Save Me 2

1451 Words
Keesokan harinya, seperti biasa, menunggu guru datang mengisi jam pelajaran, lebih nikmat tidur dengan kepala yang bersandar di atas meja. Namum, sepuluh menit berlalu ternyata tak kunjung datang. Setelah kepala ini lama miring ke kanan, aku pun berniat mengubah posisi ke sebelah kiri. Tetapi, yang kurasakan seperti terdapat sebuah cairan yang berpindah di dalam kepala dari sisi kanan ke sisi kiri. Gamabaranya seperti melihat botol minum yang belum penuh. Lalu botol tersebut digoyangkan ke atas, ke bawah dan dimiring-miringkan. Seperti itulah yanv aku rasakan di kepala. Mendapati hal baru seperti itu cukup membuatku merasa heran. Karena takut ada apa-apa dengan tubuh ini, akhitnya saat pulang sekolah aku mencoba untuk menceritakan hal tersebut pada Mama. Sampai di rumah, aku memberi tahu wanita yang paling kucintai tentang apa yang telah dirasakan saat di sekolah tadi. "Ma, tadi aku tiduran di sekolah. Di atas meja itu, kan, gini, nih." Aku memperagakan posisi yang dimaksud. "Nah, pas Septi mau pindah miringnya, malah kayak ada sesuatu atau cairan yang pindah dari kanan ke kiri. Kayak botol dijungkir-jungkirin, tuh, Ma." tururku. Mamah hanya terdiam mendengarkan ceritaku, tetapi aku yakin beliau sedang memikirkan sesuatu. "Udah... nggak usah mikir macam-macam lagi. Jangan cerita gitu-gitu lagi, ya, Mama takut. Nanti aja kalau Papa pulang, kamu cerita ke Papa." Aku pun mengikuti saran Mama. Lebih baik hal ini langsung kuceritakan saja pada Papa. Tapi, sayangnya tidak bisa sekarang, karena Papa kerja di luar kota. Papa bekerja sebagai pedagang. Namun bagiku, pria itu adalah seorang pengusaha. Beliau memiliki beberapa pegawai dan orang-orang yang sampai saat ini ikut tinggal di kediamannya di daerah Depok. Kejadian aneh yang kurasakan kemarin tidak membuat nyaliku menciut. Aku hanya sedikit khawatir, lalu, keesokan harinya biasa lagi seperti sediakala. Walau banyak yang berkomentar bahwa aku semakin kurus, tetapi setiap harnya kulalui dengan penuh keceriaan. *** Menyadari bahwa semakin hari tubuh ini seperti ada masalah, aku pun mulai memperbaiki diri. Berusaha meningkatkan kecintaan pada tilawah, membiasakan diri dengan berduaan bersama Al-Qur'an. Aku selalu berpikir, bagaimana jika besok aku mati? Bekal apa yang sudah dipersiapkan? Sudah sempurnakah aku dalam menutup aurat? Sudah berapa banyak hafalan Qur'an yang kupunya? Bukti kecintaan diri ini pada Al-Qur'an telah terlihat ketika di akhir semester dihadapkan dengan ujian praktik Bahasa Inggris. "Ujian praktik kali ini adalah hafalan seratus kosa kata. Bagi siapa saja yang tidak lulus, maka harus menghafalkan surat Al-Ghosiyah juga Al-Lail, dan satu lagi... harus mengirimkan data diri termasuk foto, berkerudung syar'i bagi perempuan. Minimalharus menutupi pergelangan tangan," tutur Pak Hidayat. Karena aku sadar bahwa kemampuan Bahasa Inggris-ku nihil, maka aku memilih diremedial saja. Lebih baik menghafalkan ayat-ayat Allah dari pada kosa kata. Tetapi, teman-teman lain rupanya beda pemikiran. Mereka merasa bukan hanya hafalan yang sulit, tetapi mencari kerudung syar'i. "Ya Allah, Pak Huda nggak mikir, apa? Kita dapat kerudung gede gitu dari mana?" protes Wiwit. "Kebetulan aku punya di rumah. Kalau mau pinjam punya aku aja, Wi. Gimana?" "Oke, Septi, aku mau," sahut Wiwit. "Ti... aku juga mau pinjam, ya," timpal Juwi. Akhirnya beberapa dari teman yang sulit mendapatkan kerudung besar pun meminjam kain penutup kepala itu padaku. Sejujurnya, saat itu aku belum begitu banyak memiliki kerudung panjang, ya, untuk lebih menghemat dan memanfaatkan yang ada, tak jarang aku menggunakan kerudung segi empat pendek dirangkap dua atau tiga supaya tidak menerawang. Hal itu kulakukan agar aurat ini tertutup secara sempurna. ***   Mulai masuk semester baru, entah mengapa, tak hanya satu atau dua orang yang berkomentar tentang tubuhku. Katanya, aku semakin kurus saja. Awalnya memang tak peduli, tapi aku tidak munafik. Sekuat apa pun menepis komentar mereka, sesekali aku pun tetap memikirkan apa yang mereka katakan. "Ya Allah, apa benar aku ini makin kurus?" gumamku di depan cermin. Seminggu ini, telingahku terasa sakit. Dan pada puncaknya, dari dalam telinga terasa ada cairan yang keluar. Aku merasa geli dan coba mengorek dengan jari kelingking. "Astaghfirullah, kok, merah?" gumamku seraya memandangi cairan berwarna merah tersebut. Aku terkejut melihat darah di ujung jari. Tak percaya, aku pun langsung mengambil katenbat. Dan benar saja, telingahku keluar darah. Tetapi anehnya, setelah kejadian tersebut rasa sakitku hilang seketika. Kejadian yang sama pun kerap kualami beberapa kali. Awalnya aku mengira ini adalah sakit THT biasa. Aku tak pernsh mau menceritakan hal tersebut kepada Mama, karena tak mau membuatnya bersedih. Setiap hari, aku hanya merasakan ada kejanggalan dalam tubuh. Setiap tidur ke sisi kanan, pasti anggota tubuh sebelah kiri sekitar lengan pasti terasa dingin, dingin sekali. Aku semakin rentan, gusi sering berdarah, tubuh mudah luka. Tapi semua itu tak membuatku menjadi lemah atau bemanja-manja, apa lagi  tak mau beraktivitas. Kujalani hari-hari seperti biasa, hingga berakhir sudah masa sekolah. Ya, statusku sebagai siswi yang tercatat resmi di sekolah ini akan segera berakhir. *** Sekarang ini aku hanya tinggal menunggu, kapan pengumuman kelulusanku tiba? Lalu, untuk mengisi kekosongan, aku diminta Pa Ustaz, ayah angkatku untuk menjadi guru madrasa diniah di sekolahnya. Kegiatan baruku sekarang yaitu bertugas sebagai guru madrasa di DTA Nashrul Ulum. Aku menjalani aktivitas tersebut dengan tekun hingga surat kelulusan pun keluar. Setelah resmi dinyatakan lulus dari SMA, aku langsung mencari pekerjaan di luar sana. Alasanku mencari pengalaman kerja, karena setelah tiba waktunya, aku akan menjadi mahasiswi kebidanan yang setelah lulus kuliah, aku pasti akan menjadi petugas kesehatan, bukan yang lain. Apa lagi SPG. Alhamdulillah, selang beberapa hari dari kelulusan, aku resmi diterima kerja di salah satu pusat perbelanjaan di Kota Bandung. Saat ini aku bekerja sebagai penjaga toko (SPG). Tak perlu memikirkan bagiamana pakaianku. Di sana, aku tetap bisa memakai busana syar'i. Dulu, aku wanita yang kuat. Bangun pagi, menyiapkan sarapan, lalu berangkat kerja pukul 08.00 dan keluat dari tempat kerja jam 8 malam. Semua itu kujalani hanya seorang diri. Menyetir motor pun sendiri. Satu hal yang membuatku berani adalah aku yakin bahwa Allah selalu ada bersamaku. *** Beberapa minggu setelah bekerja menjadi SPG, aku sering mimisan. Tak jarang juga pingsan di tempat kerja. Hingga tiba saatnya, aku diminta untuk menghadap manager kantor. Katanya, kalau sekali lagi pingsan, hanya ada dua pilihan. Pertama, aku pindah ke toko yang sedikit sepih atau ke dua, berhenti kerja? Jelas, ketika tiba saatnya nanti aku pingsan, aku akan memilih berhenti bekerja. Karena, waktu sudah semakin mendekati mulainya perkuliahan. *** Mendekati hari lebaran 2014, toko tempatku bekerja ini semakin ramai saja. Dalam sehari, satu toko bisa mencapai puluhan juta penghasilannya. Hal tersebut membuatku sangat lelah, hingga terpaksa, esoknya aku pun tak masuk kerja. Hari berikutnya adalah Ramadhan terakhir di tahun 2014. Tidak seperti biasanya yang pulang pukul 8 malam. Karena sekarang malam lebaran, akhirnya setelah azan magrib kami semua menutup toko. Entah kenapa saat itu girasatku buruk. Tubuh ini mulai dingin, bahkan seketika berubah menjadi panas. Hal itu sering kurasakan ketika akan mimisan atau pingsan. Rasa lelah bekerja di akhir Ramadhan tak bisa dibendung, saat hendak mengambil helm di ruangan khusus para pekerja, sesuatu menetes dari hidungku. "Ya Allah darah?" lirihku seraya melihat ciran merah itu. Aku kesulitan mencari kain atau hanya sekadar tissu untuk membersihkan darah yang terus keluar dari hidung. Tak lama, datanglah Teh Indah, salah satu SPG yang juga bekerja di tempat ini. Beliau terkejut dan berteriak, "Ya Allah, Dede!" Teh Indah mengulurkan kain yang melekat di kepalanya. "Jangan pakai itu ngelapnya. Nih... pakai kerudung Teteh aja." Aku menangis saat Teh Indah membersihakan darah di hidung ini. Aku tak kuat menahan lelah dan dingin. Akhirnya diri ini terjatuh dan pingsan. Malam itu aku pulang diantar Teh Indah dan dua teman kerja lain yang sudah kuanggap seperti kakak sendiri. Mereka sangat baik dan selalu memperlakukanku seperti anak bungsu di CV. Redin Fashindo. Sesuai janji dulu. Jika satu kali lagi aku pingsan di tempat kerja, maka, aku akan berhenti bekerja. Malam lebaran ini adalah hari terakhirku bekerja sebagai SPG. Selanjutnya, aku harus mulai fokus pada satu tujuan, yaitu meraih cita-cita sebagai Bidan Muda, mendapatkan gelar Amd.Keb di usia 20 tahun. *** Di usia 17 tahun, aku mulai memasuki kampus kebidanan, bertemu dengan teman baru dan harus beradaptasi lagi dengan lingkungan yang baru juga. Beruntung, aku kuliah di kebidanan. Karena, semua teman-temanku perempuan, maka, tak akan pernah ada cinta lokasi di kelas. Hari ini ada mata kuliah Anatomi Fisiologi. Kebetulan, dosen pengajar adalah seorang dokter. Usai perkuliahan, aku meminta dosen tersebut untuk mendengarkan pertanyaanku. "Dok, saya mau tanya. Kenapa, ya, saya sering sakit kepala, Dok? Bahkan, akhir-akhir ini kalau ngelirik, sekadar melihat kaca sepion saat nyetir, rasanya susah." "Sudah haid belum?" tanya beliau. "Belum, Dok." "Itu bisa jadi pengaruh hormon karena masuk siklus menstruasi." Lalu, aku ceritakan semua keluhan tentang sakit kepala lain yang kurasakan sejak SMA. Aku juga menceritakan kejadian yang seperti ada cairan di kepala. Lalu, beliau menyarankan aku untuk melakukan CT Scan. Begitu tahu biayanya, aku langsung berpikir untuk merahasiakan dulu saja dari orang tua. Karena, biaya kuliahku saja sudah mahal. Aku takut dan sedih jika terlalu banyak membebani orang tua. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD