5 - Menemukan Dia

1037 Words
Gumaman para gadis mahasiswi itu menarik perhatian perempuan di meja sebelahnya. Perempuan itu menoleh ke objek yang sedang diperbincangkan meja tetangga, dan dia memang mengakui bahwa Erlangga memang tampan dan terlihat misterius. Tapi, karena perempuan itu menganggap Erlangga hanyalah tukang bersih-bersih semata, dia hanya mengernyit lalu senyum diagonal sambil dalam hatinya berkata: 'Halah, cuma lelaki kere.'  Di meja perempuan tersebut, ada 4 orang duduk. 2 lelaki dan 2 perempuan, termasuk dia. Perempuan tadi berkata ke teman perempuannya, “Lin, sana pesan! Aku seperti biasanya. Hei, guys, kalian apa?” tanyanya pada dua teman lelaki di hadapannya. Dia adalah Frea Wilia, mahasiswi Brajamuka semester 6 berusia 21 tahun. “Aku seperti biasanya.” Pria yang sedang asik dengan ponselnya, bernama Bramasta Yanuardi, menjawab sambil pandangannya tidak lepas dari layar ponselnya, sedang sibuk membalas beberapa chat. Dia juga mahasiswa Brajamuka, dan sedang menjalani semester 8. “Kalau Kak Luki ingin pesan apa?” tanya gadis yang diperintah oleh Frea tadi. Dia bernama Lintang Anjayani, mahasiswi baru Brajamuka semester 2. Lelaki bernama Lukito Permadi yang tadinya menatap layar ponselnya, kini mendongak ke arah Lintang untuk menjawab, “Aku pesan paket 2 saja. Ohh, jangan pakai acar!” “Oke, Kak.” Lintang pun berdiri untuk berjalan ke arah meja pesan. Jika ditilik dari jawaban-jawaban orang tadi yang sebagian besar memesan seperti biasa, bisa dipastikan mereka adalah pengunjung setia Sae, bahkan Lintang sudah paham apa saja menu yang biasa di pesan si ini dan itu. Saat Lintang memesan, datanglah dua gadis lainnya ke Sae dan mereka melihat Frea yang melambai memanggil. Mereka pun berjalan ke arah meja Frea, melewati Erlangga yang sedang mengepel. “Ups! Maaf, yah Mas. Permisi ...” Salah satu dari gadis itu berjalan sambil berjinjit meski bersepatu kets saat dia melewati area yang baru saja di-pel oleh Erlangga. CEO yang sedang menyamar itu pun hanya diam dan tetap menunduk saja. Dan ketika dua gadis itu lewat dari hadapannya, dia malah melirik ke gadis yang tadi meminta maaf padanya hanya karena menginjak lantai yang baru dia pel.  Sopan, batin Erlangga. “Menunggu lama, yah?” tanya gadis sopan tadi sambil menaruh tas kuliahnya di bangku yang kosong, karena Frea pindah duduk bertiga dengan kedua lelaki tadi. “Maaf, mendadak ada tugas tambahan dari dosen.” “Santai saja, Rin.” Bramasta tersenyum semanis mungkin pada gadis di depannya. Sedangkan gadis itu bergeser agar temannya bisa ikut duduk di bangku jenis memanjang warna-warni tersebut. Gadis itu bernama Airin Lidya, dan teman yang datang bersamanya bernama Nirana Kusumadewi. Mereka sama-sama mahasiswi Brajamuka semester 6 seperti Frea, namun berbeda jurusan. Jika Frea mengambil hukum, Airin dan Nirana sama-sama mengambil ekonomi. “Lintang mana? Kalian suruh-suruh lagi, pasti yah?” tanya Airin sembari mencari sosok Lintang di meja pesan, dan memang gadis itu masih di sana. “Iya lah.” Frea menjawab santai sambil memainkan ponselnya untuk berselancar di akun media sosial dia.  "Sebagai anak baru, yah dia sudah sepantasnya jadi pembantu kita yang lebih senior." “Tega, ih! Pasti juga kalian suruh dia bayar semuanya.” Airin berucap lagi. “Biar saja, kan dia kaya, traktir kita sehari 3 kali makan di sini juga pasti takkan membuat dia bangkrut.” Frea menjawab tanpa menatap Airin. “Jangan kejam begitu, dong Fre. Udah disuruh-suruh, diminta traktir pula, hm.” Airin geleng-geleng kepala menatap Frea yang cuek. Kemudian, Lintang datang usai memesan. “Ehh, Kak Rin dan Kak Ran sudah datang. Mau pesan apa?” “Biar aku sendiri saja, Lin.” Airin mulai berdiri lagi bersama Nirana untuk memesan dan membayar sekalian. Dia tidak ingin membebani si bocah baru yang sudah menjadi anggota genk dia. Percakapan mereka rupanya didengar oleh Erlangga sembari dia pura-pura sibuk menyapu dan mengepel di sekitar meja itu.  Di dalam hati Erlangga, dia sudah bisa memahami seperti apa karakter Airin. Memang sesopan penampilannya. Gadis itu terlihat bersahaja, memakai kemeja dan celana jins serta bersepatu kets saja. Bandingkan dengan Frea yang memakai baju bagai anggota girl group Korea akan manggung. Erlangga justru malas dengan gadis dengan penampilan seperti Frea. Dia sudah terlalu banyak melihat yang seperti itu di Amerika dan Tiongkok. Justru agak jarang menemukan yang seperti Airin. Apalagi sepertinya Airin tidak banyak menggunakan make-up dan rambutnya hanya dikuncir kuda sembari diselipkan di belakang topinya.  Di mata Erlangga, penampilan seperti Airin justru lebih menarik dan seksi. Ehh, kenapa dia malah punya pemikiran seperti itu mengenai Airin, sih? Menggelengkan kepalanya, Erlangga kembali fokus pada pekerjaannya.  Sementara itu, Airin dan Nirana sudah kembali ke meja genk mereka. Di Sae Fastfood, jika pengunjung selesai memesan di konter dan membayar sekalian, maka nanti makanan akan diantar oleh pelayan.  Karena ini adalah akhir pekan, maka Sae Fastfood lumayan sesak pengunjung, maka tak heran jika Airin dan Nirana agak lama mengantri di konter pemesanan. Tapi kedua gadis itu tidak mengeluh dan cukup berjalan kembali ke meja mereka dengan langkah gontai.  "Rin, kau tau tidak kalau cowok yang sedang mengepel itu lagi booming di kampus kita, loh!" Nirana berujar pada Airin di sampingnya.  "Yang mana?" Airin bertanya. "Ohh, dia?" Jarinya menunjuk sambil lalu pada Erlangga yang sedang mengepel di kejauhan sana.  Nirana mengangguk. "Iya, dia. Teman-teman kita heboh soal dia, loh!" imbuhnya. "Halah! Cowok kere saja kok diributkan." Frea langsung berkomentar.  "Oi, Fre, gak boleh ngomong begitu, isshh!" Airin mengingatkan teman genk dia yang memang agak arogan dan galak.  "Yah, kenyataannya begitu, mau bagaimana lagi? Dia kerjanya pegang sapu dan pel, mana mungkin dia anak konglomerat, pasti anak orang kere, tuh!" ujar Frea sambil memutar bola matanya secara remeh ke Airin.  "Rin, kok kamu malah membela cowok itu? Jangan-jangan kamu ikutan naksir dia seperti cewek-cewek di kampus kita, yah?" Lukito berkelakar menggoda Airin.  "Enggak, kok Kak Luk." Airin menggeleng. "Aku malah baru tau tentang dia hari ini. Kalau Ran tidak beritau aku tadi, mungkin aku tak tau." Dia berkata jujur.  "Rin, jangan naksir cowok kere seperti dia, hidupmu bisa susah!" Frea menambahkan. Pelayan perempuan sudah tiba sambil membawa troli berisi pesanan mereka, kecuali milik Airin dan Nirana karena keduanya memesan belakangan. Pelayan itu sempat mendengar ucapan Frea mengenai Erlangga dan agak kesal mendengarnya.   Usai meletakkan semua piring di meja itu, dia pun membawa troli ke tempat lain untuk menyerahkan pesanan di meja lainnya.  Pembicaraan genk Airin yang tadi terhenti saat pelayan datang, kini berlanjut.  "Aku sedang tidak ingin naksir siapa-siapa, kok! Sedang ingin fokus kuliah saja. Ingin cepat lulus dan cari kerja biar cepat dapat duit." Airin menjawab Frea. "Jadi istrinya Bram saja, Rin!" timpal Frea sambil menunjuk ke Bramasta yang duduk satu deret dengannya.  Pria bernama Bramasta itu pun tersipu dan tundukkan kepala sambil berkata, "Frea apaan, sih! Halah!' "Halah, kau Bram! Naksir bilang, bos!" sahut Frea. Sedangkan Airin diam saja.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD