Chapter 2

1519 Words
Esok harinya, Tania sudah segar kembali setelah ia mendapatkan wejangan dari Amel setelah mereka sampai di rumah Amel. ia hampir menyerah dan melupakan keinginannya ini, namun jika sekali saja ia sudah menyerah, lalu kenapa ia harus jauh-jauh ke Indonesia meninggalkan kuliahnya di Malaysia, bahkan sampai bersitegang dengan orang tuanya jika akhirnya akan seperti ini. Jadi, sejak ia menutup mata semalam, ia sudah bertekat akan terus berusaha. dan mencoba meyakinkan Rian jika dulu mereka pernah bertemu. walaupun semalam pertemuannya dengan Rian benar-benar zonk. "Lo mau usaha lagi?" tanya Amel yang sedari tadi melihat Tania mematut diri di depan cermin. "Iya dong. benar kata kamu semalam. jika baru sekali aja sudah nyerah, buat apa sampai jauh-jauh ke sini." jawabnya membuat Amel tersenyum. "Gitu dong. itu baru namanya Tania. lo itu anak petualang. Masa cuma gara-gara semalam saja bisa nyerah. Nggak etis dong." "Kamu benar." Tania kembali menatap cermin sebentar lalu kembali menatap Amel, "Gimana? udah cantik belum?" "Lo itu nggak dandan pun tetap cantik Tania." goda Amel membuat Tania malu seketika. Jam sudah menunjukkan pukul sembilan pagi. hari ini hari sabtu dan Amel bilang jika sabtu minggu tak terlalu ada kegiatan kampus. jadi, kampus tempat Rian kuliah juga kemungkinan sama dan Rian ada di rumahnya hari ini. "Tania, lo nggak bisa tinggal di sini saja apa?" pertanyaan Amel membuat tania berhenti memoles lip tint nya. ia menatap Amel, "Aku mau Amel. tapi orang tua aku bilang kalau aku tinggal di apartemen. dan mereka juga sudah siapkan apartemennya." "Ck! padahal gue udah seneng banget lo bisa ke sini dan tinggal di rumah gue selama enam bulan ke depan." Tania tertawa kecil. ia menyelesaikan dulu dandannya lalu berjalan mendekati Amel. "Kan kamu bisa ke apartemen. bantu bantu bikin rencana soal kegiatan gila aku selama di Indonesia. hahaha." ucapnya sembari tertawa. Amel tahu ia tak bisa memaksakan Tania untuk tetap tinggal bersamanya. Jadi sepertinya ia yang akan sering menginap di apartemen Tania. "Oke. Sekarang lo udah cantik. Siap buat ketemu pangeran Rian. Mau gue anter?" Ucap Amel menawarkan diri namun Tania langsung menggeleng. "Kayaknya nggak deh. aku pinjam motor kamu aja ya. Sekalian mau muter-muter daerah sini. Aku juga belum lihat kondisi rumahku yang sejak 10 tahun yang lalu nggak aku tempatin." Ucapnya. "A, Tania, gini, sebenarnya kalau untuk rumah Lo, gue belum kasih kabar ya." "Hm? Kasih kabar maksudnya?" "Gue nggak tahu ya Apa yang sebenarnya terjadi, tapi satu bulan setelah lo pindah, rumah itu ada yang robohin." "WHAT? Robohin? robohin maksudnya? Kamu jangan bercanda Amel." Tania benar-benar terkejut mendengar kabar dari Amel. Orang tuanya tak bicara tentang ini sama sekali. "Gue serius dan gue lagi nggak bercanda. Gue sendiri nggak tahu kenapa, gue pikir Lo udah tahu ternyata belum. Gue juga mikirnya aneh. Masa baru 1 bulan lo pindah tapi kok rumahnya langsung dihancurin seolah-olah Lo nggak bakal balik lagi ke Indonesia." Tania mendadak bingung, "Masa iya sih. Tapi Mami sama papi nggak ada cerita lho sama aku sama sekali." "Kalau itu gue juga nggak tahu ya, tapi lu bisa tanya sama orang tua lo kenapa baru 1 bulan kalian pindah rumahnya udah dihancurin. padahal rumahnya bagus loh. kan bisa dikontrakin bagi yang mau. Atau kan bisa jadi tempat kalian balik kalau memang mau balik. kayak gini kan siapa tahu lo balik, gitu loh. Kalau rumahnya masih ada bisa jadi kan lo tinggal di sana." Tania seketika terdiam. Ia sendiri juga merasa sedikit aneh dengan kepindahan orang tuanya ke Malaysia. Bahkan orang tuanya benar-benar memutus kontak dari Indonesia dan saat ia meminta izin untuk ke Indonesia orang tuanya sangat marah. Bahkan sampai saat ini Tania tak pernah tahu apakah mereka ada saudara di Indonesia atau tidak. pasalnya saat Tania pergi ke Malaysia, umurnya masih 10 tahun dan ia pun tidak kemana-mana ataupun tidak pernah menemui kerabat atau keluarga dari kedua orang tuanya. Yang ia tahu Mami papinya bilang kalau mereka tidak ada kerabat sedikitpun di Indonesia. Kalau dipikir-pikir tak mungkin juga bukan? masalahnya kedua orang tuanya asli orang Indonesia. tentu Mereka punya orang tua dan saudara di sini. "Kayaknya tugas Aku bakalan nambah deh selama 6 bulan aku di sini." Celetuknya. "Tugas maksudnya?" "Mami papi aku bilang kalau mereka nggak punya keluarga selama di Indonesia. Bohong banget kan? masalahnya Mami papi asli orang Indonesia. Masa nenek kakek aku nggak ada. Nggak mungkin Mami sama papi nggak ada saudara juga. Benarkan?. Ditambah lagi yang kamu bilang tadi Kalau rumah aku dirobohin 1 bulan setelah kami pindah. Aneh nggak sih?. Padahal Rumah itu bagus loh. kalau dirobohin gitu aja kan sayang. Kalau dijual lebih bagus kan daripada dirobohin." Amel nampak berpikir. Ia lalu mengangguk , "yang lo bilang ada benarnya juga sih. Apalagi pas lo bilang mau ke Indonesia. orang tua lo menentang keras kan? kalau tidak terjadi apa-apa di Indonesia sebelum lo pindah, mereka pasti nggak bakal semarah itu. bahkan sampai lo berdebat habis-habisan sama orang tua lo. Dan orang tua lo kan asli Indonesia ya. Masa mereka benar-benar menutup semua akses kehidupan mereka untuk Indonesia sih." "Kamu bener Amel. Kayaknya aku harus cari tahu dulu. Sebelum 6 bulan ini berakhir, aku harus cari tahu dulu apa yang sebenarnya terjadi dengan kedua orang tuaku. Dan aku juga harus cari tahu perihal saudara-saudara kedua orang tuaku dan kakek nenek aku. Masalahnya aneh banget loh." "Ya udah. nanti kalau lo butuh sesuatu, gue bantuin deh. lo jangan sungkan buat bilang sama gua dan minta bantuan gua. gua punya bakat jadi detektif asal lo tahu." Ucap Amel membuat Tania tertawa "Ya udah. Yang jelas sekarang aku mau ketemu pangeran Rian dulu. Semalam ketemu kan, tapi sialnya aku nggak ngenalin." "Iya ih. Aneh banget sih Lo. Katanya Rian itu cinta pertama Lo. Masa kemarin nggak ngenalin." "Aku juga herannya gitu. Masa aku nggak ngeh sama dia pas dia muncul di depan aku. Justru tatapan aku lebih fokus ke om nya Rian, masa. Aneh kan aku." "Banget. Lo super aneh." Ucap Amel menimpali. Tania mendengus kesal. "Tapi kamu kepikiran nggak sih kalau om nya Rian itu yang Rian saat aku ketemu dulu." "Ha? Lo gila? Ih, aneh banget Lo Tania. Mana ada yang begitu." "Ck! Kan aku bilang kan pendapat kamu." "Tapi kan yang punya gebetan itu Lo, kenapa Lo nanya pendapat gue. Gue aja nggak pernah ketemu sama Rian." "Tapi kamu kan pernah ketemu sama Rian waktu ngikutin Di mana rumah dia kan." Amel nampak berpikir sejenak. Yang Tania katakan itu benar. saat Tania pindah, Tania meminta bantuannya untuk melihat apakah Rian masih datang ke taman dulu tempat mereka bermain atau tidak Dan ternyata beberapa kali ia melihat Rian datang ke sana dan ia pun juga mengikuti di mana tempat tinggal Rian. "Kamu ingat kan gimana wajahnya Rian waktu kecil dulu." "Ingat sih. Tapi nggak mungkin. Emang nama omnya si Rian siapa?" "Yang aku dengar kemarin dia dipanggil Bian. " "Hah? Rian dan Bian.?" "Iya." "Sshhh.. tapi nggak sih kayaknya. Gue juga belum sepenuhnya ketemu sama omnya Rian. Lo tau sendiri kan kemarin gue ketemu sama dia dalam posisi gua marah. Jadi kepala gue nggak mengingat gimana bentuk wajahnya dia." Tania meletakkan telunjuknya di bibir dengan raut wajah muka yang terlihat sedang berpikir. "Atau gimana kali ini kamu ikut sama aku! siapa tahu nanti ketemu lagi sama si Bian Bian itu. Jadi kamu bisa lihat dengan teliti apakah wajahnya ada kesamaan atau nggak? Lagian tujuan aku tadi minjem motor kan untuk lihat keadaan rumah. pas kamu bilang dirobohin, ya udah mau lihat apa lagi." "Ya udah. Lo pergi sama gue aja. kita pakai mobil. Nanti sekalian pulangnya kita bisa mampir ke tempat lo tinggal dulu." "Ya udah." Tania berdiri dari duduknya disusul oleh Amel. keduanya keluar dari kamar dan memutuskan untuk pergi. Rumah Amel berada dua gang setelah rumah Rian. Namun tak terlalu jauh juga sebenarnya jika menggunakan motor atau mobil. Belum terlalu jauh Amel keluar dari rumahnya, ia dikejutkan dengan tepukan Tania di pundaknya. "Itu Rian nggak sih?" tunjuk Tania pada sebuah taman di mana dulu ia dan Rian bertemu. "Kayaknya iya. Tapi Gue nggak pernah ketemu Rian pas dewasa.. Gue cuma tahu rumahnya karena gua pernah ngikutin dia dulu Dari sini menuju rumahnya." "Iya tapi itu cowok yang aku temui kemarin yang Bian bilang kalau itu sebenarnya Rian." "Ha? Seriusan? Jangan-jangan...." "Jangan-jangan Rian yang kemarin itu beneran Rian yang aku temuin waktu masih kecil dulu." Tania dan Amel saling tatap. Tak lama keduanya berteriak. Seolah dapat petunjuk dari Allah, Amel langsung melajukan mobilnya menuju taman. Kehadirannya langsung diperhatikan oleh Rian. Pria itu yang dari tadi asik memainkan gitarnya langsung menghentikan permainannya dan melirik fokus pada mobil Amel. Tak lama dari dalam mobil Tania turun. Namun Amel masih berada di dalam mobil. Gadis itu memperhatikan wajah Rian yang cukup menyenangkan jika terus ditatap. Sementara Tania melangkah terus mendekati Rian. "Hai.." sapa Tania lebih dulu dan langsung dibalas dengan senyuman oleh Rian."Kamu Rian ya?" Tanya Tania. "Iya. Aku Rian. Kamu bukannya yang kemarin ke rumah ya?" Tania Mengangguk antusias. Dalam hatinya ia bersorak. Rian mengingatnya. "Salam kenal ya." Ucap Rian. "Salam kenal?" "Iya. Itu pertama kali kita ketemu kan?" "Kalau aku bilang jauh sebelumnya kita pernah ketemu, kamu percaya nggak?" "Eh? Jauh sebelumnya?" "Iya. Jauh sebelumnya, sepuluh tahun yang lalu, kita sering bertemu di taman ini." *****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD