Part 41: Menentukan

2241 Words
"Latihan dancenya kapan dong?" tanya Jessi pada tiga orang temannya yang sama-sama mengikuti dance. Lomba dance harus beranggotakan empat orang dan kalau lagu dibebaskan memilih asal dance yang ditampilkan itu sopan atau bisa disebut tidak berlebihan sebab yang menjadi juri pun ada guru. Kini keempat gadis sedang berdiskusi di bangku Erma, salah satu dari mereka. Jessi hanya membalikkan kuris dan tubuhnya ke belakang saja karena bangku Erma berada di belakangnya. "Mulai nanti juga bisa lebih cepat dimulai lebih bagus karena lo sendiri gak pernah dance dan masih belajar dulu." Saran dari Rosita. "Nah benar tuh, yuk kita tentuin tempat dan jamnya." "Di rumah gue aja gak masalah," ucap Jessi menawarkan rumahnya sebagai tempat latihan mereka. "Wah mantap, rumah Jessi kayak istana. Gue pernah lewat perumahan rumah lo Jes, paling luas sendiri dan gak kaget lagi sih kan lo anak penguasaha terkenal di kota ini." Husna memuji rumahnya Jessi dan pernah lewat di depan rumahnya Jessi. "Kapan lo lewat depan rumah gue?" "Sekitar seminggu yang lalu." "Iya udah kalau gitu, rumah lo aja Jessi." "Oke karena semuanya setuju berarti latihan di rumah gue tapi untuk hari minggu tetep libur ya teman-teman soalnya gue ada urusan lain." "Iya, Jes gak masalah juga lagian itu hari libur dan kita libur dulu biar gak sakit. Latihan dance itu melelahkan banget, dilihat memang mudah tapi ketika sudah mulai latihan beuh capek banget," ujar Erma. Salah satu dari mereka yang memiliki hobbby dance dan ikut grub cheerleader di sekolah ini. "Betul sekali, Erma yang lebih pengalaman dan yang tau ini itu juga. Biar dia yang mengatur semuanya." Rosita mengacungkan jempolnya dan semuanya setuju saja apa yang sedang dibicarakan bersama. "Sebenernya gue sendiri yang gak percaya diri, gue bener-bener gak bisa dance dan gue takut mengecewakan kalian." Jessi mengulas senyum tipis. "Kalah menang gak masalah Jes, yang terpenting kita ikut lomba biar gak kena denda dan menang itu cuman bonusnya doang." Rosita yang duduk di sebelah Jessi, menepuk pundak Jessi dan ia paham perasaan Jessi saat ini pasti khawatir pada teman-temannya jika dirinya melakukan kesalahan nantinya. "Iya, Jes. Santai aja sama kita, gue sendiri juga gak bisa dance cuman karena gak ada yang ikut dance jadi kita terpaksa ikut kecuali Erma yang paling bisa dance. Kalau dipikir-pikir lagi, visual lo bisa jadi bonus juga Jes dan cocok jadi center." Husna mengakui kecantikan Jessi yang dipandang terlalu lama tidak membosankan dan senyuman manis Jessi nantinya bisa menghipnotis para juri yang menilai penampilan mereka. "Kok gue jadi center, jelas-jelas gue gak bisa dance dan yang cocok ya Erma lah." "Iya nih harusnya Erma, dia yang bisa dance dan dia yang jadi centernya. Karena center di depan dan paling menonjol dari yang lain." Rosita ikut menyahut. "Oalah gitu, gue mikir dari segi fisik kayak para idol-idol itu tapi Erma juga cantik kok. Gue seketika lupa kalau Jessi gak bisa dance pasti kelihatan kaku kalau jadi center." Husna menggaruk tekuknya yang tidak gatal. "Gue gak papa kok kalau Jessi jadi center, benar apa yang dikatakan Husna kalau center itu dilihat dari fisik juga. Gue ikut cheers tapi gue gak jadi center dan sering ikut lomba dance juga gak pernah jadi center." "Halah Erma ini jangan berbicara kayak gitu. Lo juga menarik dan bisa jadi center terbaik di grub kita. Gue takut mempermalukan kalian kalau gue jadi center, iya sih bener menang kalah gak masalah tapi setidaknya gak malu-maluin waktu tampil di depan banyak orang," kata Jessi. "Sudah gak papa gue Jes, katanya gue yang paling jago dance disini karena lebih berpengalaman jadi kalau harus nurut gue. Jessi jadi center dan dilihat aja deh nanti. Gue yakin Jessi bisa ngedance, Jessi juga suka olahraga jadi tubuhnya bagus dan wajahnya imut itu bisa menarik perhatian juri asal harus percaya diri." Jessi menelan salivanya pelan mendengar keputusan Erma yang menjadikannya sebagai center di dalam grub padahal ia tak percaya diri mengikuti lomba dance ini. "Susah banget." Jessi menghembuskan napasnya begitu berat. "Sudah jangan terlalu dipikirkan, dibawa santai aja walau gugup banget. Anggap aja sewaktu tampil nanti, tidak ada penonton dan cuman lo doang yang tampil. Semangat!" Husna tersenyum lebar dan menyemangati Jessi yang masih belum siap menjadi posisi center grub mereka. Setelah berdiskusi, Jessi keluar dari kelas sendirian dan menuju ke kelas temannya. Abra dan Balder tidak ada di kelasnya dan entah dimana dua laki-laki itu pergi sewaktu Jessi mengusir Abra dari bangkunya karena diadakan rapat untuk grub dancenya. "Anya!" teriak Jessi saat masuk ke dalam kelas 11 IPS 4 dan ia juga terkejut melihat ada Balder disini. "Lha ada Balder, mana Abra?" tanya Jessi heran pada Balder yang tengah bermain game di laptopnya Dipta. "Gue gak tau dia perginya kemana," jawab Balder sambil menggelengkan kepalanya dan matanya tetap fokus menatap layar laptopnya. "Tumben gak bareng kalian." "Walau temenan ya apa-apa gak harus bareng sih." "Tolong bawa ini orang pergi Jes!" Anya tidak tenang duduk di bangkunya sedangkan Dipta pasrah duduk di tengah di antara mereka berdua. Anya menatap memohon pada Jessi sambil menunjuk Balder. "Kenapa Balder bisa sampai main di kelas ini?" tanya Jessi bingung. "Oh itu, awalnya gue keluar kelas karena bingung mau ngapain terus pas lewat di depan kelas ini dan gue lihat Dipta main laptop jadi gue main deh kesini," jawab Balder sambil cekikikan karena merasa senang sekali bisa bermain game kesukaannya tanpa harus berangkat ke warnet dulu. Balder bisa leluasa main karena Dipta tidak terlalu tegas mengusirnya dan mudah mengalah orangnya. "Balder, balik gih ke kelas sendiri." Jessi mengajak Balder kembali ke kelas mereka. "Gak mau, nanti kalau ada gurunya. Gue masih asyik main soalnya." Balder menggeleng dan seperti anak kecil sekarang yang jika sudah nyaman di tempat bermainnya itu tak mau diajak pulang. "Gereget gue pengen jambak dia. " Anya sudah ancang-ancang akan menganiaya Balder tapi Dipta melindunginya agar tidak terjadi peperangan di antara keduanya. Dipta menjadi penengah mereka berdua. "Eee!" Jessi sudah panik duluan untung saja Dipta gerak cepat menghadang Anya. "Gereget banget gue, mana kuku gue baru gue potong. Kalau panjang, gue udah cakar-cakar itu wajahnya." Anya makin kesal ditambah lagi mendengar suara Balder yang berisik sekali di bangkunya. "Balder, bisa gak lo jangan berisik waktu main game biar yang gak merasa terganggu." Jessi secara lembut membujuk Balder dan Balder malah salah tingkah mendengar suara Jessi kali ini. "Idih." Anya menatap sinis, wajah Balder yang memerah karena salah tingkah dan Dipta sendiri yang melihat itu juga merasa males tapi mau gimana lagi, ia tak bisa mengusir laki-laki itu. "Iya deh, karena Jessi bicaranya lembut banget, gue kecilin volumenya dan gak teriak-teriak." Balder seketika langsung nurut. "Sabar ya Nya, entar dia juga keluar kelas dengan sendirinya." Jessi merasa bersalah karena hanya bisa membantu menyuruh Balder supaya tidak berisik dan Balder tak ingin pergi dari kelas ini. "Risih gue kalau dia ada disini." Anya beranjak pergi dari kelas dan menghiraukan panggilan dari teman-temannya. "Balder sama Anya gelud terus, kapan sih bisa damai?" Jessi duduk di tempat duduk Anya tadi dan diam-diam Dipta tersenyum merasa senang, Jessi duduk di sebelahnya. "Gak bisa damai kita karena dia Korut dan gue Korsel." "Ya ampun Balder bukan itu." Jessi lama-lama frustasi sendiri berbicara dengan Balder yang tak pernah serius dan ada saja hal receh yang dikatakannya. "Hehe." Balder tertawa dan memasang wajah tak bersalahnya. "Gila dia." Gumam Dipta dan didengar oleh Balder. "Apa kata lo? Gila-gila gini gue mainnya lebih jago dari lo, lihat noh poin lo makin menanjak gegars gue yang mainin." Balder menujuk ke layar laptop milik Dipta, menampilkan game kesukaan Dipta dan hampir tiap hari Dipta memainkannya. "Gue kesini juga mau bicarain sesuatu," ujar Jessi. "Bicara aja Jes, gue dengerin meski gue gal natap lo." Balder melirik Jessi sekilas. "Apa Jes?" tanya Dipta penasaran. "Dipta bisa mulai latihan bela diri tapi tanpa gue apa bisa?" "Lo gak ikut?" "Gue ada latihan dance buat lomba tapi di hari minggu, gue bisa lihat lo belajar bela diri sama Balder," jawab Jessi menjelaskan alasannya tak bisa ikut mereka. "Gue bisa aja Jes, nanti gue ajak ke padepokan biar ketemu sama kakek gue yang juga mengajar sekalian disana," ucap Balder. "Gue gak mau." Dipta menggeleng. "Jadi lo batalin belajar bela diri?" tanya Balder heran. "Gue gak berangkat kalau gak ada Jessi," jawab Dipta sambil menoleh menatap Jessi di sebelahnya. "Memang kenapa kalau gak ada gue? Kan lo yang belajar dan gue cuman menemani doang." "Ck, gimana terusan ini?" Balder kebingungan lalu memutuskan menghentikan sejenak bermain game dan fokus pada obrolan yang mereka bicarakan sekarang. "Lo tau kan gue kayak gimana dan gue sulit kalau gak ada orang yang gue kenali disana." Raut wajah Dipta berubah cemas sifat introvertnya yang membuatnya bisa kesulitan beradaptasi dengan suasana baru. "Ah iya gue lupa, jadi begini gimana kalau lo ditemani Anya sementara?" "Heh terus lo anggap gue orang asing gitu? Kita kan juga saling kenal, gimana sih?" Kening Balder berkerut dan tak paham apa yang dikatakan oleh Dipta. "Balder tenang dulu ya, Dipta ini pendiam dan pemalu. Dia gak mudah akrab sama orang baru juga dan pasti nervous disana." Jessi menyuruh Balder untuk diam sebentar dahulu dan ia akan menenangkan Dipta. "Oke deh." Balder mengangguk paham lalu melanjutkan kembali bermain game milik Dipta. "Disana ada Balder, lo juga kenal dia. Kenapa mesti takut?" "Bukan begitu Jes, lo sama Balder itu berbeda." "Jadi lo pengen gue yang nemenin?" Dipta mengangguk pelan. "Emm ada Anya. Bisa ajak Anya." Jessi menjetikkan jarinya ketika ada ide melintas di otaknya. "Gue gak enak sama Anya pasti dia lagi sibuk juga." 'Gue pengennya sama lo doang Jes, gue gak mau sama yang lain dan ini kesempatan gue bisa bareng-bareng sama lo'---batin Dipta yang penuh harap. "Lo juga tau kan gimana hubungan Anya sama Balder yang tidak akur dan tiap ketemu mereka selalu adu mulut kayak tadi." Lanjut Dipta. "Iya sih tapi ini demi lo, Anya sahabat kita pasti dia mau dan soal Balder emm gue suruh Abra juga deh." "Hadeh mana mau dia, mendingan gak usah dan diganti hari minggu aja." Dipta menggeleng dan memilih hari minggu saja untuk belajar bela diri. "Perasaan dari tadi ribet amat deh lo, lo itu lakik. Sendirian harusnya berani, jangan manja, jangan tambah bikin pusing temen lo. Rewel amat kayak cewek, tinggal berangkat dan belajar gitu doang dibawa ribet." Omel Balder yang tak suka hal mudah malah disulitkan. "Gue gak manja dan gue cowok." Dipta tak terima dianggap seperti apa yang diucapkan oleh Balder. "Bentar lagi kelas 12 terus lulus, pasti lo kuliah karena anak orang kaya dan lo tinggal sendirian entah dimana mungkin di luar negeri kampus lo. Belajar mandiri lah, iya gue tau lo orangnya pendiam dan pemalu tapi cobalah berani melawan dua sifat lo itu." Balder mematikan laptopnya Dipta dan merasa sudah cukup puas bermain game. Dipta pun terdiam, ia akui memang ucapan Balder itu benar namun ia hanya ingin ada waktu bersama dengan Jessi. Sebab yang memberikan saran belajar bela diri juga dari Jessi. "Gue gak maksain lo, hari minggu aja kalau gitu." Jessi menatap Dipta yang mendadak murung dan ia pun paham perasaan Dipta. "Enggak, gue nanti setelah les baru berangkat ke padepokannya dia." Dipta menghembuskan napasnya pelan, meski tak rela tanpa Jessi tetap saja ia akan berangkat agar Jessi tak kecewa kepadanya. Jessi tersenyum lebar mendengar ucapan Dipta yang berubah pikiran dan sangat lega sekali mengetahuinya. "Berangkat bareng dong, gue mager naik motor. Lo tunggu di depan halte perbatasan kabupaten kota." Balder senang sekali akhirnya bisa menaiki mobil mewah lagi. Dipta mengangguk saja. "Yes gue naik mobil mewah cuy!" Balder melompat kegirangan dan menggoyangkan bahu Dipta berulang kali. "Norak lo, kayak gak pernah naik mobil mewah aja." Salah satu murid di kelas ini meledek Balder yang menurutnya terlalu berlebihan. "Iya gue norak karena gak punya mobil mewah, masalah buat lo?" Balder melototi murid itu dan berkaca pinggang. "Sudah-sudah." Jessi menyuruh Balder duduk kembali dengan tenang supaya tidak ada keributan lagi. "Lo ikut lomba apa?" tanya Balder ppada Dipta sambil merapikan rambut dan kaca matanya Dipta. Sikapnya mendadak berubah karena tau dirinya akan menaiki mobil mewah Dipta nantinya. "Cerdas cermat." "Lombanya anak pintar memang agak lain sih." "Balder, berarti nanti gak kerja dong?" tanya Jessi bingung. "Kerja setelah gue ngajarin ini bocah lagian gak lama waktu belajarnya." "Ah begitu."Jessi mengangguk paham. "Lo gak nyari Abra?" "Oh iya!" Jessi buru-buru keluar dari kelas dan Dipta memandang Jessi sendu yang memilih pergi dari kelasnya setelah mendengar nama Abra. "Lo cemburu kah?" Tebak Balder yang mengetahui arti tatapan dari Dipta. "Apaan sih!" "Ciee yang malu-malu hihi." "Gak usah ikut campur." "Enggak ikut campur gue cuman gemas saja." Balder ikut kegirangan melihat Dipta yang sangat jelas menyukai Jessi. Dipta diam saja dan menata buku-bukunya yang berantakkan di atas meja dan termasuk buku-buku milik Anya. "Kenapa lo gak mau ungkapin perasaan lo ke Jessi?" tanya Balder penasaran. "Gue gak mau hubungan pertemanan gue sama dia hancur," jawab Dipta. "Eh bener juga, gue gak kepikiran sampai kesana. Karena gue anti berteman sama cewek, takutnya gue yang suka terus dia suka sama yang lain." "Bukannya lo berteman sama Jessi juga?" "Gue temanan sama Jessi ya karena Abra." "Lo juga suka sama Jessi?" "Gue suka sama sifatnya, baik, lembut, periang, senyuman itu indah banget, imut terus apa lagi ya emm pokoknya itu lah." Balder begitu antusias membahas kepribadian Jessi yang membuatnya suka. "Lo anggap dia lebih dari teman?" tanya Dipta lagi. "Kalau temen gue suka sama Jessi ya gue gak bakalan menaruh rasa ke Jessi." "Temen lo si Abra kan? Gak mungkin kalau gue." "Emm mungkin." Balder memasang wajah yang sulit dibaca oleh Dipta sehingga Dipta makin penasaran siapa teman yang dimaksud oleh Balder. "Abra?" "Gue duluan ya." "Malah pergi." ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD