LIMA JUTA SEBULAN, SANGGUP?

1127 Words
Setelah beberapa hari tidak pulang, hari ini Yudi memutuskan untuk pulang ke rumah. Dia tidak bisa membiarkan Kinan kembali bekerja. Dia harus segera mengambil sikap. Kinan tidak bisa dibiarkan. “Pokoknya aku akan kembali bekerja. Suka atau tidak suka, kamu mengizinkan atau tidak. Aku akan tetap bekerja lagi. Kalau kamu pulang hanya untuk ngajak ribut mendingan kamu pergi aja deh, Mas. Sana balik ke rumah ibumu,” kata Kinan sambil menatap suaminya. Yudi hanya bisa menatap sang istri dengan gemas. Baru saja dia melangkah masuk, Kinan sudah langsung mengatakan hal seperti itu kepadanya. Menyebalkan sekali. “Kamu nggak usah macem-macem deh. Ni uang buat kamu, jatah bulanan,” kata Yudi. Ia memberikan sejumlah uang kepada Kinan. Wanita cantik itu meraih uang yang diberikan oleh suaminya. Tetapi, saat menghitung jumlahnya ia langsung melotot kesal. “Hanya ini? Tidak salah, Mas? Aku harus membayar utang kita ke warung Mbak Ayu. Belum lagi token listrik sudah habis. Mana cukup uang segini?” protes Kinan kepada suaminya Yudi. Tetapi, sang suami hanya menatapnya dengan tatapan tajam, “Satu juta lima ratus itu banyak, Kinan! Jadi istri kok boros sekali, setiap bulan aku kan kasi kamu uang, bisa-bisanya sampai punya utang,” jawab Yudi dengan ketus. Kinan menghela napas panjang, uang satu setengah juta rupiah itu memang banyak jika hanya dialokasikan untuk dana belanja. Tapi, uang itu juga harus ia gunakan membeli token listrik,beras, gas dan juga keperluan dapur. Padahal gaji Yudi sebagai seorang manager keuangan cukup besar. Satu bulan ia menerima gaji sebesar 10 juta rupiah. “Ya bagaimana aku tidak berutang sih, Mas. Setiap hari kamu mau makan enak, harus ada buah dan lauk yang enak tapi kamu kasi aku nggak ada seperempatnya dari gaji kamu,” kata Kinan kesal. Padahal dulu saat mereka masih berpacaran, Yudi selalu royal kepadanya. Tetapi, sejak mereka menikah sifat Yudi jauh sekali bedanya. “Kita kan belum punya anak, seharusnya uang yang aku berikan itu cukup dong. Aku kasi kamu sebulan satu juta lima ratus. Artinya satu hari lima puluh ribu, masa nggak cukup?!” hardik Yudi. Kinan menghela napas panjang dan mengembuskannya perlahan. “Kalau begitu, aku kembalikan uangmu, Mas. Mulai besok kamu yang belanja dan urus semua kebutuhan rumah ini. Aku menyerah, dan aku tidak mau berhenti bekerja,” kata Kinan. “Hei, mana bisa begitu! Kamu tidak boleh bekerja dan harus ada di rumah, jadi kamu bertanggung jawab atas rumah!” kata Yudi. Kinan menggelengkan kepalanya perlahan, “Nggak, aku sudah nyaman bekerja lagi. Dan aku tidak akan pernah mau berhenti. Rasanya seorang pembantu saja bisa mendapat gaji sebulan lebih dari satu juta lima ratus rupiah, sementara aku? Bekerja sepanjang hari di rumah tapi untuk makan saja tidak bisa!” pekik Kinan emosi. “Jangan bikin malu, kamu! Kamu itu istri seorang manager bagaimana bisa kamu bekerja?” “Aku tidak peduli! Apa kamu lupa jika sebelum kita bekerja aku ini juga bekerja? Aku menggadaikan karirku karena kamu mengatakan akan mencukupi semua kebutuhanku. Tapi, mana buktinya? Setelah menikah kamu malah bikin aku susah.” Kinan melemparkan uang yang tadi diberikan oleh Yudi begitu saja lalu melangkah keluar kamar. Tentu saja hal itu membuat Yudi emosi. Ia pun segera menyusul langkah Kinan. “Kamu jangan macam-macam denganku, Nan!” hardik Yudi sambil mencekal tangan Kinan. “Heh ada apa ini? Kenapa kalian ribut, ini sudah malam!” Yudi dan Kinan pun menoleh, tampak ibu Santy- ibu mertua Kinan berdiri sambil menatap mereka. “Ada apa ini?” tanyanya. “Kinan mau bekerja, Bu,” jawab Yudi. Santy yang baru saja datang itu mengerutkan dahinya. “Bekerja? Kamu nggak salah? Jangan bikin malu suamimu lah,Kinan. Yudi kan seorang manager, apa kata orang nanti kalau istrinya harus bekerja?” kata Santy. Kinan menghela napas panjang, dulu ia dan Yudi menikah bukan karena sudah lama berpacaran. Mereka tidak sengaja bertemu di sebuah acara, lalu Yudi mendekati Kinan. Setelah berhubungan sekitar empat bulan Yudi pun melamar Kinan. Sementara Kinan sendiri tadinya bekerja. Ia adalah seorang arsitek. Kinan dulu bekerja di sebuah perusahaan cukup besar. Selain itu klien Kinan juga banyak karena mereka rata-rata puas dengan hasil design Kinan. Tetapi, saat menikah, Yudi meminta Kinan untuk berhenti bekerja. Awal pernikahan Kinan mendapatkan uang 3 juta rupiah sebulan. Tetapi, setelah mereka menikah setahun dan Kinan belum juga hamil, Yudi hanya memberikan jatah bulanan sebesar satu juta lima ratus ribu rupiah saja. Kinan yang sejak gadis terbiasa memegang uang sendiri tentu saja kewalahan dengan uang yang diberikan Yudi. Bahkan ia tepaksa memakai tabungannya semasa masih lajang untuk menutupi kebutuhan rumah tangga. “Bu, tanyakan saja kepada anak kesayangan Mama kenapa aku mau bekerja lagi,” kata Kinan. “Loh, Ibu tanya sama kamu. Kenapa kamu bekerja lagi?” tanya Santy. “Tanya kepada anak kesayangan Ibu itu berapa dia memberiku jatah bulanan. Apakah uang yang dia berikan itu cukup untuk kebutuhan rumah ini. Listrik, sabun cuci, sabun mandi, pewangi pakaian, untuk beras dapur dan gas?” kata Kinan. Santy mengerutkan dahinya lalu berkata,”Yudi memberimu tiga juta rupiah apa nggak cukup? Kalian kan belum punya anak.” Kinan membelalakkan matanya kesal, “Bu, dia hanya memberiku satu juta lima ratus ribu rupiah!” Santy menghela napas panjang lalu mengembuskannya perlahan. “Hanya perkara uang saja jangan dijadikan masalah besar, Nan. Nggak bagus. Bu ke sini cuma mau kasi ini buat kalian. Ini ada rendang juga, ibu yang masak. Biasanya Yudi suka rendang. Kalian belum makan, kan?” Mendengar makanan kesukaannya disebut, wajah Yudi langsung berbinar-binar. “Wah, udah lama aku nggak makan rendang masakan Ibu,” kata Yudi dengan gembira. “Ya sudah, ayo kita makan. Kinan, siapkan makanan untuk suamimu,” kata Santy. Dengan perasaan yang masih kesal, Kinan melangkah masuk ke dalam rumah. Ada satu kotak makanan berisi rendang hasil masakan Bu Santy. “Wah, dari baunya aja udah harum begini, pasti enak sekali,” komentar Yudi saat ia melihat rendang buatan Santy sudah tersaji di atas meja makan. Kinan mengambilkan suaminya nasi dan juga lauk. Tetapi, dia memilih untuk minum teh saja. “Kamu nggak makan, Ran?” tanya Santy. “Aku nggak laper, Bu.” Santy hanya menghela napas panjang. “Suami istri nggak baik lama-lama bertengkar. Kamu sebagai istri harus bisa juga menghargai suami, jangan seperti ini, Nan.” “Tuh, dengar apa kata Ibu. Lagian, selama ini kan aku nggak pernah lalai kasi kamu makan.” “Keputusanku udah bulat, Mas. Aku sudah kembali di perusahaan yang dulu. Dan aku sudah mulai bekerja. Selama beberapa hari ini aku nyaman. Jadi, aku tidak mau berhenti. Terserah Mas, mau bagaimana. Yang jelas mulai besok Mas urus saja kebutuhan Mas sendiri,” kata Kinan. Yudi menghentikan suapan ke mulutnya dan menatap Kinan tajam. “Aku nggak izinkan kamu bekerja.” “Boleh! Aku nggak akan kerja lagi.Tapi aku minta lima juta sebulan, kamu sanggup?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD