5. Isi Map

904 Words
Mas Reksa segera mengambil map yang diulurkan Bapak, lalu membukanya dengan tergesa. Di dalam map itu, aku dapat melihat selembar kertas putih. Laki-laki itu tampak membacanya dengan sedikit terburu-buru. Seketika raut muka Mas Reksa berubah merah. Giginya bergemeletuk. Dan rahangnya mengeras. Ia terlihat begitu emosi. Devia yang memperhatikan perubahan raut wajah Mas Reksa, segera mendekat. "Ada apa, Mas?" tanyanya dengan ekspresi begitu ingin tahu. Aku juga sebenarnya sangat penasaran, tetapi rasa itu kupendam dulu dalam-dalam. Mas Reksa tidak menggubris pertanyaan Devia, tetapi membiarkan perempuan itu ikut membaca kertas yang ia pegang. Reaksi Devia pun tidak ada bedanya dengan Mas Reksa. Ia tampak sangat terkejut. Hanya saja wajahnya justru memucat. "Semua ini tidak benar! Kalian pembohong! Kalian mau coba bermain curang denganku?" Mas Reksa berteriak garang dan penuh emosi. Matanya membulat menatap padaku dan Bapak. Rahangnya kian mengeras. Aku jadi semakin penasaran, apa tulisan yang tercantum di atas kertas putih itu. Rahasia apa yang Bapak pegang? Mengapa beliau sama sekali tidak membicarakannya denganku selama ini? Bapak terkekeh ringan menanggapi ucapan Mas Reksa. Beliau tampak begitu santai, sangat kontras dengan raut Mas Reksa yang sangat tegang. "Saya kira kamu tidak akan lupa, Reksa, perjanjian yang kita tanda tangani lima tahun lalu, tepat sebelum kamu menikahi Kemala," ujar Bapak tenang. Senyum tipis terukir di bibirnya. Perjanjian? Perjanjian apa? Aku menatap kepada Bapak penuh tanya, berharap beliau mau menjelaskan semuanya padaku. Akan tetapi, beliau hanya bergeming sambil tersenyum penuh makna. Senyum yang sama saat tadi beliau gurat sebelum berangkat. "Tapi saya tidak pernah tahu kalau isi perjanjiannya seperti ini! Ini curang namanya! Kau menjebakku!" Mas Reksa menuding wajah Bapak kasar. "Jaga sikapmu pada Bapak, Mas!" Aku bergerak maju, hendak mengenyahkan telunjuk laki-laki itu dari muka Bapak. Rasanya tidak terima jika orang tua yang sangat aku hormati, justru dikasari orang lain. Akan tetapi, aku mengurungkan niat ketika Bapak dengan lembut menarik tanganku, memintaku untuk mundur. "Salah kamu sendiri, Reksa, mengapa tidak teliti membacanya terlebih dahulu. Padahal aku tidak pernah melarangmu waktu itu. Aku justru memintamu membacanya, tapi kamu mengatakan apapun syaratnya pasti setuju. Tapi ayahmu membacanya. Dia tahu isi surat itu dengan jelas." "Ayahku?" "Ya." "Ayahku sudah mati! Kau tidak bisa bersaksi pada orang yang sudah mati!" "Tentu saja bisa. Aku memiliki bukti-bukti yang cukup." "Argh, b******k ....!" Mas Reksa menggeram. Ia menyobek kertas yang ada dalam genggamannya menjadi bagian-bagian kecil dengan kasar. Kemudian melemparkannya ke lantai teras. setelah itu ia menginjak-injaknya sekuat tenaga. Melihat hal itu, Bapak terkekeh ringan. "Itu hanya salinan saja, Reksa. Tidak ada faedahnya kau sobek-sobek. Surat yang asli saya simpan di tempat yang aman," ujar Bapak di antara kekehannya, "tapi kau dapat melihat, bersama salinan itu ada dilampirkan foto saat saya, kamu, dan ayahmu sedang menandatangi perjanjian itu. Jadi semua ini legal, Reksa. Tidak ada paksaan apalagi curang." "Penipu! Kau penipu!" Mas Reksa kembali menunjuk wajah Bapak dengan kasar, "Aku tidak akan membiarkan kalian merampas apa yang menjadi milikku. Tidak akan pernah!" teriaknya garang. Namun, lagi-lagi Bapak hanya menanggapinya dengan santai. Sementara aku masih belum bisa mencerna apa yang terjadi. Apa isi tulisan yang tertera pada kertas itu, aku belum tahu. "Lima tahun lalu, ketika ayahmu memohon agar saya menikahkan kamu dengan Kemala, saya harus mengambil resiko dengan mempertaruhkan kebahagiaan anak saya satu-satunya. Kamu pikir saya kemudian melakukannya dengan gegabah?" ucap Bapak pelan, tetapi dalam. Beliau yang tadi terlihat begitu kalem, kini menatap Mas Reksa dengan tajam. Tidak ada kalimat kasar atau tinggi yang meluncur dari bibir Bapak, apalagi sikap anarkis. Akan tetapi, dengan memerhatikan pembawaannya saat ini, rasa-rasanya jika tidak kuat, orang akan menggigil ketakutan. "Saya tahu Kemala tidak mencintai kamu. Sementara dia pun harus mengorbankan karirnya demi menikah denganmu, lalu apa saya siap jika semua itu akan sia-sia?" lanjut Bapak lagi, "paling tidak saya harus menjamin bahwa kamu tidak akan menyakitinya. Jadi jika itu terjadi, maka kamu harus membayar mahal untuk itu." "Argh ....! Saya tidak bisa percaya semuanya!" Mas Reksa kembali berteriak garang, "Kalian semua pembohong! Kalian penipu!" "Pembohong? Apa buktinya jika kami berbohong? Tanda tangan itu jelas milikmu dan ayahmu." "Logika saja! Tidak mungkin ayahku menyerahkannya semua hartanya kepada orang lain! Sudah pasti dia akan mewariskannya kepada anaknya. Aku!" Mas Reksa menunjuk dadanya sendiri. "Kau bukan pewaris, Reksa, tapi hanya pengelola sementara, selama kau menjadi suami yang baik untuk Kemala." "Aku pewaris! Aku anak Ayah Hermawan! Bukan dia!" Mas Reksa menunjuk ke arahku, "Ayah yang secara langsung menyerahkan rumah dan usahanya kepadaku." "Tapi hak waris itu batal jika kamu menyakiti atau mengkhianati Kemala. Itu isi dari perjanjian yang telah kalian tanda tangani di atas meterai." "Bohong! Itu hanya akal-akalan kalian saja." "Jika itu hanya akal-akalan kami, maka sekarang coba kamu tunjukkan di mana berkas-berkas rumah dan toko itu?" tantang Bapak sambil menatap Mas Reksa tajam, "apakah orang tuamu menyerahkannya padamu?" Mas Reksa meneguk ludah. Ia tampak salah tingkah. "Surat-suratnya ada pada Ibu," jawabnya kemudian dengan gugup dan terbata. "Kamu yakin?" "Tentu saja." "Kalau begitu cari. Ibumu menetap di rumah ini. Pasti dia meninggalkan surat-surat itu di sini. Tidak mungkin 'kan dia membawanya ke rumah sakit?" Kembali Mas Reksa tampak salah tingkah. Kali ini wajahnya tampak memucat. "Tidak yakin 'kan? Sebab segala surat menyurat itu ada pada saya. Satu bulan sebelum ayahmu wafat, beliau telah menghibahkan rumah ini beserta isinya, toko, dan kendaraan roda empat miliknya kepada Kemala. Beliau juga telah melakukan balik nama. Selama kamu menjadi suami yang baik untuk Kemala, maka kalian bisa menikmatinya secara bersama-sama. Namun, karena kamu telah berkhianat, maka semuanya secara penuh hanya menjadi milik Kemala."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD