WF | Wedding Bouquet

1514 Words
*** Sera Tifani Adam, pintar dan cantik adalah kelebihannya. Menjadi bagian dari salah satu desainer Wedding Fashion tentu saja membuat Sera bangga. Banyak rancangannya yang diminati oleh client mereka. Apalagi Sera adalah tangan kanan Delia Faulie Hutama, pemilik Wedding Fashion sekaligus sahabat karibnya. Sera selalu menerima job kelas atas berkat bakat dan kepercayaan Uli terhadapnya. Namun, Sera terpaksa meninggalkan Wedding Fashion karena harus menemui ayahnya yang sakit. Di sisi lain, kepergian Sera adalah karena ia ingin melarikan diri dari patah hatinya. Dipermainkan oleh Fajri benar-benar membuat Sera murka, tetapi yang paling ingin dihindarinya adalah Zion Atranajaga. Kenapa? Karena Zion adalah alasan kenapa Sera menerima Fajri untuk menjadi pacarnya kala itu. Fajri adalah sahabat Zion. Sungguh sebuah kesialan bagi Sera karena harus berurusan dengan mereka berdua. Pertemuan ketiganya menciptakan luka yang tidak main-main di hati Sera. Zion dan Fajri adalah lelaki yang pintar mempermainkan rasa. Itu sudah cukup menjadi alasan bagi Sera untuk melupakan mereka dan sebisa mungkin tak lagi bertatap muka. Enam bulan Sera meninggalkan Wedding Fashion, ia tinggal bersama ayahnya yang ternyata hanya berpura-pura sakit demi merencanakan perjodohannya dengan lelaki tua teman ayahnya. Sakit hati yang Sera rasakan ketika ayah dan ibunya bercerai kembali muncul ke permukaan. Ia tidak menyangka ayahnya masih saja belum berubah. Masih menyakitinya meskipun dengan cara yang berbeda. Bayangkan betapa terkejutnya Sera di pertemuan pertama dengan lelaki yang ayahnya jodohkan itu. Sera mengutuk ayahnya. Tega sekali menyuruhnya menikah dengan laki-laki seusia ayahnya sendiri. Beruntung, berkat seorang kenalannya, Faldo Riandofli, Sera mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Ayahnya tidak pernah sakit. Ayahnya hanya berbohong demi menjodohkannya dengan lelaki tua bangka itu. Tentu saja Sera tidak sudi menerimanya. Sera tidak setuju menikah dengan lelaki yang berkali-kali lipat lebih tua darinya. Penolakan yang Sera lakukan membuat ayahnya marah dan mengurungnya. Namun, syukurlah Sera berhasil melarikan diri dari neraka berkedok rumah keluarga itu. Enam bulan meninggalkan Wedding Fashion membuat Sera banyak berubah. Begitu juga dengan Uli. Beruntung, Sera kembali sebelum hari pernikahan Uli tiba. Bertepatan dengan kembalinya ia ke rumah lamanya bersama Uli malam itu, Sera menciduk Uli dan Danar yang hampir saja melakukan hal tak terduga. Sera menggelengkan kepalanya, kalau saja dia datang tidak tepat waktu, mungkin Uli dan Danar memiliki cerita yang berbeda. Dasar! Mereka tidak tahu saja kalau  sampai detik ini Sera masih berperang dengan kekecewaannya. Namun, kelakuan keduanya membuat Sera sedikit terhibur meskipun pemandangan seperti itu membuat ia menggelang tidak percaya. Bukan karena dia menginginkannya tetapi karena ia gemas. Kenapa juga harus dirinya lagi yang menciduk mereka. Sebenarnya, ada yang lebih parah dari malam itu. Jujur saja Sera tidak ingin menceritakan hal ini pada siapapun tetapi ia tidak tahan memendamnya seorang diri. Hari-hari telah berlalu sejak kembalinya Sera pada kehidupan lamanya. Hari pernikahan Uli akhirnya tiba juga. Sejak seminggu sebelum hari pernikahan itu dilaksanakan, Uli sudah dipaksa untuk pulang ke rumah orang tuanya. Begitu Uli di sana, maka Sera pun pasti di tempat yang sama. Semalam, jelas Sera melihat Danar diam-diam masuk ke dalam kamar Uli. Saat Sera ingin mengetuk pintu ia mendengar suara yang iya-iya, akhirnya Sera memutuskan lari ke kamarnya sendiri sambil bergidik ngeri. Sera tidak habis pikir, apa harus seperti itu ketika seseorang jatuh cinta?? Entahlah, Sera hanya berharap semoga ia dan calon suaminya nanti tidak senekat Danar dan Uli. Pagi ini, hari bahagia itu tiba juga. Sera menjadi bagian dari bridesmaid yang Uli tunjuk. Ada Kerlin juga dibarisan bridesmaid itu. Mereka sudah berbaikan, jadi tentu saja Uli mengundang sahabat kecilnya itu dalam pernikahannya ini. "Ra nanti tante mau kamu ya yang dapat bouquetnya Delia," ucap Ana kepada Sera yang berada tepat di sampingnya itu. Pernikahan Uli diadakan hanya sehari saja. Paginya akad dan sorenya kedua mempelai bersanding di pelaminan. Sera menggelengkan kepalanya. "Nggak ah tan males desak-desakan," tolaknya. Ana berdecak tidak suka. "Jangan gitu dong, tante mau kamu yang nikah habis ini," ucap Ana. Sera terkekeh, merasa perkataan Ana cukup perhatian. Orang tuanya saja sibuk dengan kehidupan masing-masing. Bahkan beberapa waktu lalu sempat ingin memanfaatkan perasaan belas kasihnya sebagai anak. Namun Ana bersikap sebaliknya. "Belum ada pasangan juga kok tan," Sera berbisik pada Ana. "Justru itu sayang, kamu harus memulainya dengan rebutan bouquet sama yang lain. Siapa tahu nanti ketemu jodoh," Ana menaik turunkan alisnya. Sera tahu tante Ana memang baik. Dia jadi merasa bersalah dulu pernah membohonginya ketika Uli masih sering menjadi babysitter. Beruntung sekali Uli memiliki mama seperti dia, dan lebih beruntung lagi memiliki papa yang menyayanginya. Sera berdecak kesal dalam diamnya. Kenapa dia masih saja merasakan kesedihan ini?? Rasanya Sera ingin terus menyembunyikan dirinya di mana pun itu agar tidak pernah lagi bertemu orang tuanya. Namun, bukanhkah ia tidak bisa melakukan itu? Karena sebesar apapun rasa benci yang ia miliki pada kedua orang tuanya, ia tidak bisa menaruh dendam terhadap mereka. Bagaimanapun juga mereka adalah ayah dan ibunya. Sudahlah, Sera hanya ingin kembali hidup dengan normal walaupun harus dalam kepura-puraan. "Okay tan nanti aku usahain dapetin bouquet itu," tunjuk Sera pada bouquet yang sedang Uli pegang. Ana mengikuti arah pandangan Sera. Di sana anaknya sedang bahagia. Lihat saja senyum yang mengembang di kedua sudut bibirnya, sangat lebar. Ana bersyukur dirinya tidak salah langkah. Ia sangat yakin Delia pasti bahagia. Ana kembali menatap Sera. Matanya tampak yakin kepada gadis yang sudah ia anggap sebagai putrinya itu. "Nah gitu dong," ucapnya. "Eh Ra, itu siapa sih? Dari tadi lirik sini terus," pertanyaan tante Ana membawa mata Sera pada sosok yang sejak tadi dirinya hindari. Sial! Kenapa juga tante Ana harus menangkap sepasang mata yang sejak tadi tak juga lelah mengawasinya. Padahal Sera sudah mati-matian menyembunyikan dirinya di tengah kerumunan. Buru-buru Sera kembali mengalihkan tatapannya. Tentu dirinya enggan berlama-lama menatap pada lelaki kurang kerjaan itu. "Nggak tau tan," jawabnya. Sesungguhnya, sejak pagi tadi Sera sudah melihat lelaki yang taka sing itu. Iya, siapa lagi kalau bukan Zion Antranajaga. Perasaan Sera kacau balau saat ia bertemu lagi dengan Zion. Ternyata Enam bulan bukan waktu yang cukup untuk menghilangkan rasa cintanya pada lelaki pemilik lesung pipi itu. Buktinya, hanya sekali tatap saja jantungnya bagai jumpalilitan. Seakan ingin keluar dari persembunyiannya. Sera ingin menghindarinya, tetapi posisinya saat ini sungguh tidak menguntungkan. Menjadi bagian dari pengiring pengantin wanita benar-benar membuatnya canggung sejak dirinya tahu salah satu pengiring pengantin pria adalah Zion. Sera gelisah. Takut Zion melihat ke arahnya. Tetapi sebelum Sera menyadari kehadiran Zion, lelaki itu sudah lebih dulu mengetahui bahwa Sera adalah salah satu pengiring pengantin wanita. Hal itu juga yang membuat Zion bersemangat melakukan tugasnya. Sebisa mungkin Sera menghindari Zion. Ia bahkan melakukan apapun demi tak terlihat. Namun ketika takdir berkehendak, Sera bisa apa. Seperti saat ini, bukan dirinya yang menemukan Zion, tetapi justru tante Ana. "Kayaknya teman kamu deh, Ra," tebak Ana. Sera benar-benar ketakutan dengan pertanyaan tante Ana selanjutnya. Ia tidak mau berurusan dengan lelaki itu lagi. Dapat Sera lihat tante Ana sedang mencoba mengingat siapa sosok itu. "Oh iya dia kan yang jadi pengiring Danar, kenalan Danar kayaknya. Ganteng loh Ra, ada lesung pipinya," Sera ingin sekali menepuk jidatnya. Pesona Zion memang tidak main-main. Istri orangpun memuji dirinya. "Tante!" ujar Sera saat melihat gelagat Ana seperti orang yang ingin menyapa tamunya, dalam artian ingin menyapa Zion. Ana mengernyitkan dahinya. Suara Sera cukup tinggi. Ana memberi tanya melalui ekspresi wajahnya. "Aku ke toilet dulu," ucap Sera bermaksud kabur dari sana. Ia juga merasa bersalah telah sedikit meninggikan suara. Sera tidak sengaja, dirinya hanya merasa terkejut dengan apa yang akan tante Ana lakukan. Sejak itu Sera benar-benar berusaha menghindari Zion. Ia menyembunyikan dirinya sebisa mungkin. Namun, pada akhirnya sesi foto bersama mau tak mau membuatnya bertemu lelaki itu juga. Meski berada dijarak yang cukup jauh, tetapi mereka dibarisan yang sama. Ketahuilah, sedikitpun Sera tidak berniat menatapnya. Usai sesi foto bersama, secepat kilat Sera menghilang dari tempat itu. Kelakuannya mengundang tanya bagi Uli, tetapi saat ia melihat Zion, dirinya tahu sahabatnya itu sedang bermain kucing-kucingan. Uli mengedikan bahunya, lihat saja apa yang akan dia lakukan di akhir acara nanti. Sore menjelang, warna langit sudah berubah menjadi senja. Sera termenung menatap sang jingga yang terlihat penuh rahasia. Namun, itu sangat indah. Sera merasa bisa sejenak terlepas dari bebannya sejak ia menatap kanvas orange itu. Suasana diluar masih saja ramai, tetapi Sera sendirian di tempat ini. Ia ingin menikmati senja sendiri. Namun, tahukah Sera, ia tidak pernah benar-benar sendiri. Lelaki pemilik lesung pipi itu masih saja diam-diam mengikutinya. Mengawasinya. Iya, Zion. Selama ini tidak sekalipun Zion benar-benar menuruti keinginan Sera. Tanpa sepengetahuannya, Zion selalu ada didekatnya. Seperti saat ini, hanya saja selama ini langkah Zion tak pernah bisa sampai mendekat tanpa jarak. Ia harus mempertimbangkan banyak kemungkinan jika harus memaksa bertamu di hati Sera. Zion tahu Sera belum siap untuk semuanya. Oleh karena itu Zion selalu memilih berbalik ketika Sera sudah kembali pada ketegarannya. Zion percaya akan ada waktu yang tepat baginya untuk kembali mengetuk pintu hati gadis incarannya itu. "Di sini kamu rupanya." Tubuh Sera terkejut mendengar suara itu. Dahinya berkerut dalam. Tanda tanya memenuhi benaknya untuk sekedar memeriksa sekali lagi siapa pemilik suara yang baru saja bicara padanya. Tidak mungkin dirinya salah menebak milik siapa suara itu meskipun mereka jarang bertemu dan mengobrol bersama. Sera pun menolehkan kepalanya hanya untuk sekedar memastikan tebakannya. . . Bersambung.    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD