Mitha sudah masuk ke bawah selimut, sementara Yudhis duduk di sofa yang ada di dalam kamar tempat Mitha tidur.
"Jangan ditinggal sampai Mitha tidur ya Bang?"
"Iya" Yudhis menganggukan kepalanya, lalu mengambil ponselnya. Mitha memejamkan matanya, namun sesekali ia membuka matanya untuk melihat apakah Yudhis masih menemaninya.
"Bang"
"Hmm"
"Kenapa Abang batal merid sama Mbak Alea?"
"Belum jodohnya, Mitha"
"Jawab yang spesifik dong Bang"
"Kenapa kok ingin tahu?"
"Mitha penasaran, atuh"
"Kenapa penasaran?"
"Ehmm Abang, ya sudah, teu usah di answer!" Mitha merubah posisinya, dipunggunginya Yudhis dengan rasa kesal di dalam hatinya. Ditariknya selimut untuk menutupi tubuhnya sampai ke atas kepalanya.
Yudhis tersenyum melihat Mitha yang merajuk manja. Ia bangun dari duduknya, lalu duduk di tepi ranjang.
"Ngambek ya?" Yudhis meraih bahu Mitha. Tapi Mitha berusaha mempertahankan posisinya. Perlahan Yudhis menarik selimut Mitha.
"Mitha masih kecil, belum mengerti jalan pikiran orang dewasa" bujuk Yudhis.
"Mitha memang masih litel, bat Mitha smart, Abang. Mitha pasti bisa mengerti!" Mitha menyibak selimutnya, lalu merubah posisinya menjadi telentang. Yudhis tersenyum sambil menatap wajah cemberut Mitha.
"Kenapa Mitha ingin tahu?"
"Iih, ya sudah, teu usah diberi tahu, Mitha mah apa atuh, cuma bocah anaknya tetangga yang tidak punya kepentingan apa-apa. Yang tidak perlu tahu urusan tetangganya. Sana Abang ke luar saja, Mitha berani sleep elon!" Mitha bangkit dari berbaringnya, lalu didorong d**a Yudhis yang duduk sangat dekat dengannya.
Yudhis tertawa melihat kekesalan yang ditunjukan Mitha. Digenggamannya jemari Mitha dengan lembut, selembut tatapannya.
"Teu usah genggam-genggam jemari, mau sok romantis ya, Mitha teh adiknya Abang!" Mitha berusaha menarik jemarinya dari genggaman Yudhis. Tapi Yudhis tidak mau melepaskannya, entah setan apa yang sedang menghasut pikirannya. Dikecupnya jemari Mitha dengan lembut. Mata Mitha membola, mulutnya ternganga.
Tatapan mereka bertemu, yang satu menatap dengan dalam dan keinginan liar yang berusaha ditahan, yang satu menatap dengan penuh kebingungan akan sikap yang terasa tidak biasa.
"Abang kemasukan jin m***m ya?" Gumam Mitha sambil menepuk-nepuk pipi Yudhis cukup kuat. Yudhis tersentak, dilepaskannya jemari Mitha. Ia berusaha tersenyum untuk menetralisir perasaannya.
"Sekarang Mitha tidur ya Sayang. Abang duduk di sana" Yudhis meninggalkan Mitha yang hatinya bertanya-tanya.
'Dari tadi pagi sikap Bang Yudhis kok aneh ya. Tadi pagi cium pipiku, malam ini cium jariku, apa maksudnya? Aakhhh, seterahlah apa maksudnya, asal jangan kemasukan jin m***m saja!'
Mitha kembali berbaring, ia sudah melupakan rasa penasarannya akan batalnya pernikahan Yudhis dan Alea. Tidak berapa lama kantuk datang menyerangnya, membuat ia terlena dan larut dalam mimpi indahnya.
Yudhis menatap Mitha dari tempat duduknya. Ia merasa ada yang berubah pada perasaannya, tapi rasanya terlalu dini kalau ia menilai itu adalah rasa cinta yang berbeda. Berbeda, bukan lagi cinta sebagai kakak pada adiknya, tapi cinta yang....
Yudhis memejamkan matanya, ia mengenal Mitha sejak Mitha di dalam kandungan maminya, saat kecil ia tidak terlalu perduli pada Mitha yang suka mencari-cari perhatiannya. Tapi, sejak Yuri menikah, dan meninggalkan rumah untuk mengikuti suaminya, dan ia sendiri kembali dari kuliahnya di luar negeri, ia mulai memperhatikan gadis tetangga rumahnya itu. Akhirnya ia menganggap Mitha sebagai adiknya, pengganti kekosongan sosok saudara perempuan di rumah mereka. Apalagi kedua orang tuanya juga sangat menyayangi Mitha.
'Gadis kecil, kamu sekarang sudah beranjak dewasa, tentu akan lebih sulit untuk menjagamu'
****
Malam ini malam terakhir Mitha menginap di rumah Yuda. Besok orang tuanya kembali dari Surabaya setelah tiga hari di sana. Lagi-lagi, Yudhis dan Mitha ditinggalkan orang tua Yudhis. Tidak berdua saja, karena di rumah masih ada dua asisten rumah tangga, satu supir, dan satu Satpam yang ada di sana.
Tapi semua orang tengah menikmati acara televisi di ruangan di sebelah garasi. Sementara Yudhis dan Mitha berada di ruang tengah. Yudhis menemani Mitha belajar, ia melontarkan pertanyaan yang ada di lembar contoh soal ujian, dan Mitha yang menjawab pertanyaan itu.
"Bagus, pinter, jawaban Mitha betul semua" puji Yudhis.
"Sudah finis iyess, Bang. Boleh nonton televisi, teu?"
"Boleh" Yudhis menganggukan kepalanya. Mitha meraih remote tv, lalu mencari acara yang ingin ditontonnya. Setelah menemukan acara pilihannya, ia duduk di samping Yudhis, seperti biasa dipeluknya lengan kokoh Yudhis. Hati Yudhis berdesir, lengannya menempel ketat di d**a Mitha. Yudhis menggelengkan kepalanya samar, berusaha mengusir desiran yang kini bukan hanya menyentuh perasaannya, tapi juga ia rasakan membuat darahnya memanas.
"Ngantuk, Bang" gumam Mitha.
"Kalau ngantuk tidur dong" jawab Yudhis.
"Temani ya Bang"
"Masih belum berani?"
"Ini malam terakhir Mitha di sini, masa Abang tidak mau temani Mitha?"
"Kalau Abang kemasukan jin m***m bagaimana?"
"Kalau cuma jin m***m mah, no what-what. Asal jangan jin c***l saja"
"Jin c***l?"
"Hmmm, jin m***m paling cuma cium, kalau jin c***l, bisa-bisa...hiiyyy!" Mitha menggedikan bahunya. Yudhis mengangkat alisnya, kepalanya lalu menggeleng-geleng, karena merasa lucu dengan ucapan Mitha.
"Mitha sudah pernah dicium?" Tiba-tiba tercetus begitu saja pertanyaan itu dari sela bibir Yudhis.
"Mithakan sudah pernah cerita ke Abang. Mitha belum pernah kiss-kissan. Makanya waktu itu Mitha ingin minta ajari Abang. Bat, Abangnya teu mau ngajari Mitha ciuman"
"Memangnya Mitha rela, kalau first kissnya sama Abang?"
"Hmmm, rela saja, Abangkan ganteng, mirip Lee Min Hoo, jadi Mitha teh bisa menghayalkan Mitha ini di kiss sama Lee Min Hoo" Mitha terkekeh dengan ucapannya sendiri. Sementara Yudhis merasa sedikit tegang perasaannya.
Ada tarik ulur dalam hatinya, antara ingin memenuhi keinginan Mitha, atau tetap teguh pada pendiriannya. Dan sialnya, jin m***m sudah menguasai pikiran dan perasaannya.
"Duduk di sini" Yudhis menepuk pangkuannya.
"Jadi Mitha diajari ciuman, Bang?"
"Hmmm, tapi Mitha jangan menyesal ya"
"Teu akan, Abang. Ini bagaimana duduknya, begini?" Mitha duduk dengan kedua paha menjepit kedua paha Yudhis.
Mitha mempermainkan bibirnya, sementara Yudhis menatap lekat wajah cantik yang begitu dekat dengan wajahnya.
"Mitha yakin?"
"Kalau teu yakin, Mitha tidak akan duduk di atas pangkuan Abang" jawab Mitha.
"Pejamkan matamu, sayang" bisik Yudhis tepat di depan wajah Mitha. Mitha memejamkan matanya, lalu ia membuka kembali matanya.
"Tangan Mitha di letakan di mana Abang?" Tanya Mitha sambil mengangkat ke dua belah tangannya.
"Biarkan naluri yang menuntun kemana ingin diletakan" jawab Yudhis.
"Ooh begitu ya, ehmm" Mitha kembali menutup matanya. Hati Yudhis bukan lagi berdesir, tapi berdebar, bergetar, jantungnya berpacu lebih cepat, seakan ini ciuman pertamanya. Tentu saja ini bukan ciuman pertamanya, ciuman pertamanya zaman ia masih SMA. Dengan pacar pertamanya.
Yudhis tahu ini salah, tapi celakanya ia merasa tidak bisa mundur lagi. Beberapa waktu ini Mitha sudah sangat membetot perhatiannya, tepatnya saat Abang baru di wacanakan oleh Mitha. Ia merasa tidak rela jika kemanjaan Mitha tidak lagi untuknya.
"Abang, lama sekali tidak cium juga, jadi teu!?" Protes Mitha yang merasa terlalu lama menunggu. Tanpa menjawab, Yudhis meraih tengkuk Mitha, lalu mendaratkan bibirnya dengan lembut di bibir Mitha. Mitha membuka matanya, tatapan mereka bertemu, kemudia keduanya memejamkan mata mereka. Mitha ingin meresapi ciuman pertamanya, sedang Yudhis ingin mencurahkan kasih sayangnya.
"Astaghfirullah hal adzim!" Seruan nyaring membuat keduanya melepaskan ciuman mereka.
BERSAMBUNG