue mau makan dulu deh keluar sebentar, nanti kalau udah nyampe kabarin ya."  "Ngapain ngabarin lo?" "Minta bayarin makanan kalau lo udah sampe--" Tut.. "Buset dah di matiin." gumamnya Kayra menghela nafas lelah. Rombongan bus Rumah Sakitnya masih belum sampai jam segitu. Masalahnya bukan mereka yang ngaret. Kayra saja yang berangkatnya terlalu pagi. Pantas tadi saat ia baru masuk parkiran masih sepi Lebih baik sekarang Kayra masuk ke kamar, membereskan peralatan lalu bersiap keluar. Bukan untuk makan seperti yang ia katakan. Kayra ingin berkeliling melihat kota Bandung sebentar, sudah lama sekali rasanya semenjak kecelakaan itu Kayra sama sekali tidak tidur dengan teratur atau pun beristirahat. Kayra bahkan hanya tidur ketika berada di kantin Rumah Sakit malam itu. Saat sampai rumah pun ia malah kembali mengerjakan materi yang belum selesai dengan di temani kopi andalan seperti biasa Lalu disinilah Kayra sekarang, berada di salah satu taman yang tidak jauh dari hotel mereka Tanpa sadar Kayra terhanyut dengan dunianya sendiri. Memperhatikan anak kecil yang asyik bermain. Pikirannya melayang pada dulu saat usia Kayra bisa dihitung dengan jari. Ada banyak rasa kesal dan jengkel yang ia rasakan kala itu. Ini itu dilarang dan semua serba dibatasi--wajar Kayra kan anak tunggal. Mungkin sangking sebalnya kepada orang tuanya kala itu, Kayra pernah menduga bahwa ia anak tiri. Lantas, Kayra pun mulai memandang jauh ke depan. Bercita-cita segera menjadi orang dewasa, sehingga Kayra tidak lagi merasa diatur-atur ini dan itu Sekarang ia sudah di sini. Menapaki setiap momen dalam kehidupan yang dulu dirinya idam-idamkan. Merasakan rasanya dianggap orang dewasa, yang mana pendapatnya selalu didengarkan. Sekarang Kayra sudah merasa tidak ada lagi yang mengatainya "Anak kecil nggak usah ikut-ikutan!". Tapi apakah semua seindah yang dulu Kayra bayangkan? Ternyata tidak. Ada banyak tahap di mana Kayra merasa menjadi dewasa adalah cara hidup yang "salah". Ada banyak momen yang membuatnya merasa ingin kembali menjadi dirinya yang dulu. Karena, ternyata menjadi dewasa tidak semudah itu Lama terdiam hingga handphone di saku celananya berdering tanda bahwa ada panggilan masuk, Kayra baru mulai beranjak meninggalkan tempatnya duduk menuju mobilnya di pinggir jalan sembari mengangkat telepon dari Sarah "Ay, gue udah di kamar ya." "Iya gue otw kesana." Sampai disana Kayra memasuki hotel yang telah ramai di penuhi orang orang pelatihan. Saat itu juga Kayra baru sadar tidak hanya rombongan dokter rumah sakitnya saja yang ada disana, tapi juga beberapa PNS--turut hadir di pelatihan itu Kaki Kayra membawanya melewati lorong hotel menuju kamar. Matanya menangkap dari arah berlawanan di kejutkan dengan pemandangam Arfan dan Alya berjalan ke arahnya berdiri--lebih tepatnya ingin melewatinya sambil bergandengan tangan, oh! Tepatnya baru ingin bergandeng tangan ketika mata Arfan menangkap ia berdiri di ujung lorong Di otak Kayra sekarang adalah cepat cepat berbalik arah untuk segera melarikan diri dari berdirinya masa lalu kelam. Sialnya mata Kayra masih terus terpaku menatap tampilan Arfan yang hari itu memakai kemeja hitam, celana berwarna khaki dengan sneakers putih. Terlihat sangat perfect. Ya tuhan cakep banget mantannya "Dok, bu." Kayra tersenyum ramah ketika dua orang itu tanpa ia sadar sudah berselisihan dan menyapanya sebentar "Hai Dokter Khanza." Alya menyapanya dengan ramah sedang Arfan hanya diam dengan wajah datarnya. Padahal tadi ia sempat melihat senyum samar Arfan untu sang pujaan hati. Giliran di depannya malah nunjukkin muka datar kayak gilingin daging. Dasar mantan Dengan cepat Kayra berjalan meninggalkan jejak kedua pasangan itu, dadanya terasa begitu sesak tiba tiba. Rasanya kayak rumah yang tidak punya cerobong asap. Pengap Bodoh, harusnya Kayra tahu Alya dan Arfan juga akan turut hadir disana. Alya itu sarjana komunikasi sedang Arfan tentu saja menjadi penyampai materi Andai Kayra tahu akhirnya begitu ia lebih memilih untuk tidak ikut dari pada harus menahan rasa sesak di hati ketika melihat kemesraan dua pasangan itu selama 3 hari 3 hari! Gila Garis bawahi. Enak apa yah, yang lain pada kerja, mereka malah liburan mentang mentang pasangan "Ay! Ayra!" panggilan dari Sarah membuyarkan lamunannya. Ternyata dari tadi Kayra sudah berdiri di depan pintu kamar hotel sambil bersandar memegang dadanya sendiri yang terasa sesak. Seriusan Kayra merasa itu sesak sekali, tapi lebih sesak lagi jika suatu saat nanti ia melihat mantannya jadi manten orang lain Wajah Sarah terlihat begitu panik "Ay lo kenapa? Arfan ya? maaf...gue nggak tahu kalau mereka juga ada disini kalau gue tahu mereka disini gue nggak akan biarin lo ikut." Sarah bereaksi cepat sekali seakan wanita itu tahu penyebab melamunnya seperti itu kenapa Kayra tahu. Sarah tidak ingin lagi melihat Kayranya yang dulu hanya diam dengan pandangan kosong, Sarah tidak ingin lagi mengantar patung hidup ke Psikiater, Sarah tidak akan pernah mau lagi mendengar Kayra beteriak kesakitan saat trauma psikisnya kambuh. Hati Sarah sakit.. Sangat sakit ketika melihat sahabatnya yang dulu periang berubah seperti sebuah patung hidup yang jika di ajak berbicara sama sekali tidak merespon selain hanya minum obat pereda sakit atau minum obat tidur Menyadari reaksinya sudah berlebihan Kayra tersenyum. Sungguh ia tidak mau membuat sahabatnya itu khawatir "Ah lebay lo. Lagian ini sudah 5 tahun kan? Harusnya nggak papa." Seandainya 'Harusnya' semudah dan sesederhana mengatakan 'Harusnya' Sarah balas tersenyum menatap sahabatnya itu. Sarah tahu, sangat tahu kapan saat Kayranya itu berpura pura kuat dan kapan Kayra menjadi Kayra yang benar kuat "Lo nggak ada niat buat ngebuka hati lo lagi ay?" Tanya Sarah hati hati Kayra mengangkut bahu acuh. Melepaskan sepatunya di belakang pintu "Gue terbuka cuma kalau pas lagi mandi sar." "Begoo!" Tuk "AW!" "Ursula bangke!" Umpat Kayra "Heh!! Ngomong apa lo!" "Apasih masih mending di panggil ursula dari pada di panggil yang maha kuasa." "KAYRAAAA! SINI LO!" Kayra tertawa melihat Sarah berteriak nyaring dari luar kamar mandinya *** Kayra, Sarah, dan Dika serta teman teman yang ikut pelatihan sedang makan malam bersama di restoran yang ada di hotel itu malam ini usai menghadiri sedikit sambutan dari beberapa Professor "Niatnya mau tidur aja nggak jadi tidur." Sejak tadi Kayra tak henti tertawa mendengar Sarah dan Dika saling mengejek satu sama lain "Sok sok an lo! Tau nggak ay si Sarah tuh padahal paling kenceng nyanyi dangdut nya." Dan ketika Sarah menekuk wajahnya hal itu malah semakin membuat tawanya dan Dika pecah "Dokter Sarah di panggil Dokter Ana." Kayra menoleh tatkala salah satu Dokter menghampiri meja mereka "Oh, makasih Dokter Bayu. Guys gue tinggal dulu ya." "Hati hati lo di suntik!" Teriak Dika Sarah mengarahkan tinjunnya dari jauh ke arah Dika "Haha.. Dokter kok nggak berani di suntik, nyuntik orang aja paling semangat." Sontak saja Kayra dan Dika menggeleng heran. Iya, Sarah boleh saja di sebut hantunya Difteri yang selalu nyuntik para Ibu Ibu, tapi jangan salah. Itu anak di sodorin balik suntikan bisa demam berhari hari setelahnya. Kalau tidak percaya nanti akan Kayra tunjukkan "Ehem sampe haus gue." Kayra menghentikkan tawanya melihat Sarah sudah pergi "Gue ambil minum dulu deh." Senyumnya berubah lebar "Ah baiknya bebek Dika." Dika menekan telunjuknya di kening Kayra gemas "Bebek pala lo." "Dokter Khanza?" Belum selesai Kayra menatap kepergian Dika, ia justru malah di kejutkan oleh dua orang di hadapan nya sekarang Detik berikutnya sebuah senyuman terbit di bibir Kayra "Halo Bu Alya, Dokter Arfan." "Nggak usah panggil bu dong panggil Mbak Alya aja ya. Eh lagi makan ya?" Alya berdiri tepat di samping meja makan Kayra. Kini Kayra merasa gugup di perhatikan oleh orang di sebelah Alya sedemikian rupa, sangking gugup nya Kayra bahkan sampai menarik sembarang piring berisi makanan--milik Sarah, yang isinya tadi beberapa sendok sambel. Padahal Kayra sendiri tidak bisa makan pedas. Mencoba makan sedikit pun pasti setelah itu keningnya akan berkeringat dingin "Ibu juga manggil saya Dokter, kalau gitu panggil saya Kayra saja ya. Bukan saya sih yang makan tapi teman teman saya.." Kayra tersenyum canggung Selama mengaduk mie di piringnya, tak henti Kayra terus mendumel dalam hati, entah waktu yang memang terasa lambat atau memang Dika yang lama sekali cuma hanya mengambil minum, lagipuka kenapa juga dua pasangan itu harus mendatanginya disaat ia sedang sendirian seperti sekarang "Jangan dong...Dokter Khanza kan Dokter." Di pikir pikir kenapa juga Kayra harus membenci pacarnya mantan. Dia kan bukan pelakor, kenapa Kayra harus membencinya? Tapi kan dia itu pacar mantannya jadi wajar Kayra merasa benci tapi--ah sudahlah "Yasudah panggil Dokter Kayra cantik saja ya." "Dokter mah nggak usah di panggil cantik udah dari sananya cantik. Oh ya, Kami boleh duduk? Habis tempat yang lain lagi penuh semua dok." Lah! Lah! ini gimana nih "Oh silahkan duduk Mbak Alya, Dok." Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Dua kali Kayra merasakan betapa sakitnya pepatah itu Otaknya sedang bekerja mengingat omongan orang yang sering mengusirnya. Kebanyakan mulut teman temannya tidak ada rem. Asal ngegas saja tanpa ada yang main alus kalau mau ngusir orang apalagi ingin mengusir orang seperti Kayra itu Tangan Kayra terangkat ingin menyuap sendok mie yang sudah bersiap ingin masuk ke mulutnya, sebelum sebuah jemari menahan tangannya dan bersuara datar hingga membuat jantungnya berdebar hebat "Itu pedas. Kalau tidak bisa makan jangan pura pura memakannya." Deg Ya tuhan Apa itu tadi? Arfan masih begitu ingat makanan apa saja yang ia tidak bisa makan Kayra tidak boleh berharap sekarang. Harusnya ia tahu. Enggan berdamai dengan keadaan hanya akan membuat hidupnya makin berantakan. Selama belum bisa menerima kenyataan, Kayra hanya akan terus merapal harapan-harapan kosong nantinya. Membayangkan kemungkinan untuk berbalikan dan memperbaiki hubungan justru bisa membuatnya semakin kesakitan. Kayra harus menyadarkan diri sekarang "Nih." Tanpa sadar Kayra tersenyum lebar ketika wujud Dika tengah duduk di sampingnya, keadaan tadi terlalu canggung untuk ia hadapi sendirian "Kenapa lo? Kangen? Ngambil minum aja di kangenin." Kemudian Kayra menekuk wajahnya. Memberi tatapan kode pada Dika lewat ekor mata Awas aja kalau kutu kerbau itu tidak paham. Kayra benar benar akan mengoperasinya untuk memindahkan letak otak jadi ke jantung "Bercanda jelek." Dika mengacak rambutnya gemas. Seandainya saja tidak ada Arfan ia pastikan sudah biru tangan Dika akibat cubitan halilintarnya, berani beraninya Dika menyentuh rambutnya yang sudah rapi. Mana tangan Dika tadi bekas megang daging lagi, sial "Nih minum kamu," Arfan menatap mereka dengan dingin. Disaat pria yang bernama Dika itu mengatakan kata 'Kamu' kepada Kayra seakan akan hubungan mereka sudah begitu jauh dari sekedar teman "Eh ada Dokter Arfan, Bu Alya." Bagus sekali anak itu berakting, mati matian Kayra menahan tawanya saat itu. Padahal Kayra tahu. Dika sangat membenci Arfan sejak pria itu menjadi salah satu orang yang berperan besar membuatnya 'sakit' dulu Kayra sendiri berusaha menahan dirinya sendiri agar tidak menatap pria di samping Alya. Ia hanya tidak mau jika nantinya sisi setan bapernya akan tiba tiba menangis disitu "Hai, Dokter Ladika kan ya?" tanya Alya Dika memaksakan senyumnya "Iya." "Nggak papa kan kita makan disini Mas?" Ekor mata Kayra melirik respon Arfan pada Alya yang sedari tadi hanya diam "Hhmm," Kayra harus kembali menguatkan hatinya ketika pasangan yang berada di hadapannya itu memakan makanannya dengan begitu mesra--Alya menyuapi Arfan meski wajah Arfan masih terlihat begitu dingin "Ay, kenapa nggak makan? Aku ambilin ya?" Dika menyadarkan lamunan Kayra. Membuat Kayra tersadar dari keterpakuannya sejak tadi Kayra malah sangat bersyukur akan keberadaan Dika di sampingnya saat itu, setidaknya ia bisa menutupi sikapnya yang bisa saja berubah jadi lemah di hadapan mereka berdua sekarang "Nggak, udah kenyang." Kayra menolak dengan halus "Kenyang dari mana aku tahu kamu sama sekali belum makan. Aku suapin ya?" Ini anak sepertinya sudah bukan akting lagi. Sejak tadi memang Dika terus memaksanya makan. Mood Kayra sedang tidak baik hari ini alhasil ia sedang mogok makan pada dirinya sendiri. Dan kesempatan seperti itu di ambil Dika memaksanya makan dengan keuntungan yang banyak Kayra memberi isyarat lewat tatapan matanya sambil meremas tangan Dika dari bawah meja. Mengatakan ia sedang tidak ingin berlama lama disitu bersama kedua pasangan yang asyik dengan dunia mereka sendiri Dika tersenyum. Mengusap puncak kepala Kayra lembut "Capek ya? Istirahat aja deh ya." "Maaf ya Bu Alya, Dokter Arfan. Saya sama ayra harus kembali ke kamar masing masing. Saya harus memaksa perempuan nakal di samping saya ini beristirahat." Alya tersenyum dan mengangguk sedang Kayra sebisa mungkin mempertahankan senyumnya tatkala Arfan meletakkan tangannya di pinggang Alya Enak aja tu tangan main nangkring sembarangan. Di pikir pohon! "Maaf ya Mbak Alya, Dokter, saya pergi dulu." Arfan tak merespon apapun, namun Kayra yakin pria itu sempat menatap tajam pada Dika saat meletakkan tangan di pinggangnya Dan sekarang dirinya yang di samain sama pohon "Eh tunggu Dokter Khanza, mau nanya besok Dokter nggak ada kegiatan apa apa kan? Gimana kalau besok jam istirahat kita jalan sama sama? Saya kepengen deh punya teman belanja kaya Dokter," Alya berucap dengan santai seakan ucapan nya itu tidak berefek apa apa bagi Kayra "Alya! Kita berdua kan." Siapa juga yang mau ikut, kudanil! "Nggak papa Mas, kan seru kalau banyak orang. Dokter Khanza bisa kan?" "Say--" "Kayra nya besok sudah ada janji dengan saya." Kayra kembali bernafas lega. Lagi lagi Dika menyelamatkannya dari situasi yang sangat Kayra benci "Yah..gitu ya? sayang banget. Yaudah deh lain kali aja." "Maaf ya Mbak Alya. Kalau gitu kami permisi." Kayra menunduk sopan sekali lagi. Menarik tangan Dika agar cepat pergi "Bayy...Dokter Khanza." Alya nampak tersenyum lebar disana Dika tahu bagaimana cerita masa lalu Kayra dulu bersama Arfan. Dika pula menjadi orang yang mengerti Kayra bagaimana harus bersikap di depan mereka berdua "Sebenarnya kan ya dik pacar orang itu juga pacar kita, karena kita kan juga orang." Tuk "Awhh," Tangan Kayra mengusap kening yang di sentil Dika tanpa belas kasihan "Katanya jomblo strong." "Iyaa setres tak tertolong. Lagian gue nggak jomblo," "Iyaa ay iyaa emang tu kurang ajar banget yang namanya manusia mah nggak pernah ngaku, lehernya sakit karena pegel aja bilangnya pasti karena bantal." Benar benar mulut Dika belum pernah merasakan sendal terbang "Mon maap pak, biar mulutnya nggak suka ngomong kasar, kasih lotion aja biar kedengarannya halus." "Sorry gue nggak lemah kayak lo. Ngeliat mantan aja udah kaya ikan naik ke daratan, mangap mangap. Terus-terusan mengenang mantan itu adalah cara terbaik menuju rumah sakit jiwa ay."  "Mon maap sekali lagi dari pada anda bikin saya naik darah mending bikin saya naik haji pak." Dika terkekeh. Tangannya yang sejak tadi masih berada di pinggang Kayra terlepas. Mereka berhenti di depan kamar Kayra dan Sarah "Tidur! Istirahat! Jangan keluyuran lagi." ucap Dika mengingatkan Kayra yang sering kelayapan saat ia tidak bisa tidur di hotel orang "Makasih ya Dik lo selalu tahu bagaimana harus bersikap di hadapan mereka." Dika mengangguk. Menepuk puncak kepala Kayra lembut "Anything for you. Tapi ay bisa nggak lo panggil gue Mas biar sopan..umur kita tuh beda 2 tahun ay." Kayra kadang bingung kenapa Dika ngotot sekali mau di panggil Mas. Memang apa bedanya sih, dari pada memanggil dengan sebutan 'Mas' rasanya Kayra lebih nyaman menyebut 'Kakak' tetapi mana mungkin juga ia memanggil Kakak pada Dika, tidak ada cocok cocoknya sama sekali "Nggak mau ah lo nggak cocok dik." "Ck, udah masuk sana! Jangan sedih lagi ya." "Iyaa Ladika.." "Ay! Mas Dika! " "Hhmm," Dika tersenyum menatap pintu yang telah tertutup. Kayra itu wanita yang sangat tangguh dan tulus, siapun yang mematahkan hati wanita itu, sungguh, dia adalah orang yang paling sangat menyesal *** 3 hari telah berlalu, tibalah hari dimana kepulangan para anggota anggota yang mengikuti pelatihan. Dengan langkah malas malasan, mata yang masih terserang virus tidur Kayra menggendong ranselnya menuju parkiran dimana mobilnya terparkir, setelah bus rombongan rumah sakitnya berangkat barulah giliran Kayra sekarang yang akan pulang Kayra benar benar sangat lelah. Beberapa hari ini ia sama sekali tidak tidur dengan teratur, makan dengan teratur, akibat kesibukan dan padatnya acara disitu. Boro boro baper ngeliat mantan, laper ngeliat makanan saja Kayra tidak sempat Yah baguslah. Jadinya hasil searching di google cara mengusir orang secara halus tidak jadi ia praktekkan Lagi lagi Kayra menghela nafas berat sebelum melajukan mobil meninggalkan area hotel menuju kota Jakarta *** Kayra terbangun pada pukul 4 pagi dengan suara dari handphonenya yang berdering nyaring tanpa henti "Halo," "..." "Iya! saya kesana sekarang." Kayra bangkit dari kasur ternyamannya. Menyambar snelli serta kunci mobil tanpa perduli rasa pening di kepalanya akibat terbangun tiba tiba. Baru saja tidur pukul 2 pagi tadi, tiba tiba Kayra mendapat panggilan dari rumah sakit pukul 4 pagi seperti sekarang. Meminta Kayra harus segera mengoperasi pasien yang kritis karena kecelakaan Tidak perduli dengan keringat semakin banyak yang membasahi wajah serta tubuhnya. Kayra terus saja mempercepat langkah di sepanjang koridor hingga akhirnya berhasil sampai di depan ruang operasi tepat waktu, tepat disaat para teamnya masuk ke dalam ruang operasi Kayra menatap para teamnya. Mereka sedang berjuang mempertahankan nyawa Pasien dari seorang pria yang masih muda Sebelumnya ia sempat bergidik ngeri ketika melihat betapa parahnya kecelakaan yang dialami pria itu. Dengan tenaga yang tersisa, Kayra serta team berusaha semaksimal mungkin mempertahankan nyawa dari pria malang itu Please help us god Sebuah doa tak hentinya ia lantunkan dalam hati, berharap agar tuhan menyelamatkan nyawa pria yang saat itu mereka tolong Tepat saat alat elektrokardiogram berbunyi nyaring, saat itu juga harapannya di patahkan dengan begitu kejam Matanya menatap team yang kompak menggeleng menatap Kayra. Sedang ia malah terus menekan d**a pria itu sambil tak henti merapalkan doa berharap masih di beri kesempatan untuk menyelamatkan pria malang itu Dokter Bunga di samping Kayra menggeleng sambil mengusap punggung Kayra. Menyadarkan jika mereka benar benar sudah tidak punya harapan lagi "Semua sudah di atur yang diatas Dokter Khanza." Para team mencabut semua alat yang melekat pada tubuh pria itu lalu Kayra dan team memberi penghormatan serta berdoa untuk kepergian pria itu dengan tenang Menit demi menit berlalu. Kayra sampai tidak sadar kalau hanya ada tersisa ia sendiri yang berada di ruangan itu. Menghela nafas Kayra mulai menyalahkan diri sendiri, itu pasti salahnya karena sempat menggerutu ketika menerima panggilan dari Rumah Sakit, pasti tuhan sedang menghukumnya Kayra keluar. Melepas masker dan sarung tangan dengan gemetar, entah sudah berapa detik waktu terlewat Kayra habiskan hanya untuk menyesali dirinya yang tidak bisa menyelamatkan pemuda itu Maaf *** Kayra kehilangan pasiennya lagi Kayra gagal 'lagi' Kayra tahu, jelas tahu, bahwa nyawa berada di tangan tuhan. Kayra sudah berusaha yang terbaik, Kayra sudah berusaha dengan kekuatan yang ia punya. Mungkin kepergian pria itu memang pilihan terbaik dari yang di atas Tapi tetap. Tanpa Kayra ingin, setetes demi tetes air mata mengalir di kedua pipinya meski ia berlagak kuat Keringat yang mengucur di pelipis masih tersisa sampai sekarang. Menandakan seberapa keras ia berjuang untuk menyelamatkan satu nyawa Pasien pagi itu Tangannya yang memegang cup kopi ia telan dalam sekali teguk--mengambil handphone untuk menelpon satu satunya orang yang bisa menenangkannya sekarang "Sar..gue...gagal." Kayra berucap dengan lemah Tahukah kalian kesakitan dan penyesalan terbesar seorang Dokter, adalah ketika mereka harus gagal menyelamatkan Pasiennya dan memberi tahukan kepada keluarga jika mereka gagal "..." "Salah gue sar! Mungkin kalau aja gue bisa dateng lebih cepat pria itu pasti masih bisa di selamatkan, kalau aja gue bisa sedikit lebih berusaha lagi pasti dia masih hidup sampai sekarang sar." Kayra menghapus air matanya secepat air mata itu turun "..." "Gue bodoh! Gue memang selalu bodoh sar gue nggak bisa berbuat apa apa." "..." "Di taman," "..." "Nggak usah, biarin gini aja dulu. Temenin gue ke makam dia aja 20 menit lagi." "..." "Thanks sar." Setelahnya panggilan terputus "Cengeng!" Kayra menoleh. Seketika tangannya terangkat menghapus ingus, Kayra bahkan tidak perduli dengan Arfan yang tiba tiba saja berdiri di sampingnya dengan tangan yang di masukan pria itu di saku celana. Menghapus sisa air mata di wajahnya Kayra menunduk hormat sebelum benar benar pergi dari sana Astaga! Kepalanya terasa tiba tiba seperti di bawa naik roller coaster. Berputar Kaki Kayra berhenti melangkah sembari memejamkan matanya ketika denyutan di kepala membuat langkahnya saat itu sedikit limbung Lalu ketika tangan Arfan berada di kedua bahunya saat itu pula Kayra membuka mata dan kembali berdiri tegak. Itu pasti gara gara ia minum kopi di pagi hari sekali seperti sekarang Kali ini Kayra ingin sedikit berharap dengan mengatakan jika saat ini Arfan menatapnya dengan khawatir. Mungkin karena tadi Arfan melihat wajahnya yang sedikit pucat "Terima kasih tapi sebaiknya anda tidak menyentuh saya." Kayra berucap tanpa menatap Arfan. Sungguh, Kayra benar benar malas melakukan kontak fisik baik sengaja maupun tidak sengaja terlebih lagi pada Arfan. Pesona pria itu benar benar kuat, Kayra takut hal itu bisa menimbulkan perasaan yang membuatnya baper dan sesak "Begitu cara kamu berterima kasih kepada orang yang membantumu?" Arfan kembali berucap dengan dingin. Padahal tadi Kayra sempat merasakan sikap lembut Arfan ketika menolongnya "Maaf tapi lebih baik Dokter atau saya yang pergi. Sudah cukup saya tidak mau membuat Mbak Alya berpikiran macam macam." Kayra ingin bergerak menjauh sebelum ucapan pria itu membuat langkah nya urung "Memangnya siapa kamu sampai Alya harus berpikiran macam macam. Saya pikir saya dan kamu hanya sebatas atasan dan bawahan." Arfan maju hingga sekarang posisi mereka saling berhadapan "Tidak perlu repot kamu bisa duduk lagi, biar saya saja yang pergi, seharusnya kamu bersyukur karena saya tidak meninggalkan kamu di keadaan terburuk kamu seperti tadi." Ia merasa tersindir dengan ucapan terakhir Arfan. Sungguh Kayra tidak bermaksud menolak niat baik pria itu yang ingin menolongnya. Harusnya Arfan paham, ia hanya tidak mau Arfan melihatnya yang lemah seperti tadi. Ia tidak akan membiarkan Arfan melihat sisi lemahnya lagi Kini Kayra hanya bisa diam tak berkutik saat pria itu menatapnya penuh arti, hingga tiba tiba cup kopi di tangan Kayra berpindah tangan kemudian dibawa menjauh seiring langkah kaki Arfan yang tidak terlihat oleh matanya lagi Arfan marah pada Ladika sebagai orang yang dekat dengan Kayra. Merasa pria itu tidak bisa menjaga Kayra disaat seperti ini. Tapi kenapa? siapa Kayra sampai sampai Arfan harus mengkhawatirkannya. Dulu, disaat Arfan sedang dalam masa masa terburuknya karena begitu mencintai Kayra, wanita itu justru malah meninggalkannya disaat hubungan mereka hampir sampai pada tahap tunangan Harusnya Kayra tidak pantas untuk kembali masuk ke hidupnya. Kenapa juga ia harus bersusah payah mengkhawatirkan dan menjaga wanita yang sama sekali tidak memikirkannya *** "Nggak ada apa apa kan? keluarganya juga nggak ada yang nyalahin lo malah berterima kasih karena sudah datang di pemakaman anaknya." Kayra dan Sarah berjalan bersisihan melewati satu demi satu makam yang berjejer di sekitar mereka usai menghadiri pemakaman pasien yang meninggal saat Kayra tangani pagi tadi "Ya mereka emang nggak papa tapi guenya yang kenapa napa lagian kan mereka tahunya dokter menolong, kalau sampai nggak tertolong artinya emang udah takdirnya gitu nahh dokter yang berusahanya yang takut setengah mat-- SARAH!!" Kayra berteriak kesal. Kurang ajar sekali. Dari tadi ternyata Kayra berjalan dan mengomel sendiri. Entah tiba tiba hilang kemana anak itu tadi, tau tau sudah muncul sambil memegang bunga mawar putih "Wihh lumayan nih di foto taruh di snapgram pura pura di kasih bunga." "Sinting!" "Eh bentar ay lo duluan aja gue mau beli minum bentar." Sampai di mobil, Kayra menjatuhkan kepalanya di stiran mobil. Menghirup nafas lalu membuangnya berkali kali. Rasanya hari ini Kayra penat sekali selain fisik juga karena pikirannya yang di penuhi berbagai macam hal buruk Brak "Astaga! Mobil gue!" Kayra berteriak kesal. Sarah menutup pintu mobil kesayangannya dengan begitu kasar. Sumpah demi apa mobilnya itu masih nyicil "Ehem..ay," "Apa?!!" Ketus Kayra "Gue mau ngomong serius." Sarah menatap Kayra. Wajahnya tampak panik sekaligus takut "Apaansih kok muka lo jadi horor gitu." "Lo...ngerasa ada yang aneh nggak?" "Aneh? Iya sih gue ngerasa muka lo emang aneh akhir akhir ini." "Ck, gue seriua ay!" " Apaansih ngomong tu yang jel--" "Kita ada yang ngikutin," Ucapnya cepat tanpa jeda sedikipun "Haa?" "Jadi pas gue ngambil bunga di kuburan tadi gue beli minum terus di bilangan sama bapak penjual minum ini kalau gue sama temen gue di ikutin sama perempuan tua yang bunganya barusan gue ambil." "ANJRIT!! Lo jangan bercanda!" Jika itu memang benar Kayra akan mandi dengan bunga tujuh rupa, tujuh hari, tujuh malam sampai titisan seperti Sarah yang menempeli hilang "Lo nggak liat muka gue setegang apa!" "Ah!! Lo sih sompral pakai ngambil bunga mawar orang di kuburan." "Mana gue tahu orangnya ngikutin gini!" "Huuaaaa gue tinggal sendirian Sarahhhh! Nginep lo! Gue nggak mau tahu lo harus nginep!" "Ay ke dukun aja yuk.." "Nggak ada akhlak lo sar!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD