Tak lama setelah Marlina menyuruh Queeny pergi ke kamar mandi, Queeny duduk di tepi bak mandi dengan alat tes kehamilan di tangannya. Dia merasa gugup dan bingung, tidak tahu harus memulainya dari mana. Kemudian, dengan perasaan cemas, dia mengingat bahwa YouTube bisa menjadi gurunya. Queeny membuka aplikasi YouTube di ponselnya dan mencari tutorial cara menggunakan alat tes kehamilan.
Sambil menunggu video dimuat, Marlina berdiri di luar pintu kamar mandi, penasaran dengan hasil tes Queeny. Dia bertanya, "Lo udah siap belum?"
Queeny menjawab dengan cemas, "Hampir, Marlina. Ah lo banyak ngomong deh, gue jado degdegan. Ini gue nggak ngerti cara pakenya jadi liat dulu tutorial."
Marlina tertawa dan berkata, "Hahah, gue aja degdegan apalagi lo, ya Allah gue bakalan jadi aunty."
Video tutorial akhirnya dimuat, dan Queeny dengan cermat mengikuti petunjuknya. Dia membuka kemasan alat tes, mengambil ujungnya, dan menyaring urin ke strip yang ditunjukkan dalam video. Setelah selesai, Queeny menempatkan alat tes tersebut di atas wastafel dan menunggu dengan penuh ketegangan. Sambil menunggu, dia memandangi batu-batu dekoratif di kamar mandi, berpikir tentang bagaimana hidupnya akan berubah jika hasilnya positif.
Beberapa menit kemudian, hasil tesnya mulai muncul. Tanda positif dengan dua garis terlihat jelas di strip alat tes. Queeny tidak bisa menyembunikan senyum bahagianya. Dia mengambil alat tes tersebut, menggenggamnya dengan erat, dan keluar dari kamar mandi dengan wajah berseri-seri.
Marlina melihat ekspresi Queeny dan bertanya, "Gimana? Gimana? Apa hasilnya?"
Dengan tatapan penuh kekosongan dna juga bibirnya gemetar.
"Lo coba liat itu artinya apa?"
Marlina mengambil alih alat kontrasepsi itu, ia menelan ludahnya dan berkata, "Positif, Queen. Itu artinya lo hamil!"
Marlina melompat kegirangan dan memeluk Queeny erat-erat.
"Lo jangan senang, di atas penderitaan gue, Mar. Gue aja nggak tahu status gue sekarang apaan? Ditalak dia nggak bilang talak, seorang istri masa diusir sih?" gerutu Queeny.
"Justru, kalau Pak Yusuf tahu lo hamil, gue yakin 100% dia bakalan mau lo balik lagi smaa dia, lo jujur aja sama Pak Yusuf," pikir Marlina.
Queeny berjalan dan duduk di tepi ranjang, "Ah lo gila aja, kaya gue ngejar dia aja. Udah deh jangan ngasih saran ke gue balik lagi sama dia. Kalaupun gue hamil, ya gue bakalan lahirin anak ini dan rawat anak ini dengan baik," kata Queeny.
"Lo yakin?" Marlina mengedipkan matanya dan duduk di samping Queeny.
Queeny hanya bisa mengangguk.
"Yaudah deh itu keputusan lo, lo harus tetap kuat Queen, gue yakin kebahagiaan akan selalu ada di pihak lo." Marlina memeluk Queeny.
***
Pada malam itu, Queeny berbaring di tempat tidurnya dengan satu tangan dipeluk erat pada perutnya yang mulai agak kelihatan. Dia merasa perasaan campuran antara gugup dan bahagia. Kehamilan adalah perubahan besar dalam hidupnya, dan dia merenungkan masa depan dengan penuh harap.
Keesokan harinya, sementara Queeny sedang merenungkan kebahagiaannya sendiri, ponselnya berdering.
[Assalamualaikum, Queen, aku Jasmine, aku minta maaf soal kejadian di kepergian Caca.]
Queeny menggigit jemarinya, dia bimbang apa jarus ia acuhkan pesan itu.
Queeny menghela napas.
[Wa'alaikumsalam, oh iya aku udah maafkan soal itu, aku juga minta maaf sama mbak.]
Beberapa detik kemudian pesan datang lagi
[Queeny, aku punya kabar baik! Aku dan Archie sudah rujuk, dan kami akan mengadakan acara syukuran di rumah kami di Medan, acaranya masih seminggu lagi kok. Aku ingin kau hadir ya.]
[Terima kasih, atas undangannya Mbak Jasmine. Aku turut senang. Tapi, aku nggak bisa datang, aku lagi di Bandung.]
[Oh, lagi liburan ya? Soalnya aku juga sudah hubungi Yusuf katanya dia ada di Jakarta, aku justru disuruh hubungi kamu kalau mau ngundang, aneh ya padahal kalian 'kan statusnya suami istri, apa jangan-jangan status palsu ya?]
Queeny tidak berani membalas pesan dari Jasmine, ia justru menangis. Marlina yang melihatnya pun bingung.
"Lo kenapa? Kok lo nangis?" tanya Marlina yang datang di balik pintu kamar mandi.
Queeny hanya menggelengkan kepalanya. "Coba lo baca deh."
Marlina membaca percakapan antara Queeny dan Jasmine.
"Cewe gila! Dia maksudnya apaan sih? Udah nuduh lo nggak-nggak pas Caca meninggal, ditambah gara-gara dia kan hubungan lo jadi begini sama Pak Yusuf. Gue nggak habis pikir ada cewe selicik itu, gue yakin dia punya penyakit kejiwaan, parah itu orang!" pekik Marlina dengan tak hentinya berbicara.
Queeny menarik lengan Marlina, "Udah, lo jangan emosi."
Tiba-tiba, Queeny merasakan mual. Ia pergi terbirit-b***t ke kamar mandi.
Uwek!
Uwek!
"Aduh lo udah mulai mual-mual deh, lo nggak mau ngasih tau abi sama umi apa?"
"Mar jangan omelin gue saat ini plis, gue belum siap kalau mereka tahu!" pinta Queeny.
Seminggu berlalu, dan tanda-tanda perubahan dalam kehidupan Queeny mulai muncul. Setiap pagi, dia terbangun dengan perasaan mual yang tak tertahankan. Morning sickness yang sering membuatnya berjuang melalui setiap hari. Dia merasakan rasa mual yang mendalam, kadang-kadang hingga harus muntah di kamar mandi.
Queeny berbaring di atas ranjang, udah beberapa hari ini Queeny hanya bisa menghabiskan waktu di kamar. Sementara, Marlina justru sudah terbiasa dengan membantu Sarifah dan juga bergaul dengan para santri.
"Aduh parah ini perut kek diperes," keluh Queeny dengan lemah, merangkak keluar dari tempat tidur.
Namun, bukan hanya mual yang menjadi masalah bagi Queeny. Dia juga mulai menjadi sensitif terhadap bau-bau tertentu yang sebelumnya tidak pernah membuatnya cemas.
"Sudah seminggu ini, Marlina. Lo jadi nggak liburan kemana-mana karena gue," keluh Queeny, matanya terasa berkaca-kaca.
Marlina meraih tangan Queeny dengan penuh kasih sayang. "Nggak apa-apa, gue seneng kok bisa liburan bareng lo di sini. Udah lo jangan mikir yang nggak-nggak ya."
"Queen, gue ada ide, gimana suruh temen-temen kita buat datang ke sini, kita camping gimana?"
"Ide bagus, Mar. Gue juga pengen nyari udara segar, sekalian healing, hahah," kata Queeny dengan tertawa padahal masih ada sisa mual si perutnya.
Hari berikutnya, teman-teman Queeny, yaitu Agung, Nasir, Sri, Nusron, dan Arga, tiba di Bandung. Mereka merencanakan perjalanan camping yang akan menghangatkan hati Queeny dan Marlina, dan telah menyewa sebuah mobil dengan segala perlengkapan yang diperlukan untuk petualangan mereka di Lembang.
Mereka memuat semua peralatan camping, tenda, sleeping bag, dan perlengkapan makan ke dalam mobil yang telah disewa. Kemudian, dengan semangat tinggi, mereka bertujuh memulai perjalanan menuju Lembang.
Di dalam mobil, suasana penuh tawa dan cerita bersahabat mengalir begitu alami. Queeny dan Marlina merasa bahagia melihat bahwa teman-teman mereka hadir untuk mengangkat semangat dan membawa kegembiraan dalam momen yang sejatinya harus menjadi liburan yang menyenangkan.
Tiba di Lembang, mereka menemukan tempat yang sempurna untuk mendirikan tenda mereka. Langit cerah dan udara segar dipegang oleh pohon-pohon hijau yang menjulang tinggi. Mereka bekerja sama merakit tenda dan mempersiapkan api unggun di malam hari.
Agung, yang selalu jago dalam memasak di alam terbuka, mengambil alih dapur lapangan. Sambil memasak, dia berkata, "Liburan terheboh nih."
Queeny tersenyum dan merasa begitu bersyukur atas dukungan dan kehadiran teman-temannya. Meskipun morning sickness dan perasaan bersalahnya telah menjadi bagian dari perjalanan ini, Queeny merasa terinspirasi dan bahagia oleh kebersamaan mereka di bawah langit malam yang penuh bintang. Itu adalah momen-momen kecil yang mengikat persahabatan mereka lebih erat dan mengubah liburan yang awalnya direncanakan menjadi pengalaman yang sangat istimewa.
Di malam hari, saat mereka sedang menikmati api unggun.
Queeny merasa sedikit terkejut saat menerima pesan dari Jasmine.
[Send picture.]
Jasmine memberitahunya bahwa Yusuf ada di Medan bersama dengan seorang perempuan. Foto yang dikirimkan oleh Jasmine menunjukkan keduanya berfoto bersama, terlihat begitu akrab dan bahagia. Queeny membaca caption di bawah foto itu yang menyatakan.
[Cinta lama bersemi kembali.]
'Maksudnya apa coba dia ngirim foto ke gue?' batin Queeny.
'Sabar, Sabar, nyoba nggak peduli sama dia lagi!' Queeny mengelus dadanya.
Tiba-tiba, Marlina yang asik mengobrol dengan Arga itu mengerti perasaan Queeny.
"Lo kenapa?"
Queeny memberikan ponselnya.
"Astaghfirullah!" pekik Marlina.
"Lo jangan kencang-kencang kali teriaknya!" lirik Queeny.
"Ini kan Bu Mellisa ya? Kon bisa deket sama Pak Yusuf? Wah wah ini si Kismis udah keterlaluan!"
Sontak semua orang yang berada di sana melihat ke arah Marlina.