Save Me 30

1808 Words
Hampir sebulan aku berada di rumah sakit, tak terasa dua minggu lagi akan tiba bulan Ramadhan di tahun 2016. Setelah peristiwa Mama menjilati tubuhku, aku jarang kambuh. Hanya saja, kepala ini harus selalu dibelai sebelum tidur. Karena, jika tidak seperti itu, maka akan terasa perih dan aku sulit untuk tidur. Semakin bertambahnya hari, keadaanku terus membaik. Hal tersebut pasti atas kehendak Allah, lewat doa tulus Mama, usaha teman-teman remaja masjid yang melakukan khotmil Qur'an, doa kerabat lain serta usaha tulusku yang tak ingin jauh dari kalam-Nya. Akhirnya, setelah sekian lama dirawat, dokter mengijinkanku pulang. Saat itu aku melihat Mama sangat bahagia. "Alhamdulillah Ya Allah, akhirnya kita bisa pulang." Mama bernapas lega. Semua keluarga pun berkumpul, membereskan barang-barang yang akan dibawa pulang. Aku merasa asing, kamar ini sudah seperti tempat tinggalku karena terlalu lama berada di sini. Sebelum meninggalkan kamar ini, datanglah suster dini untuk melepas infus yang masih melekat pada urat nadi sebelah kananku. "Alhamdulillah, ya Bu... akhirnya Septi bisa pulang." "Iya, Sus, alhamdulilah," ungkap Mama. "Nanti yang semangat untuk sembuh, ya, Septi. Jangan lupa makan yang banyak." Suster Dini melepaskan jarum dan selang infus yang melekat di tangunku. "Tarik napasnya, ya." Aku mengikuti instruksi suster Dini karena benda yang menusuk itu baru saja dicabut. Katanya, "Nanti kontrol yang rutin, ya... sesuai jadwal. Makannya dijaga, jangan banyak aktivitas." Usai pemotongan gelang pasien dan pelepasan infus, Papa pergi ke luar untuk mengambil kursi roda. Akhirnya siang ini kami pulang. *** Sampai di rumah, semua keluarga menyambut dengan bahagia. Walau belum sepenuhnya sembuh, tetapi mereka sangat bersyukur bisa melihatku kembali ke rumah. Tugasku sekarang harus selalu mengontrol kesehatan secara rutin. Obat yang kudapat ada sekita delapan jenis kapsul, ditambah sirup mag dan vitamin. Entah kenapa, kali pertama berada di rumah ini aku justru merasa takut. Jantung ini selalu berdebar tak beraturan. Ketakutan itu membuatku tak kuasa menahan air mata. "Kenapa nangis?" tanya Mama. "Nggak tahu, Mah, aku deg-degan," sahutku. Air mataku terus mengalir karena rasa takut yang tak terbendung. Sejak tahu aku merasa gelisah, Mama coba menenangkan aku. "Kenapa bisa gitu? Mau dipijitin atau dibelai? Diem jangan nangis." Aku menggelengkan kepala. Tetapi Mama mencoba membelai dadaku untuk mengurangi rasa tegang. "Kamu kenapa? Mikirin apa?" "Nggak tahu, Ma, tiba-tiba deg-degan gitu aja. Takut... kalau aku mati gimana?" Tangisanku semakin pecah. Aku benar-benar resah dan gelisah. "Jangan ngomong gitu, kamu pasti sembuh. Kan, makanya boleh pulang sama dokter itu... artinya udah sembuh. Mau beli apa? Sok, nanti dibeliin sama Papa. Mau kebab?" Aku menggeleng. "Burger?" tanya Mama. Responku tetap sama. Tidak menginginkan apa pun. "Pizza?" katanya seraya menyebutkan semua makanan kesukaanku. Aku hanya bisa menangis karena rasa takut ini terus menyelimutiku. Dari luar terderngar suara kakak dan Papa yang baru saja datang. Mereka mendapati aku sedang menghapus air mata dan berada di pelukan Mama. "Septi kenapa, Mah?" tanya Teh Widi. Mama mengatakan bahwa jantungku berdebar dan merasa gelisah. "Nggak tahu itu kenapa, tiba-tiba nangis. Matanya deg-degan dan takut." Papa pun duduk di samping tempat tidur kami. Lalu Teh Widi masuk ke kamarnya. "Sekarang minum obat dulu aja, ya," ucap Mama seraya mengambilkan obat. "Mama nggak ngerti ini... apa aja yang harus diminum. Kamu, kan, ngerti, sok, baca sendiri aja." Setelah melihat jenis-jenis obat yang diberikan Mama, satu pil kecil berbentuk lingkaran pipih membuat keningku mengerut. Aku berpikir, kenapa sekecil itu masih harus dibagi empat? "Mah, yang ini minumnya seperempat. Jadi, dipotong jadi empat," ujarku. Mama menunjukkan obat tersebut pada Papa dan bertanya, apa kegunaan obat tersebut. Lalu, Papa menjawab bahwa obat tersebut untuk jantung. "Papa ngasih obat itu satu biji ke Septi?" tanya Mama dengan nada sedikit keras. Papa mengangguk, tetapi Mama terlihat kesal. "Pantesan Seoti gelisah, resah dan berdebar terus. Seharusnya obat yang diminum itu dipotong jadi empat! Lha itu satu biji dikasih makan ke anaknya! Papa nggak lihat dulu apa, waktu ngasih obat itu ke Septi?" "Mana Papa tahu kalau obat itu harus dipotong dulu. Papa cuma ingat kalau itu obat untuk jantung." Aku mengetikkan pada mesin pencarian lewat ponsel pintar, apa efek samping obat tersebut? Setelah k****a, ternyata benar, kelebihan dosis mengonsumsinya akan mengakibatkan gelisah, jantung berdebar tak beraturan dan bisa menyebabkan berhentinya kerja jantung. "Untung aja Septi baru sekali minumnya. Allah masih sayang sama Septi." Mama masih menggerutu kesal pada suaminya. Jantung berdebar adalah kondisi yang normal terjadi ketika sedang merasa cemas atau melakukan aktivitas fisik berat, misalnya berolahraga. Keluhan ini biasanya akan mereda dengan sendirinya. Namun, jika jantung berdebar disertai keluhan lain, hal ini bisa menjadi tanda adanya penyakit tertentu. Jantung berdebar atau palpitasi adalah kondisi ketika jantung berdegup kencang, bahkan sensasinya dapat dirasakan hingga ke tenggorokan atau leher. Detak jantung normal orang dewasa berkisar antara 60–100 kali per menit. Bila jantung berdetak melebihi angka tersebut, Anda akan merasakan debaran kencang di bagian d**a. Pada kondisi tertentu, jantung berdebar memang bisa menjadi tanda adanya penyakit jantung. Biasanya, kondisi ini disertai dengan keluhan lain, seperti nyeri d**a yang menjalar hingga ke bahu atau punggung, pusing, mual, keringat dingin, sesak napas, hingga lemas. Namun, selain penyakit jantung, ada banyak kondisi yang juga bisa menyebabkan jantung berdebar. Beberapa Penyebab Jantung Berdebar. Jantung berdebar bisa disebabkan oleh banyak hal, baik yang sifatnya ringan mapun serius. Salah satu penyebab sederhana dari jantung berdebar adalah gaya hidup, seperti olahraga intensif, rasa cemas, kurang tidur atau kelelahan, kebiasaan merokok, serta konsumsi minuman beralkohol, kafein, dan makanan pedas. Namun, Anda perlu waspada bila keluhan jantung berdebar tidak kunjung mereda atau disertai gejala lain. Hal ini karena keluhan tersebut bisa saja disebabkan oleh suatu kondisi atau penyakit, seperti: Anemia. Anemia merupakan kondisi ketika seseorang kekurangan sel darah merah. Gejalanya dapat berupa jantung berdebar dan biasanya disertai dengan kelelahan, wajah pucat, hingga sesak napas. Hipertiroidisme. Kondisi ini terjadi ketika kadar hormon tiroid meningkat terlalu tinggi dan terlalu aktif. Selain merasakan d**a atau jantung berdebar, penderita hipertiroidisme juga bisa mengalami gejala berupa sering cemas, cepat lelah, susah tidur, tubuh lemas dan gemetaran, serta banyak berkeringat. Sebagian orang yang memiliki kondisi ini juga mengalami fibrilasi atrium, yaitu kondisi ketika irama jantung tidak beraturan. Hipoglikemia. Nilai normal gula darah berada di rentang antara 70–140 mg/dL. Kondisi hipoglikemia terjadi ketika kadar gula darah turun hingga jauh di bawah nilai normalnya. Orang yang mengalami kondisi ini bisa mengalami gejala berupa jantung berdebar, pusing, lemas, pucat, keringat dingin, dan tremor atau tubuh gemetaran. Dehidrasi. Dehidrasi adalah kondisi ketika tubuh kekurangan cairan. Dehidrasi bisa terjadi karena kurang minum atau makan, diet ekstrem, atau penyakit tertentu, seperti diare dan muntah-muntah. Saat tubuh dehidrasi, jantung akan bekerja lebih kuat untuk mengalirkan darah dan cairan ke seluruh tubuh. Selain jantung berdebar, dehidrasi juga bisa menimbulkan gejala lain berupa lemas, bibir kering, urine berwarna pekat, dan tidak buang air kecil sama sekali. Aritmia. Jantung berdebar juga bisa menjadi gejala gangguan serius pada jantung, seperti aritmia. Aritmia merupakan kelainan irama jantung yang membuat detak jantung menjadi terlalu cepat, terlalu lambat, atau tidak beraturan, sehingga tidak dapat memompa darah dengan baik. Demam. Demam adalah kondisi ketika suhu tubuh meningkat hingga lebih dari 38o Celsius. Demam sering kali disebabkan oleh infeksi dan peradangan. Saat sedang demam, seseorang bisa merasakan gejala jantung berdebar, lemas, nyeri di tubuh, dan pusing. Serangan panik. Saat mengalami serangan panik, seseorang akan merasakan jantung berdebar, keringat dingin, pingsan, lemas, mual, dan gemetaran. Penderitanya juga bisa merasa tidak berdaya dan tidak bisa beraktivitas. Serangan panik adalah gangguan psikologis yang membuat seseorang merasakan cemas luar biasa. Rasa cemas ini bisa muncul secara mendadak atau dipicu oleh hal tertentu, seperti stres, rasa takut, atau kelelahan. Perubahan hormon pada wanita. Perubahan kadar hormon pada masa kehamilan, menstruasi, serta menopause juga dapat menyebabkan jantung berdebar. Kondisi ini umumnya tidak berbahaya dan hanya bersifat sementara. Selain beberapa kondisi di atas, jantung berdebar juga dapat disebabkan oleh efek samping obat-obatan tertentu, seperti obat tekanan darah tinggi, antibiotik, obat asma, antihistamin, obat untuk menangani gangguan tiroid, dan dekongestan. Jantung berdebar yang muncul karena penyakit jantung bisa berbahaya dan perlu segera ditangani oleh dokter. Apabila tidak segera diobati, penyakit jantung bisa menimbulkan komplikasi berbahaya, seperti henti jantung atau bahkan kematian. Sementara itu, penyebab jantung berdebar lainnya tidak selalu berbahaya, asalkan bisa hilang sendiri dan tidak menimbulkan keluhan lain. Meski demikian, untuk memastikan penyebab jantung berdebar yang Anda alami, sebaiknya periksakan diri ke dokter. Cara Meredakan Keluhan Jantung Berdebar. Pada umumnya, jantung berdebar tidak memerlukan penanganan khusus jika hanya terjadi sesekali, tidak berlangsung lama, dan tidak disertai keluhan lain. Namun, ketika keluhan jantung berdebar muncul dan dirasa mengganggu, Anda bisa mencoba beberapa cara berikut ini untuk meredakannya: Hindari faktor pemicu jantung berdebar, seperti nikotin dalam rokok, minuman berkafein, minuman berenergi, atau obat-obatan tertentu. Cobalah untuk menenangkan diri dan lebih rileks dengan metode relaksasi, seperti yoga dan meditasi. Cara ini juga bisa dilakukan untuk mengatasi stres. Hindari konsumsi obat-obatan terlarang, seperti amfetamin dan kokain. Minum air putih yang cukup dan makan teratur untuk mencegah dehidrasi dan hipoglikemia. Cukupi waktu istirahat. Gaya hidup sehat dan stres yang terkendali bisa membuat Anda lebih rileks dan tenang, sehingga tidak mudah mengalami jantung berdebar. Namun, jika jantung berdebar sering terjadi, tidak kunjung menghilang, atau disertai keluhan lain, seperti pusing, nyeri d**a, sesak napas, atau pingsan, segera periksakan diri ke dokter untuk mendapatkan penanganan. Rasa gelisah yang kurasa ini selain dari ketakutan, ternyata karena efek samping obat jantung yang kuminum. Mama menyalahkan Papa, tapi, wajar saja jika hal itu terjadi. Karena, papaku sudah mulai berumur. Jadi... sebenarnya ini kesalahan siapa? *** Malam ke dua di rumah setelah sekian lama dirawat, aku bertemu Nenek. Kami berdua melangsungkan pembicaraan yang sangat serius. "Mbok kenapa ada di sini? Bukannya Embok udah meninggal?" tanyaku heran. Aku melihat beliau berada di dalam rumah ini. "Embok mau main aja, mau lihat keadaan Septi," jawabnya. "Septi sakit... Embok doain, ya, biar Septi cepet sembuh." "Embok mau ajak Septi ikut ke rumah Mbok yang baru. Di sana enak, banyak makanan, Septi nanti nggak sakit lagi kalau ikut sama Embok." "Aku mau ikut... tapi Septi pengin ngerasain nikah dulu... atau tunggu usia Septi genap dua puluh lima tahun dulu." "Sekarang aja, yuk, main dulu." Nenek terus membujukku agar bisa ikut dengannya. Aku dan Nenek sudah berada di teras rumah. Lalu, Mamah datang dan menangis. "Mak, saya mohon jangan bawa Septi. Biarin dia hidup di sini sama kita, dunia kita udah beda." Namun, Nenek tetap membawaku. Aku melihat Mama menangis histeris. Aku berjalan bersama Nenek, tetapi tiba-tiba banyak air mengalir di sekitar kaki kami. Lalu, aku tergelincir dan jatuh. "Haah!!" teriakku. "Kenapa?" tanya Mama. Jantungku berdebar tak beraturan, keringat dingin pun keluar dan menggenang di permukaan kening. Aku menatap Mama dan berkata, "Aku mimpi ketemu Embok, Mah." Entah kenapa mataku mulai berkaca-kaca. "Mimpinya gimana?" tanya Mama. Aku menceritakan mimpi tersebut. Bagaimana percakapan antara aku dan Nenek berlangsung, semuanya kujelaskan dengan detail. Lalu, Mamah berkata, "Kenapa kamu bilang gitu sama nenek? Kalau nanti kamu udah nikah atau udah usia dua puluh lima tahun, terus nenek beneran ajak kamu, gimana?" Aku menggeleng dan tidak bisa menjawab pertanyaan Mama. *** Bersambung ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD