Part 4

1490 Words
Darren masuk dengan kepala tertunduk karena saking rendahnya pintu rumah Natt atau saking tingginya tubuh besar pria itu. Berjalan ke tengah ruangan hanya dalam tiga langkah besarnya. Dengan seringai dan tatapan jijik ketika pandangannya mengedar ke seluruh ruang sempit tempat tinggal Natt. Tidak ada apa pun di dinding. Lantai berwarna putih yang warnanya sudah kusam dan kursi reyot yang tak sudi Darren duduki. “Aku tak tahu uang yang diberikan Ronald padamu kau gunakan untuk apa. Tapi, setidaknya kau perlu mendapatkan tempat tinggal yang layak, kan? Bagaimana caramu bertahan hidup di tempat kumuh ini?” Natt hanya menghela napas menekan kekesalannya. Kata-kata Darren tak pernah ramah di telinga, tapi Natt merasa puas melihat pria itu memiliki cacat di antara penampilan sempurna Darren dari atas sampai bawah. “Apa yang Anda lakukan di sini?” Natt berharap sungguh kata-katanya terdengar setenang air danau dengan amarah yang mendidih di dasarnya. Darren tak mengindahkan pertanyaan Natt sama sekali. Pria itu terlalu sibuk mengomentari setiap sisi Natt dari segala arah. “Atau Ronald sedikit pelit dengan wanitanya? Kenapa? Apa karena kau tak pandai membuatnya bersenang-senang di ranjang?” “Jaga ucapan Anda Tuan Darren yang terhormat.” Kali ini bibir Natt yang menipis menahan tekanan sangat dalam di bagian dalam bibir sekaligus dadanya yang bergemuruh. “Seharusnya kau lebih dulu bertemu denganku. Aku tak pernah menahan kantongku untuk wanita sepertimu. Setidaknya kau sedikit lebih cantik dari wanita-wanitaku. Minimal aku tak akan membiarkamu menginjakkan kaki di tempat tak layak seperti ini.” Darren menyentuh dagu Natt. Yang langsung dihempaskan wanita itu dengan kasar. Sikap kasar wanita itu membuat Darren tergugah. Dalam sekali sentakan kuat, Darren mendorong tubuh kecil Natt ke dinding dan mengurung Natt dengan tubuh besar. Natt mengaduh, benturan di punggung rasanya seperti mematahkan seluruh tulang punggungnya. Belum dengan himpitan di tubuh bagian depannya, yang menyesakkan d**a. Wajahnya terangkat paksa, dengan satu cengkeraman memenuhi rahangnya. Seringai yang menghiasi wajah di hadapannya benar-benar dipenuhi kegelapan yang begitu kental. “Bukan seperti itu cara bersikap yang baik pada atasanmu, karyawan rendahan,” desis Darren. Menahan rontaan Natt dengan sangat mudah. Selain status sosial yang membedakannya dengan Natt, seharusnya wanita itu mempertimbangkan perbedaan besar tubuh mereka sebelum berpikir menolak dirinya. Natt berhenti meronta. Bukan karena menyerah, melainkan mengumpulkan tenaga untuk perlawanan selanjutnya dan menunggu saat yang tepat. Besar dan berat tubuhnya tak sebanding dibandingkan dengan Darren, jadi mungkin ia bisa unggul dengan menggunakan otaknya karena pikiran Darren hanya dipenuhi hal kotor. Darren menyeringai dengan puas. Kepasarahan tubuh Natt berbanding terbalik dengan manik wanita itu penuh penantangan. Berikut rencana yang tersusun di kepala mungil wanita itu. Terbaca dengan sangat jelas di mata Darren. “Apa yang Anda inginkan, Tuan Darren?” “Menurutmu?” Manik Darren turun ke bawah. Ke arah d**a Natt yang menempel di dadanya. Dengan posisi tubuhnya yang lebih tinggi, ia bisa mengintip belahan d**a Natt dengan jelas. “Anda tak akan pernah mendapatkannya,” ucap Natt dengan yakin. “Kenapa? Apakah kau terlalu rendah dan tak pantas disentuh oleh tangan mahalku?” Natt tak tahu harus butuh seberapa banyak tusukan telak di hatinya setiap kata-kata Darren yang merendahkan dirinya tersebut. Ia tak boleh terpengaruh, mulut seperti mulut Darren tak pantas mendapatkan sedikit pun perhatiannya. “Tentu saja aku di sini untuk menagih hutangmu.” Kata Darren membuat mata Natt mengerjap terkejut. “Bekerja lebih giat agar tidak merugikan perusahaan? Huh? Kecelakaan? Hanya butuh dua hari untuk menjilat ludahmu sendiri? Kupikir butuh waktu lebih lama.” Natt semakin dibuat pucat pasi sebelum kemudian memerah oleh rasa malu. Nyaris menangis tertampar kenyataan bagaimana menyedihkan dirinya. “Kenapa tidak kita akhiri saja hubungan tak mengenakkan ini?” Sedetik Darren menyelesaikan kalimatnya, setengah detik kemudian kemeja lusuh yang dikenakan Natt terbelah oleh tarikan kasar Darren. Kancing-kancingnya berhamburan di lantai, meninggalkan bunyi yang menyedihkan di antara keheningan dan ketegangan dua tubuh yang saling menempel rapat di dinding itu. Tatapan Darren turun, dengan seringai puas yang membuat manik pria itu dipenuhi oleh hasrat yang tak ditutup-tutupi. Jika sebelum-sebelumnya ia hanya menatap d**a Natt hanya lewat bayangan kain tipis saja, kini d**a Natt mengintip dari balik bra dengan bentuk yang membuat mata Darren hampir melotot. Darren yakin ukurannya akan pas di tangannya, terasa panas, lembut, dan untuk pertama kalinya. Darren akui wanita ini berhak mendapatkan gelar sebagai pemilik p******a terindah di antara deretan wanita-wanita yang pernah menampakkan d**a di hadapannya. Natt terkesiap dan untuk waktu yang cukup lama tertegun. Tubuhnya mematung, mencerna keterkejutannya lebih lama dari seharusnya. Darren pernah menciumnya dengan paksa dan menganggap pria itu sebagai satu-satunya berengsek m***m paling kurang ajar yang pernah muncul di hidupnya. Sekarang, Natt tak akan membiarkan Darren mendapatkan apa yang diinginkan sesuka pria itu dengan mudah. “Apa ini yang biasa kaulakukan pada orang yang lebih lemah darimu? Hanya bermodal sebuah keinginan kau akan mendapatkan sesuatu?” Mata Darren menyipit, mengamati ketidakberdayaan Natt dengan kepuasan yang tak terkira. Mungkin wanita itu terlihat jual mahal, tapi ia bisa memastikan tak butuh lebih dari satu menit untuk membuai Natt dengan sentuhan ajaibnya dan membuat wanita itu mengerang nikmat di bawahnya. “Tidak juga. Kali ini aku bermodal seratus juta untuk mendapatkan tubuhmu, kan?” Wajah Natt memerah, oleh rasa malu yang bercampur amarah. “Jadi jangan bersikap sok jual mahal. Harga yang kuberikan padamu jauh lebih tinggi dari wanita pada umumnya yang melemparkan diri di ranjangku.” Natt tak tahan lagi, ia menggeram marah lalu seluruh tubuhnya bergerak sekuat tenaga untuk memberontak dan mencoba lepas dari kungkungan tubuh Darren. Tak peduli jika hal itu berakhir melukai dirinya sendiri. Harga dirinya sudah terkoyak, dengan cara paling hina. Darren terkekeh, hanya butuh sedikit kekuatan untuk menghadapi keseluruhan tenaga yang dimiliki Natt. Darren mencengkeram wajah Natt agar tak bergerak untuk menghindari bibirnya. Berhasil, ia mendapatkan bibir Natt dan mulai melumatnya dengan kasar. Wanita itu semakin menggeram, Darren mengabaikannya. Kenikmatan yang ditawarkan bibir wanita itu terlalu sulit dialihkan. Natt mulai terengah, tenaganya terkuras habis. Tak berdaya ketika kedua tangannya ditangkap oleh Darren dalam satu cengkeraman tangan dan dipaku didinding. Natt putus asa, menahan rasa jijiknya ketika bibir Darren mulai turun, menyapu kulit lehernya dan semakin turun. Air mata Natt mengalir tanpa suara, tahu dirinya akan berakhir di mana dan seperti apa. Seonggok barang tak berguna yang akan dibuang, hingga orang-orang pun akan merasa jijik karena telah memandangnya. “Apakah hanya uang satu-satunya bakat yang bisa kaubanggakan?” Ciuman Darren berhenti, tapi bibir pria itu masih melekat di kulit mulus Natt. Pertanyaan Natt berhasil mengusik egonya sebagai seorang pria.  “Mungkin bagimu status dan uang adalah segala-galanya, tapi di mataku kau tak lebih dari pria berengsek dan rendahan yang hanya mampu menggunakan kekuatan dan kekuasaan untuk menginjak-injak seorang wanita lemah dan tak berdaya sepertiku. Bagiku, kau tak lebih dari pria tak bermoral yang pengecut.” Kata-kata Natt tepat menusuk di d**a Darren, dan kata terakhir wanita itu adalah tusukan yang menancap di dadanya paling dalam. Seketika cengkeraman tangannya di tangan Natt mengencang dan berniat mematahkan tangan itu. Kepalanya terangkat dan menatap wajah Natt dengan tatapan menusuk yang bisa dipastikan akan melubangi wajah wanita itu karena saking tajamnya. Natt tak bisa menahan ringis kesakitannya. Tangan Darren benar-benar mampu menghancurkan kedua pergelangan tangannya. Tetapi ia tak akan berhenti sekalipun tangannya benar-benar patah. “Apakah bertindak seperti ini akan memuaskan egomu? Lakukan, jika itu bisa memenuhi nafsu binatangmu. Mungkin aku akan berakhir sebagai pihak yang terkalahkan. Tapi tropi kemenanganmu pun tak akan melebihi kepengecutan yang kau lakukan padaku.”   “Tutup mulutmu!” Geraman Darren yang menggema di ruang sempit itu seolah semakin menggelapkan aura kelam yang menyelubungi mereka berdua. Sudut bibir Natt tertarik salah satu. Ancaman Darren membuat Natt semakin tertantang. “Kau hanya b******n beruntung yang terlahir dengan semua hal-hal mahal di sekitarmu. Tidak sepertiku, wanita rendahan dan murahan yang harus menjual tubuh untuk membayar keberengsekan ayahnya yang tak bertanggungjawab.” Darren menarik tubuhnya dari Natt, gemuruh panas menerjang dadanya dan kemarahan naik ke ubun-ubun kemudian mendorong wanita itu menjauh. Berharap rasa sakit yang didapatkan Natt sepadan dengan rasa sakit yang diberikan wanita itu pada hatinya. Tapi tidak, rasa sakit yang didapatkan oleh wanita itu tak akan sepadan seujung kuku pun dengan kekurangajaran mulut kotor wanita itu. Tubuh Natt jatuh ke lantai dan ia mengerang kesakitan. Kepalanya tertunduk semakin dalam ketika merasakan bayangan gelap mulai mendekat dan membayangi tubuhnya. Natt tahu akan mendapatkan rasa sakit yang lebih dan ia sudah bersiap mendapatkan sebuah pukulan. Entah di kepala, di punggung, atau di mana pun, ia sudah terbiasa dengan rasa sakit semacam itu. Tetapi kemudian bayangan tubuh Darren berhenti, lalu menjauh dan suara pintu yang dibanting menggema di telinganya.  langsung menangis tersedu. Memeluk tubuh yang gemetar. Mungkin ia telah berhasil menyelamatkan dirinya dari tindakan b***t Darren. Tapi apa yang telah dilakukan pria itu terhadap tubuhnya masih membekas dan memberinya luka yang begitu dalam. Pria itu memperlakukannya tak lebih dari benda tak berharga yang kotor.   ***     Sial! Sial!! Sialll!!!! Darren membanting semua benda yang ada di mejanya ke lantai. Seumur hidup, belum pernah ada orang yang berani menyebutnya sebagai pengecut. Kata paling hina, paling rendah, dan paling kotor yang mampu mengoyak-ngoyak harga dirinya sebagai seorang pria. Reputasinya seolah sudah tercoreng dengan kalimat kotor wanita rendahan itu. “Kita lihat, siapa yang akan bersujud dan mengemis padaku.” “Hanya butuh sedikit waktu dan dia akan berlari padaku tanpa aku mengangkat tangan.” 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD