TIDAK BOLEH BEKERJA

1071 Words
“Kamu dari mana?” tanya Yudi. “Aku kan sudah bilang kalau aku bekerja lagi,” jawab Kinan tak peduli. “Aku pikir kamu akan mengurungkan niatmu bekerja jika aku tidak pulang semalam. Eh, ternyata kamu masih saja keras kepala,” kata Yudi. Semalam, Kinan memang sempat meminta izin kepada Yudi untuk diizinkan kembali bekerja. Tetapi, Yudi tidak mengizinkannya. Kinan menatap suaminya itu dengan tatapan tajam lalu mengibaskan tangannya. "Kamu pikir aku akan mundur begitu saja lalu menerima nasib dengan nafkah satu juta lima ratus satu bulan begitu, Mas? Aku bukan wanita bodoh, sebelum aku menikah dengan kamu aku adalah seorang wanita karir. Aku wanita yang suka bekerja. Tetapi, karena aku merasa cinta kepada kamu aku memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga dan menjadi istri yang baik di rumah ini dengan harapan kamu sebagai suami akan menafkahiku juga dengan baik, sesuai dengan pengabdianku sebagai seorang istri. Tapi apa, jangankan menafkahiku dengan baik mencukupi kebutuhan rumah ini saja tidak. Aku yang harus banting tulang mencari uang untuk menutupi biaya di rumah ini," kata Kinan dengan kesal. “Di luar sana banyak perempuan yang hanya diberi uang satu juta lima ratus rupiah oleh suaminya, tetapi mereka tetap bersyukur,” kata Yudi. “Iya, karena suaminya itu bukan seorang manajer keuangan seperti kamu, Mas. Mereka ada yang tukang becak ada yang hanya ojek online ada juga yang hanya sebagai guru honorer yang hanya bisa menafkahi istrinya segitu. Tetapi istrinya bekerja untuk membantu suaminya. Sedangkan kamu seorang manajer keuangan dengan gaji sepuluh juta rupiah setiap bulannya. Lalu kamu memberiku hanya satu juta lima ratus setiap bulan? Itu pun harus aku bagi untuk membeli listrik, untuk membeli gas dan lain sebagainya. Kamu pikir semua itu cukup? Sementara kamu sendiri tidak pernah mau makan jika di atas meja hanya ada tempe dan kangkung,” kata Kinan dengan kesal. “Alah baru juga jadi arsitek udah belagu, berapa sih gajinya?” kata Yudi. Sejak awal menikah dengan Kinan, Yudi memang tahu jika istrinya itu seorang arsitek muda yang sangat berbakat. Bahkan perusahaan tempat Kinan bekerja awalnya tidak mengizinkan Kinan untuk resign. Mereka mempertahankan karena kinerja Kinan yang sangat baik. Tetapi pada waktu itu Kinan memilih untuk menjadi istri dan ibu rumah tangga saja mendampingi Yudi Awalnya Yudi merasa senang-senang saja, tetapi entah mengapa sekarang ini dia merasa sang istri hanya menjadi beban hidupnya. Gaji Yudi sebesar 10 juta rupiah itu biasa ia berikan kepada ibunya sebesar 4 juta lalu satu juta rupiah untuk adiknya. Satu juta lima ratus rupiah ia berikan kepada Kinan dan sisanya tentu saja untuk pegangannya. Tidak mungkin kan seorang manajer keuangan tidak memiliki uang pegangan untuk sehari-hari. Yudi cukup royal dengan teman-temannya. Ia cukup sering mentraktir teman-temannya makan. Yudi sangat suka jika teman-temannya memuji-muji dan mengagungkan dirinya Jika sudah begitu, Yudi akan mentraktir mereka makanan yang mahal. Tetapi kepada Kinan, ia hanya memberi secukupnya saja. Bahkan, tak jarang Kinan mengeluh kurang tapi Yudi tidak peduli. “Kita itu belum punya anak, Kinan. Jadi uang satu juta lima ratus rupiah itu seharusnya cukup untuk satu bulan,” kata Yudi. “Kan aku sudah bilang, Mas kamu saja yang mengatur keuangan. Bukankah uangnya sudah aku kembalikan kepadamu? Jadi mulai hari ini silakan kamu atur keuanganmu sendiri. Kamu bisa membeli makanan ini dan itu bayar listrik juga. Kalau perlu aku akan meninggalkan rumah ini dan kembali ke rumah orang tuaku. Mereka masih sanggup untuk memberi aku makan,” kata Kinan. Sebenarnya, Kinan bukanlah berasal dari keluarga yang biasa saja. Kedua orang tua Kinan adalah insinyur pertanian dan keduanya bekerja di lembaga pemerintahan. Sementara kakak kandung Kinan yang bernama Kenan adalah seorang pengacara.Kinan dan Kenan adalah anak kembar. Tidak ada yang tahu kondisi Kinan seperti ini. Kinan selalu menyimpan dengan rapi kesulitannya sendiri. Untung saja, ia memiliki tabungan yang cukup untuk ia gunakan menutupi kebutuhan sehari-hari yang cukup banyak. Apa lagi sejak masih gadis Kinan tidak pernah boros. Ia selalu menabung dari gajinya sendiri, sehingga ia memiliki simpanan emas dan juga tabungan. Tetapi sekarang, dipikir-pikir untuk apa memiliki suami kalau harus mengeluarkan uang tabungannya sendiri. Sementara, ia sendiri harus membereskan rumah dan mengerjakan pekerjaan yang lain. Rasa-rasanya gaji satu juta lima ratus rupiah itu sama dengan gaji seorang asisten rumah tangga. Sementara Kinan ini kan seorang istri. Apakah pantas jika Yudi memberi uang hanya sebesar 1 juta 500 tiap bulannya? Jawabannya tentu tidak bukan. “Kamu ini rewel sekali, ya. Apa kamu tidak takut kalau kamu dilaknat oleh malaikat? Bukankah izin dan restu suami itu perlu. Kamu nggak pernah aku kasih izin untuk kembali bekerja, Ran. Jadi apa kamu nggak takut malaikat melaknat kamu?” kata Yudi. Setiap kali bertengkar, Yudi memang selalu mengatakan hal yang sama. Sehingga Kinan mulai merasa muak. “Iya bener, Mas ... surganya seorang istri itu memang pada suaminya. Tetapi suami yang seperti apa dulu? Kalau suami yang dzalim ya ntar dululah. Aku masih berpikir dua kali, buat apa aku menikah kalau seandainya aku masih harus mencari uang untuk menutupi kebutuhanku sendiri.” Kinan menjeda perkataannya lalu meraup oksigen sejenak, kemudian kembali berkata, “Apa pernah selama kita menikah kamu membelikan aku pakaian yang layak? Coba kamu lihat lemariku, pakaianku masih yang lama. Apa kamu juga pernah membelikan aku make up atau skin care? Rasanya tidak, Mas. Setiap hari kamu hanya menuntut supaya rumah rapi, masakan tersedia di atas meja. Menuntut ini menuntut itu termasuk juga kebutuhan biologismu. Tetapi apa kamu memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan rumah ini? Tidak, kamu hanya peduli dengan dirimu sendiri,” kata Kinan. “Sekarang kamu jadi pembangkang ya? Aku nggak nyangka kalau istri yang aku nikahi sekarang sudah tidak mau menuruti lagi ucapanku. Siap-siap aja kamu dilaknat sama Allah.” “Sebelum aku dilaknat, kamu duluan yang akan dilaknat karena kamu sudah durhaka dan dzolim sama istri sendiri,” kata Kinan dengan gemas. Wanita itu tidak peduli lagi. Ia pun langsung melangkah masuk menuju kamarnya dan membanting pintu dari dalam. Sementara Yudi yang merasa lelah dan juga lapar langsung memacu mobilnya untuk menuju ke rumah ibunya. “Silakan adukan aku kepada ibumu, Mas. Bukankah setiap hari juga memang seperti itu,” kata Kinan saat melihat kepergian Yudi dari jendela kamarnya. Wanita itu tidak peduli Yudi akan mengadu apa kepada Ibu mertuanya. Ia langsung mandi dan setelah selesai mandi dengan santainya Kinan memesan makanan melalui aplikasi online. “Untung saja aku dulu bekerja, sehingga aku masih memiliki tabungan yang cukup kalau tidak sekarang ini aku harus mengemis meminta uang kepadanya. Ih amit-amit jabang babu,” kata Kinan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD