Save Me 6

2267 Words
Sehari setelah acara angkat janji mahasiswi kebidanan, aku jatuh sakit. Mungkin, hal itu terjadi karena latihan yang terlalu keras dan kegiatan yang begitu padar sehingga membuat tubuhku ambruk dan rasanya terasa lelah. Hari Minggu ini aku dibawa ke dokter, tetapi besoknya aku ingin berangkat kuliah karena ada mata kuliah yang sangat penting, yaitu Asuhan Kebidanan Kehamilan. Materi itu sangat penting, bahkan dosennya pun sangat senior dan profesional. Aku tidak ingin melewatkan ilmu berharga dari beliau. Senin pagi ini aku berangkat ke kampus diantar dengan mobil. Karena tidak mungkin jika aku menyetir motor sendirian. "Nanti kamu pulang sama siapa?" tanya Mbak Widi, kakakku. "Ikut lagi sma Embak. Nanti ada kuliah sore, kok. Jadi aku pulang jam lima. Jam segitu Mbak udah keluar kantor, kan?" "Iya, udah. Terus habis kuliah pagi kamu ke mana?" "Nanti bisa numpang ke kos teman, Mbak." Usia kuliah jam pertama, aku penanggung jawab mata kuliah Anotomi Fisiologi memberi tahu, bahwa dosen tidak bisa hadir. Jadi, sore nanti tidak ada kuliah. Malangnya diri ini dosen berikutnya tidak bisa hadir! Dan, kuliah pun selesai sebelum zuhur. Lalu, aku ke mana? Biasanya kalau ke kos teman pasti ditemani mahasiswi lain yang pulang-pergi seperti aku. Tapi mereka semua pulang. Aku segan untuk menumpang ke indekos mereka. Setelah angkat janji dua hari yang lalu, rasa lelah akibat terlalu sering latihan membuatku benar-benar sakit. Siang itu aku merasa bingung harus pulang dengan siapa. Kakak masih di kantor, beliau tidak mungkin menjemputku di jam sekarang. Akhirnya aku mencari bantuan pada orang yang kukenal, pemilik toko buku kesehatan di depan gedung kampus. Tetapi, dia tidak ada, kata pelayannya sedang pergi mengantar pesanan. Aku coba menunggu di kantin. Sudah bolak-balik tiga kali, bukannya dapat bantuan, aku justru pingsan di area kampus. Setelah sadar, aku diantar pulang dan ditemani Habiba, teman sekelasku. Ketika Mama tahu bahwa aku diantar pulang, beliau sangat khawatir. Aku pun langsung dimintanya untuk makan dan minum obat, lalu beristirahat. *** Usai acara angkat janji dilaksanakan, kesibukan pun kini mulai berkurang. Namun, hal itu hanya berlangsung beberapa hari saja. Dua minggu berikutnya, Badan Eksekutif Mahasiswa kampus tempatku belajar ini meminta para kandidat ketua BEM untuk menyiapkan materi orasi. Baik aku, Sila ataupun Okta pun saling menyiapkan bahan untuk orasi. Masing-masing dari kami tidak ingin menyia-nyiakan waktu dan pastinya berhak menampilkan yang terbaik. Saat itu aku menyusun visi misi, tujuan menajdi ketua BEM dan menyampaikan program kerja apa saja jika aku terpilih sebagai presiden mahasiswa di kampus Akademi Kebidanan Bina Husada ini. Menjadi ketua BEM memiliki tugas dan tanggung jawab yang besar untuk menjalankan seluruh program kerja dalam satu periode mendatang. Pemilihan ketua BEM tidak boleh dilakukan secara sembarangan dengan memperhatikan aspek kepemimpinan, pengalaman organisasi dan tingkat kecerdasan yang dimiliki. Karena hal itulah, sebagai calon Ketua BEM, aku memiliki visi: mewujudkan Badan Eksekutif Mahasiswa yang aktif, bersinergi, sosialis, kompetitif, kreatif, islami, profesional dan mandiri, serta mengembangkan organisasi lebih maju. Aku mencantumkan kata Islami, karena kampus ini memiliki slogan "Islami, Profesional, Mandiri" karena hal itulah aku ingin bukan hanya kampusnua yang Islami, tetapi BEM serta jajarannya pun harus lebih Islami. Dari visi tersebut, aku pun memiliki misi: Pertama, membangun Badan Eksekutif Mahasiswa yang lebih solid dan kontributif dalam menampung seluruh aspirasi mahasiswa kampus. Ke dua, meningkatkan partisipasi mahasiswa dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan BEM. Ke tiga, menjalin hubungan yang baik dengan organisasi di dalam atau luar kampus. Ke empat, mampu mengayomi dan menjembatani semua permasalahan mahasiswa dengan kampus. Ke lima, mampu mewujudkan mahasiswa yang bisa bekerja keras, kreatif dan inovatif. Ke enam, mampu mewujudkan mahasiswa yang lebih cinta tanah air, budaya dan peduli terhadap lingkungan sekitar. Ke tujuh, mampu memotivasi seluruh mahasiswa agar lebih cinta kepada Sang Pencipta agar menjadi bidan yang amanah. Saat itu aku mendapatkan pesan singkat dari kakak tingkat bahwa akan ada jadwal orasi di kelas lain. Ternyata, setelah dilihat, pesan tersebut masuk satu jam yang lalu. Karena merasa ketinggalan informasi, aku pun pergi ke kelas Sila untik bertanya perihal acara orasi tersebut. Kebetulan, aku melihat Sila sedang berdiri di depan pintu kelasnya. "Assalamu'alaikum, Sila. Katanya hari ini ada orasi?" ucapku. Sila menatapku sinis. Lalu, dengan bahasa tubuh yang menggambarkan bahwa ia tak suka padamu. Gadis itu berkata, "Orasi? Batal,  kali!!" Kening ini seketika mengerut. Ada apa dengan Sila? Bukankah aku hanya bertanya dan itu pun secara baik-baik. "Oh, kalau gitu kapa  jadwal orasi berikutnya?" tanyaku. "Ya nggak tahulah! Ngapain tanya aku?" Sila mengangkat kedua pundaknya. "Oh ya udah, makasih, ya." Belum sempat aku mengucap salam, Sila lebih dulu meninggalkan aku. Kebetulan, angkatan kami seluruh mahasiswi semester dua saat itu sedang melangsungkan Ujian Tengah Semester. Jadi, setelah ujian selesai, aku bisa pulang dengan cepat. Namun, baru saja aku menutul tas dan hendak menggendong. Rupanya ponselku kembali bergetar. Ternyata ada pesan masuk dari kakak tingkat dan memberitahukan bahwa ada ruang kelas semester empat yang kebetulan tidak ada dosen. Dan, para kandidat Ketua BEM harus berkumpul untuk melakukan orasi. Aku, Sila dan Okta pun berkumpul di depan kelas. Lalu, datanglah Teh Ratna, mahasiswi semester empat yang masih menjabat menjadi Ketua BEM di kampus ini. Beliau memberi kami informasi agar kami memberikan yang terbaik. Setelah itu kami pun dipersilakan untuk masuk. Kandidat pertama yang menyampaikan visi misi adalah Sila. Gadis itu menyampaikan dengan nada yang begitu menggebu-gebu. Intonasinya cepat dan suaranya sangat lantang. Aku yang mendengarnya pun merasa takut. "Saya janji akan kembali menegakkan salat duha berjamaah di kampus ini dan tentunya meneruskan kegiatan senam yang sudah lama tidak terlaksana," jelas Sila kepada para peserta di hadapannya. Setelah lima belas menit berlalu. Selanjutnya adalah Okta. Gadis imut itu menyampaikan visi misi dengan gaya Bahasa Sunda daerah Tasikmalaya yang sangat kental, lembut dan penuh semangat. Namun, beberapa kali ia terlihat grogi, sehingga kata-katanya rancu dan orasinya terhenti beberapa detik. "Aduh... maaf, ya, Teteh... Teteh... Okta, teh, gerogi banget!" Gadis itu berhenti sejenak dan kembali bersuara. "Jadi, lamun Okta ni jadi Ketua BEM di Akbid Bina Husada Bandung ini, Okta bakalan ngadain kurban setiap tahun dan pastinya donor darah juga." Setelah Okta menyampaikan semua visi misi dan program kerjanya, selanjutnya giliran aku. "Kandidat ke tiga ini ada Septi Lyan dari kelas A semester dua. Silakan,  Septi," ujar Teh Ratna. Aku berdiri dan melangkahkan kaki secara perlahan ke depan podium. "Bismillahirrahmanirrahim, assalamu'alaikum warahmatullahi wabarokatu," ucapku. Seluruh mahasiswa semester empat pun serentak menjawab salamku. Aku tersenyum dan kembali berkata, "Gimana kabarnya Teteh semua? Septi harap semuanya selalu dalam lindungan Allah. Aamiin..." Kalimatku pun diaminkan seluruh mahasiswa. Aku kembali tersenyum dan memberikan sambutan serta terima kasih kepada jajaran ketua dan seluruh anggota BEM yang masih menjabat karena sudah memberikan kesempatan padaku untuk berdiri di tempat tersebut. "Jadi, Septi berdiri di sini selain karena takdir Allah juga karena kepercayaan Teteh Senior yang kemarin memilih saya sebagai salah satu kandidat. Tapi, kalau ditanya tujuan utama Septi menjadi Ketua BEM, adalah ingin mengikuti perintah Allah." Aku berhenti sejenak dan kembali menatap orang-orang di hadapanku. Tak lupa, aku juga melempar senyuman kepada mereka. "Jadi, sebagaimana yang sudah dikatakan oleh Allah pada Al-Qur'an surah Fathir ayat tiga puluh sembilan dan Al-Qur'an surat Al-An'am ayat seratus enam puluh lima, bahwa alasan manusia diangkat ke bumi adalah menjadi seorang khalifah. Khalifah sendiri artinya pemimpin." Aku pun menjelaskan tentang arti khalifah kepada mereka dengan bahasa yang muda mengerti. Penjelasan tersebut bisa dilihat juga lewat sebuah artikel: Kosakata khalifah biasanya selalu berkaitan dengan politik dan kekuasaan. Khalifah sendiri memiliki arti: pemimpin, penguasa, atau orang yang memegang tampuk pemerintahan. Makna khalifah jarang dielaborasi dalam teks asalnya yang berkenaan dengan daur kehidupan dan alur berulang. Misalnya, dalam sebuah organisasi. Mari kita cermati kosakata khalifah tersebut dalam siklus organisasional yang dapat dirujuk pada Qur'an Surat Al-Baqarah [2] ayat 30:   وَاِذۡ قَالَ رَبُّكَ لِلۡمَلٰٓٮِٕكَةِ اِنِّىۡ جَاعِلٌ فِى الۡاَرۡضِ خَلِيۡفَةً ؕ قَالُوۡٓا اَتَجۡعَلُ فِيۡهَا مَنۡ يُّفۡسِدُ فِيۡهَا وَيَسۡفِكُ الدِّمَآءَۚ وَنَحۡنُ نُسَبِّحُ بِحَمۡدِكَ وَنُقَدِّسُ لَـكَ‌ؕ قَالَ اِنِّىۡٓ اَعۡلَمُ مَا لَا تَعۡلَمُوۡنَ Artinya: "Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, "Aku hendak menjadikan khalifah di bumi." Mereka berkata, "Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?" Dia berfirman, "Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."   Ayat yang familiar ini berkenaan dengan penciptaan Adam sebagai manusia pertama dan khalifah di bumi ini mempunyai kandungan makna yang inspiratif ketika ditarik ke dalam dinamika. Ibnu Katsir memberikan pemaknaan yang menarik tentang khalifah dalam ayat tersebut, yakni ”qauman yakhlufu ba`dhuhum ba`dhan qarnan ba`da qarnin wa jailan ba`da jailin” (kaum yang sebagian dari mereka menggantikan sebagian yang lain dari waktu ke waktu dan dari generasi ke generasi). Dengan demikian, makna khalifah dalam ayat tersebut bersifat biologis-reproduktif dan merupakan sunnatullah dalam sejarah dan peradaban umat manusia yang bersifat regeneratif. Bila ditarik ke dalam skala mikro sebuah organisasi, kosakata khalifah dengan makna tersebut memberikan relasi organisasional yang relevan dengan fungsi kaderisasi, regenerasi, dan suksesi kepemimpinan secara sistematis dan kontinum. Paling tidak, dalam organisasi terdapat anasir anggota, kader, dan pemimpin yang secara struktural dan fungsional memiliki kewajiban dan hak. Dalam lingkup dan dinamika organisasi, tiga subjek tersebut saling membutuhkan dan mempengaruhi. Seorang pemimpin pasti membutuhkan anggota/warga, baik sebagai basis legitimasi kepemimpinan maupun untuk kepentingan pelibatan mereka dalam berbagai program yang sudah dirancang. Terlebih lagi posisi kader, keberadaannya lebih strategis dan menentukan bagi kemajuan organisasi. Kader merupakan tenaga pendukung tugas pemimpin sekaligus penggerak dan pendinamis aktivitas organisasi. Kader berkualitas dan proses kaderisasi yang mapan menjadi qonditio sine qua non (keharusan) bagi terlaksananya regenerasi dan alih estafeta kepemimpinan. Regenerasi yang bertumpu pada kaderisasi dapat menjamin dinamisasi, kesinambungan, dan pengembangan organisasi di masa depan. Identitas dan keberadaan pemimpin dan kader adalah komponen organisasi yang, tidak boleh tidak, mesti dirawat dan dikembangkan. Ini adalah tanggung jawab besar dan berat bagi pemimpin. Dengan kata lain, aktiva dan pasiva gerak organisasi akan ikut ditentukan oleh kualitas kader dan kinerja kepemimpinan. Artinya, neraca gerakan sebuah organisasi dan kelanjutannya ke depan bakal ikut diwarnai dan ditentukan oleh kompetensi kader dan para elite yang diamanahi dalam struktur kepemimpinan. Dengan demikian, para kader dan pemimpin di Muhammadiyah memiliki amanah dan tanggung jawab besar lagi berat untuk memajukan Persyarikatan dan mengembangkan sumber daya kader dan anggotanya. Maka, selain memiliki integritas dan kredibilitas, kader dan pemimpin juga harus mempunyai kapabilitas, visi kepemimpinan yang jelas, dan kemauan untuk selalu berada dalam siklus organisasional yang sehat sebagai perwujudan makna khalifah tadi. Sosok kader dan pemimpin yang amanah, cakap, dan model khalifah dalam siklus organisasional tersebut akan dapat memperkuat substansi kepemimpinan sebuah organisasi dan menghindari pembusukan dari dalam. Setelah menyampaikan tentang tujuan utama menjadi calon pemimpin di kampus ini, aku pun menjelaskan perihal visi dan misi. Selama kita h lebih lima menit, aku beralih pembicaraan mengenai program kerja. "Jadi, saya punya beberapa program kerja yang dibagi dalam tiga kelompok. Pertama, program kerja jangka pendek atau tahunam yang akan dilakukan apa bila saya memnjadi Ketua BEM, sama seperti tadi, seperti: melakukan kurban di hari raya idul adha dan penyambutan mahasiswa baru. Tatapi, selain yang sudah disampaikan oleh teman saya, Sila dan Okta saya juga memiliki program kerja jangka pendek seperti mengadakan seminar, membantu korban bencana alam, perayaan kegiatan ulang tahun Republik Indonesia, serta mengadakan pesantren kilat Ramadhan yang pesertanya para mahasiswi kebidanan yang sedang tidak ada kegiatan di rumah sakit. Hal itu dilakukan sesuai salah satu slogan kampus kita, yaitu Islami." Aku tersenyum dan sejenak mengambil napas untuk menyampaikan program kerja selanjutnya. "Di program kerja jangka menengah, atau bisa kita sebut dengan program tiga bulan sekali, tentunya ada program donor darah yang tidak boleh kita tinggalkan. Namun, lagi-lagi hal itu sudah disampaikan sebelumnya oleh teman saya, Sila dan Okta. Jadi, saya akan menyampaikan program yang saya miliki, yaitu santunan kepada anak yatim dan melakukan periksaan kesehatan gratis di sekolah-sekolah SMA. Ya... hitung-hitung mempromosikan kampus Akademi Kebidanan Bina Husada Bandung, serta melatih anggota BEM agar lebih bermanfaat bagi masyarakat lain." Aku melihat antusias kakak tingkat yang semakin semangat mendengar orasi yang kubawakan. Mereka beberapa kali berteriak bangga kepada apa yang telah aku sampaikan. Setelah menarik napas berat, aku pun kembalo melanjutkan orasiku. "Saya izin menyampaikan program kerja selanjutnya, ya, Teh... jadi, di kegiatan mingguan, baik itu setiap minggu ataupun dua minggu sekali dan paling tidak sebulan sekali, saya akan membagikan selebaran ini." Aku mengeluarkan selembar kertas berukuran persis seperti bagian tengah buku tulis dan membuka di depan podium. "Jadi, sejak sekolah SMA saya bercita-cita untuk berdakwah. Tapi sayang, saya tidak terlalu pintar untuk berbicara di depan umum dan ilmu agama yang saya miliki pun masih sangat minim. Jadi, rasanya tidak pantas bagi saya untuk melakukan ceramah di kampus ini. Karena hal itulah, program kerja jangka panjang saya adalah membagikan selebaran ini. Ini adalah buletin dakwah yang setiap minggunya selalu berganti tema. Insya Allah, jadi atau tidaknya saya sebagai Ketua BEM, saya akan membagikan selebaran ini kepada dosen ataupun mahasiswa Akademi Kebidanan Bina Husada Bandung." Aku terdiam sejenak. Mengingat pakaianku terlihat begitu syar'i, akhirnya aku menjelaskan kepada mereka, kenapa program kerja mingguan tidak ada salat duha? "Perihal salat duha, biarkan itu menjadi program kerja teman saya, Sila dan Okta. Lagi pula, salat duha itu lebih utama dilakukan sendirian. Bukan berjamaah. Jadi, saya rasa tidak ada hak bagi saya untuk memaksa teman atau kakak tingkat untuk salat duha di kampus. Karena, selain alasan yang tadi, lagi pula jadwal masing-masing kelas pun berbeda. Tidak mungkin saya mengumpulkan orang yang sedang tidak ada kuliah, jauh-jauh dari Subang, Tasikmalaya ataupun Sumedang hanya untuk salat duha di kampus. Maka dari itu, program kerja jangka panjang saya cukup membagikan selebaran ini." Aku tak menyangka, program kerja jangka panjang ini diteriaki seisi ruangan. Mereka berteriak. "Setuju!!" "Benar banget!" "Bagus!" "Saya dukung!!" Setelah saya menyampaikan semua maksud dan tujuan. Akhirnya Teh Ratna pun meminta para mahasiswa untuk memikirkan baik-baik, siapa di antara aku, Sila dan Okta yang berhak menjadi Ketua BEM Akademi Kebidanan Bina Husada Bandung periode 2015-2016. *** Bersambung ...  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD