Part 2 Sosok Asing

1628 Words
"Om, kita mau kemana? Katanya kita mau ketemu sama Resa. Kenapa om ajak aku kesini?" tanya Ares, saat dia sadar tengah dibawa ke tempat yang asing. Ares berjalan dengan pelan, dia tak mengerti kenapa polisi yang dia temui di rumah sakit itu membawa dia kesini. Ke tempat pemakaman umum. Dia ingin bertemu dengan Aresa, adiknya pasti mencari dia sekarang. Ia tahu ini adalah tempat orang-orang di kubur tetapi ia tak ingin percaya pada hal yang menurutnya tidak mungkin terjadi. "Ini adik kamu." ucap laki-laki itu menunjukkan kuburan kecil di hadapan mereka. "Om bohong .. !!! Om bilang, om mau ajak aku ketemu sama Resa. Kenapa kita jadi kesini? Om bohong sama aku .. !! Itu bukan Resa .. !!" Teriak Ares sambil tangisan saat melihat gundukan tanah dengan bunga yang bertaburan di atas. "Ares, adik kamu udah di surga. Kamu harus doain dia. Resa pasti akan sedih juga kalau kamu nangis kaya gini." "Hiks .. Om .. Kenapa? Ayah sama bunda ninggalin aku, sekarang Resa hiks ... Kenapa semua orang ninggalin aku?" Ares menangis tersedu sedu membuat Haris, laki-laki yang Ares panggil dan polisi itu menatapnya iba. Anak sekecil ini, ditinggal oleh keluarganya. Bahkan Haris baru tahu kalau orangtua Ares juga sudah tidak ada. Haris menarik tubuh kecil itu kedalam pelukannya, Ares masih terisak, tak tahan lagi atas kesedihannya. "Om .. Kalau semuanya pergi, aku sama siapa?" lirih Ares dalam dekapan Haris. "Ada om, sekarang kamu anak om. Kamu bisa panggil om dengan sebutan papa." ucap Haris membuat Ares melepaskan pelukannya. "Papa?" "Iya, papa. Om sekarang papa kamu." ucap Haris tersenyum mengelus rambut Ares kecil. *** "Res .. Woy .. !!" Aku terkejut saat seseorang memukul bahuku dan berbicara dengan suara yang cukup keras. "Lo kenapa sih? Rapatnya udah selesai dan lo malah ngelamun? Ck .. fokus res." ucap Kemal, sahabatku. "Gue balik." ucapku tanpa menjawab pertanyaan dari Kemal tadi. Aku terus berjalan keluar dari ruang khusus rapat di hotel ini, sebelumnya saat selesai membahas tentang perkembangan usaha yang aku kelola, aku memang tidak terlalu memperhatikan rapat. Apalagi aku baru saja datang ke makam Aruna, aku terus memikirkan gadisku dan semakin merindukan dia. Aku mulai masuk ke lift, diikuti oleh Kemal yang ternyata sedari tadi berjalan di belakangku. "Hari ini lo kenapa? Aneh banget." tanya Kemal yang berdiri di sebelahku. "Biasa aja." balasku singkat. "Vin .. Itu lo kan." ucap Kemal menatapku penuh selidik. "Hmm .." "Ah, pantes aja, rapat tadi dingin banget. Raja es yang datang." celetuk Kemal dan Aku tak merespon, kemudian pintu lift terbuka dan kami keluar secara bersamaan. "Mal, bawain mobil gue." ucapku melempar kunci mobilku pada Kemal, yang diterima dengan sigap. Respon yang sangat bagus. "Lah, terus mobil gue?" "Suruh orang buat ambil aja ntar." "Ck .. Kebiasaan." gerutu Kemal tapi tak urung masuk ke mobil. _____ "Ko ada lo mal." ucapku setelah membuka mata dan baru sadar saat ini aku sudah masuk ke dalam mobil. "Lah Res, gue kira Arvin. Kalau mau tukeran itu bilang, ya emang sih gue udah barengan sama kalian lama tapi tetep aja susah banget buat bedain." cerocos Kemal sambil fokus menyetir. Kemal itu sahabatku dari dulu, dia juga tahu tentang aku yang berbeda dari yang lain. Bukan tentang fisik, melainkan jiwa. Aku juga tak tahu kapan sosok lain dalam diri ini muncul. Yang aku tahu hari itu saat aku pertama kalinya bermimpi buruk, mimpi yang mengingatkan aku pada adik kembarku, Aresa. *** "Arghh.. Sakit.." rintih Ares kecil memegang kepalanya. Malam ini, setelah satu minggu berlalu Aresa pergi dari hidupnya. Ares tinggal bersama orangtua barunya, Haris. Semuanya berubah, Ares menjadi sosok pendiam, bahkan dengan orangtuanya sekalipun. Ares terbangun dari tidurnya, dia menatap ke sekeliling hanya ada lampu tidur yang menerangi kamar ini. Ares baru saja bermimpi buruk, mimpi tentang Aresa yang tertembak tepat di depan matanya. Dia bingung, kapan itu terjadi. Bukannya dia pingsan, tapi kenapa dia bisa jelas melihat Aresa yang ditembak tepat dikepalanya. Bahkan setelah itu, dia sendiri yang mendorong para laki-laki bertubuh besar, dia mengambil salah satu pistol yang berada tak jauh darinya. Kemudian satu tembakan tepat di jantung salah satu laki-laki yang kemarin menyeret dia dan adiknya. Semua bagai kaset yang berputar, dia mengingat dengan jelas betapa dia melakukan semuanya dengan membabi buta. Melumpuhkan tiga orang dewasa yang berada di hadapannya. Tapi Ares yakin, itu bukan dirinya meski wajahnya bahkan semua yang ada di dalam dirinya sama persis dengan sosok anak laki-laki yang mampu menembakkan satu peluru ke kepala dan d**a mereka. "Ares.." suara itu terdengar jelas ditelinga Ares. Berkali-kali dia mencari asal suara tersebut tapi dia tak menemukan siapapun di kamar ini. Karena hanya ada dia yang tidur disini. "Ares... Aku Arvin." lagi, suara itu jelas terdengar dan Ares menggelengkan kepalanya, bocah kecil itu yakin kalau dia hanya bermimpi. "Ares, lihat ke cermin." ucap suara itu. Ares pun turun dari tempat tidurnya dan berjalan ke arah cermin. Dia menatap pantulan dirinya sendiri, ada yang salah. Itu memang dia, tapi kenapa pantulan di cermin itu menatap dia dengan sorot mata yang tajam. Ares ketakutan, sampai suara itu kembali terdengar di telinganya. "Jangan takut... Aku itu kamu." "Aku? Tapi aku gatau, kenapa bayangan ku bisa berbicara disaat aku diam?" "Karena kita berbeda, hanya kamu yang bisa melihatnya." "Nggak..!! Aku pasti mimpi..!!! Papa.... Tolong...!!" teriak Ares sambil menutup telinganya. Dia berjongkok, merasakan ada yang memberontak dari dalam tubuhnya. Tapi dia tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi. *** "Res..!!" aku terkejut saat tepukan di bahuku cukup keras. "Lo kenapa sih? Gue tanya, lo maunya kemana?" tanya Kemal. "Sorry mal, lo bisa anterin gue pulang." "Oke." jawab Kemal. Aku kembali mengingat, dimana sosok yang lain ada dan hadir dalam diri ini. Orang bilang aku ini memang berbeda, terkadang ramah namun sedetik kemudian dingin, tapi bagiku sendiri semua tetap sama. Aku menganggap sosok itu adalah kembaranku juga sama seperti Aresa dulu, meski terkadang dia jauh lebih menyebalkan dari Aresa. Aku adalah Ares, dan dia adalah Arvin, kepribadianku yang lain. Ya..benar, aku memang memiliki kepribadian ganda. ______ Aku merebahkan tubuh ini di atas sofa setelah sampai di rumah, memainkan handphone kemudian tak sengaja melihat tanggal yang tertera di layar handphone dan aku langsung terduduk kaku. Sial, gue melupakan sesuatu, batinku. Aku bergegas keluar rumah dan masuk kembali kedalam mobil, sepanjang jalan aku tak henti merutuki diri sendiri karena melupakan hal yang paling penting ini dan Arvin, si manusia es itu benar-benar tak mengingatkanku tentang ulangtahun Aruna. Aku yakin saat tadi tak sadar, Arvin sudah menemui Aruna lebih dulu. Sesampainya di pemakaman, aku berjalan dengan langkah cepat dengan satu rangkaian bunga tulip di tanganku, yang tadi aku beli di dekat pemakaman ini. Aku tersenyum lebar melihat batu nisan yang bertuliskan nama Aruna Adistya. Debaran jantungku masih sama seperti dulu, setiap kali aku akan bertemu dengan gadisku, ya gadiku Aruna. "Hai.. Selamat ulangtahun Aruna.." sapaku mengelus pelan batu nisan ini. "Maaf kakak baru dateng, lihat kakak bawa sesuatu buat kamu, tulip kesukaan kamu. Hadiah spesial di hari spesial ini. Gimana? Kamu suka kan?" "Kakak kesel banget run, Arvin.. dia malah gak kasih tahu kakak kalau dia datang kesini. Dia bawa apa? Dia pasti bilang macam-macam sama kamu kan?" Aku terus berbicara sambil mengelus batu nisannya. Aku begitu merindukan dia berada disisiku. "Udah dua tahun run, kamu pergi ninggalin kakak dan selama itu juga kakak belum membuka hati lagi." "Ya kakak tahu ini salah, tapi tenang aja mulai sekarang kakak akan mencoba membuka hati. Kalau ada cewek cantik. Hahaha." Ucapku tertawa sumbang. Membuka hati? Apa gue bisa? Batinku. "Udah mau hujan, kakak pulang dulu. Sekali lagi selamat ulang tahun adikku." *** "Kak Arvin, jangan kasar sama Kean. Dia sahabat aku." ucap gadis berseragam SMA itu pada Arvin yang menatap tajam ke arah laki-laki yang berada di samping perempuan yang dia cinta. "Dia deketin kamu baby, aku gak suka..!! Aku cemburu..!!" tegas Arvin. "Kakak itu sepupu aku, bukan pacar aku." "Tapi aku sayang sama kamu, dan gak ada yang boleh deket sama kamu selain aku, Aruna...!!" teriak Arvin menekan nama Aruna. Aruna, gadis itu tertegun. Sayang? Apa maksud dari perasaan sayang kakak sepupu nya itu? "Aku juga sayang sama kakak, sama kaya aku sayang ke kak Willy." ucap Aruna menatap lembut mata tajam milik Arvin. "Gak..!! aku bukan Willy. Aku cinta sama kamu." Deg. Cinta? Artinya Arvin melihat Aruna sebagai seorang wanita? Bukan sebatas adik sepupunya? Ini salah, perasaan Arvin itu salah. "Kita saudara kak." "Aku gak peduli, kamu milik aku..!!" Arvin menarik tangan Aruna menjauhi Kean, seberapa keras Aruna memberontak, dia tak bisa melepaskan cekalan tangan Arvin. Semakin lama perasaan Arvin pada Aruna semakin besar, Arvin benar-benar mencintai Aruna bahkan sampai Aruna meninggal karena penyakit kanker otaknya. Arvin adalah orang yang paling terpuruk, hatinya sangat sakit melihat tubuh perempuan yang dia cintai dimasukan kedalam peti mati kemudian di kubur. Ares ataupun Arvin memang sama-sama terpukul atas kepergian Aruna dari hidup mereka. Mereka memang berada di satu tubuh yang sama, meski begitu Ares yang juga mencintai Aruna tak senekat Arvin dan dia tak separah Arvin saat kehilangan Aruna. *** "Kamu dari mana res?" tanya papa padaku yang baru aja masuk kedalam rumah. "Ketemu Aruna pa." aku maupun Arvin selalu berkata begitu, seolah Aruna memang masih ada. "Papa udah makan?" tanyaku kemudian. "Belum, papa nunggu kamu kita makan malam sama-sama." ajak papa. Aku mengikuti papa yang berjalan menuju ruang makan. Kita sudah terbiasa makan berdua, apalagi setelah mama juga meninggal karena sakit jantung. Papa adalah laki-laki yang setia aku kenal, meski mama divonis oleh dokternya berusaha mendapatkan anak karena masalah rahimnya, ayah tetap setia menipis mama, sampai akhirnya mama pergi, papa tak pernah berharap untuk membantu lagi terakhirnya. Aku juga ingin seperti papa, tapi gagal aku jatuh cinta pada waktu dan hati yang salah, aku berharap beberapa hari nanti akan ada seseorang yang membuatku kembali jatuh cinta, bukan hanya aku tapi juga Arvin.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD