Sila duduk di dalam mobil yang Alle kendarai, sementara Ulin pulang bersama Kaka. Alle tidak melepaskannya sedetik pun setelah pertengkaran hebat dengan sang Papa. Sila menghembuskan nafas kasar, ia melirik pria yang masih fokus dengan kemudinya. Mengamati wajah pria itu dari samping. Alle tak sama sekali melirik, apalagi menoleh ke arahnya. Wajah pria itu terlihat kaku, dengan rahang yang terkatup rapat. Sementara cengkeraman tangan pria itu ke kemudi mengencang hingga ia bisa melihat urat-urat lengan pria tersebut. “Al… “ lirih, Sila memanggil pria yang ia tahu masih marah padanya. “Alle… “Sila memanggil sekali lagi saat tidak ada respon dari pria itu. Tatapan Alle masih lurus ke depan. “Allegra…!!” Sila menaikkan nada panggilannya satu oktaf, berharap dengan begitu ia akan mendapatkan