15

1989 Words
Raja pikir siapa gadis cantik yang dibicarakan oleh rekan yang memiliki keanggotaan di tempat gym yang sama dengannya. Tempat ini hanya bisa dimasuki oleh member saja dan siapapun yang punya kepentingan dengan member yang sedang berada di dalam hanya punya satu pilihan yaitu menunggu. Karena mustahil bisa menghubungi mereka, ponsel sudah pasti ditinggalkan di dalam loker sebelum mulai berolahraga. Rupanya Nenek muda Raja lah yang membuat beberapa member keluar masuk dalam interval waktu tertentu. “Calon laki lo ada di dalam?” tanya Raja pada gadis yang memainkan ujung sepatunya itu. Benar bukan? Hanya ada satu tujuan Jana keluar tiap harinya dan itu adalah mencari suami. Kalau bukan karena anak teman Ayahnya ada di dalam, berarti tujuan Jana kemari adalah agar Raja tidak kabur dari acara makan siang bersama Sabine. Mengingat hal ini Raja hanya bisa menghela napas. Dia tidak pernah suka terlalu dekat dengan Sabine tapi ini Jana yang meminta. Serba salah jadinya. “Lama betul!” ucap Jana setelah mengangkat pandangan dan menunjukkan mulutnya yang sengaja dipanjangkan. Beberapa pria yang keluar setelah Raja rupanya melihat ekspresi tersebut. Sekarang mereka sudah tau bahwa cewek cantik yang dibicarakan ternyata mencari Raja. Tapi hal tersebut tidak bisa menghentikan mereka untuk merasa gemas dengan ekspresi yang Jana tunjukkan. Mana bisik-bisiknya nyaring sekali. Raja kesal sekali karenanya. Pertama karena ada orang lain yang tertarik pada Jana dan kedua, mereka bisa dengan bebas mengungkapkan kekagumannya tentang betapa cantik atau menggemaskannya tingkah Jana. Raja tidak bisa mengungkapkan hal itu bahkan di dalam hati saja mengingat dia harus menjadi cucu yang waras setiap detiknya. Makanya yang bisa Raja lakukan hanyalah satu hal seperti sekarang. Melemparkan gym bag-nya pada muka Jana yang cemberut. Jana terlalu sering diperlakukan seperti ini, yang membuat dirinya terlalu sigap menyambut apapun benda yang dilemparkan Raja padanya. “Mulai lagi ya, Ja! Kenapa suasana hati kamu ikutan jelek hari ini?” tanya Jana mengikuti pria itu menuju mobil. “Menurut lo?” “Karna aku nyamperin?” tanya Jana. Ini adalah kali pertama dia menghampiri Raja. Biasanya siapapun yang duluan selesai dengan aktivitas masing-masing akan menunggu yang lainnya di tempat janjian. Tapi hari ini, lagi-lagi teman Ayah yang ingin ia korek informasi darinya mengatakan bahwa Fateh Ardan Mubarack hanya memiliki satu wanita sepanjang hidupnya. Mana ngomongnya percaya diri sekali. Kalau hanya ada satu wanita maka Jana tidak akan pernah ada dong. Ayah jelas-jelas bukan Papa Shakka yang punya kemampuan untuk menghilangkan buku Mama Wyne dari internet ataupun semua toko buku di Indonesia. Teman-teman Ayah juga bukan sejenis jaringan internet yang data yang tidak diinginkan di dalamnya bisa dihapus. Tapi kenapa tidak ada satupun teman Ayah yang dengan baik hati mau membantunya? Apa semua orang punya hutang budi pada Ayah sehingga dengan senang hati menutupi masa lalu Ayah yang mungkin kelam? Atau Ayah sudah menyogok semua orang? Mengingat yang Ayah nikahi bukan sembawang wanita, rasanya ini mungkin terjadi. Inilah yang Jana pikirkan sembari menunggu Raja. “Hm.. dan bikin gue kaya anak TK yang ditungguin Neneknya.” “Mereka ga tau aku Nenek kamu.” “Itu masalahnya.” “Hah?” “Cepat masuk!” “Garang banget kaya Bapaknya,” cibir Jana tapi tetap memutari badan mobil dan menuruti perintah Raja barusan. Kalau sudah seperti ini, Jana terpaksa mengalah. Raja sudah badmood duluan, Jana tidak boleh ikutan badmood karena Jana yang normal saja sering kali terlihat menyebalkan bagi Raja apalagi Jana yang badmood. Bisa-bisa rencananya terhambat sampai beberapa hari. Saat Jana berhasil duduk di samping kemudi dan udara sejuk menyapa kulitnya, Raja sudah sibuk dengan ponsel dan suara khas dari game yang selalu pria itu mainkan kembali menyapa gendang telinganya. Posisi jok Raja juga dibuat cukup rendah sehingga dia nyaman. Dan Jana tau ini akan memakan waktu lama. Raja selalu mengabaikan atau melampiaskan kekesalannya pada Jana dan Om Bilal dengan bermain game. Jana sudah mengamati perilaku pria ini cukup lama sehingga bisa menyimpukan demikian. Selama ini, Jana selalu menjadi orang yang suka mengamuk, melakukan apapun yang dia inginkan dan tidak bisa mengerti apapun yang orang lain katakan. Tapi dengan Raja, dia belajar untuk mengerti dengan sendirinya. Mungkin karena selama ini Jana adalah yang paling rendah kedudukannya. Maksud Jana, semua orang yang menghadapinya adalah para Kakek dan Neneknya, Makdang, Angku-agku serta Mamak-mamak lainnya dan semuanya tanpa terkecuali selalu membeberkan kesalahannya dari Alif sampai Ya, tidak lupa mengingatkan Jana bahwa dia adalah Puti Sumatera dan Puti Sumatera harus bersikap seperti Bunda, kalian tau lah bagaimana Bunda, tidak ada celah sama sekali. Kali ini dengan Raja, Jana adalah Nenek pria ini dan Jana pun mengerti bahwa ada hari-hari tertentu yang kamu memutuskan untuk membenci semua orang. Ada hari-hari tertentu yang bagaimanapun kamu berusaha, apapun yang kamu lakukan tetap saja salah. Jana mengatur jok mobil seperti Raja kemudian bersandar sambil melihat pria itu yang sibuk sendiri. Gadis itu tersenyum samar. Raja beruntung karena setidaknya dia punya satu orang yang akan mengerti buruknya suasana hati pria itu meski tanpa alasan yang jelas sementara Jana tidak memiliki yang demikian. Dulu mungkin Jana punya Bunda tapi ternyata Bunda bukan Ibu kandungnya. Semakin lama, jana merasa sesuatu bergelayut pada kedua kelopak matanya. Bising yang dihasilkan ponsel raja juga makin lama terdengar samar. Susah payah gadis itu mencoba membuka matanya sendiri. >>> Jana menggeliat panjang sebelum membuka mata. Saat menyadari bahwa dirinya ketiduran, Jana mendapati Raja yang menatapnya bosan. Cepat-cepat meraih ponselnya, Jana ingin mengetahui selama apa dia ketiduran. “Sejam doang, Ja..” ucapnya sambil menguap lebar. Siapa yang tidak akan mati kebosanan jika diabaikan begitu saja? Jana juga menambahkan bahwa siapa pun yang ada di posisinya pasti ketiduran. Kecuali Sabine tentu saja, dia pasti memanfaatkan kesempatan ini untuk menatap wajah tampannya Raja. Melihat Jana menguap lebar seperti itu, mana menggeliat dan mengeluarkan suara aneh membuat Raja tidak habis pikir. Kenapa Jana, seseorang yang notabene adalah Puti Sumatera tidak pernah menjaga image-nya sementara Sabine selalu berusaha tampil sempurna di setiap situasi? Apa karena dua orang ini tidak menyukai orang yang sama? pikir Raja. “Kenapa ga main atau liat sesuatu di ponsel lo?” “Aku cuma punya satu teman di sini,” ucap Jana menunjuk ponsel yang Raja belikan untuknya. “Dan temanku sibuk main dari tadi.” Mendengar hal tersebut membuat Raja merasa bersalah tapi tetap saja, keberadaan Jana hari ini lah yang membuatnya kesal. “Lain kali jangan samperin gue ke tempat yang isinya cowok semua.” “Kenapa?” “Karena mereka pada ngomongin cewek cantik yang adalah Nenek gue.” “Masalahnya apa? Nenek berarti beneran cantik.” Raja berdecak kesal. “Aneh rasanya ngedenger orang lain muji Nenek sendiri. Lo ga tau rasanya karena lo ga punya Kakek yang masih muda.” “Oooh..” ‘Oh aja?’ tanya Raja membatin. Kini giliran pria itu yang tidak bisa menemukan kata-katanya. Apa barusan dia terdengar tidak masuk akal? Ah, Sial! Jana dan Nenek pride-nya tidak akan menyadari ada yang aneh dari prilaku Raja hari ini bukan? “Gimana hari ini? Ketemu yang pas?” tanya Raja mencoba membuat Jana melupakan kekonyolan yang barusan ia katakan. Raja mendapatkan gelengan sebagai jawaban. “Anaknya cewek semua, dia justru berharap anak sulung Fateh cowok biar bisa dijodohin gitu.” “Sayang banget lo cewek, ya,” kekeh Raja. Rupanya memang masih ada orang tua yang ingin menjodohkan anak-anak mereka. Beruntung Papa bukan tipe orang seperti itu. “Untung dong!” Raja mengedikkan bahunya tidak peduli. “Jadi, dimana gue harus ketemu Sabine hari ini?” “Hari ini ga perlu ketemu Sabine.” Dua hari yang lalu di kamar Jana. “Gue boleh nginap?” tanya Sabine dengan muka memelasnya. “Ga boleh! Jangan lupa kalo kamu masih musuhku.” “Tau begini gue ga mungkin musuhin lo,” keluh Sabine. Sayangnya manusia tidak lahir sepaket dengan identitas jodoh mereka. Karena kalau Sabine tau bahwa cucu Jana lah yang kelak akan dia berikan hatinya, dia tentu tidak akan menakut-nakuti Jana bocah yang membuatnya mengompol di celana. Dia juga tidak akan memonopoli Abi saat main rumah-rumahan dulu. Mana dulu Sabine semangat sekali main Papah-Mamahan dengan Jana sebagai anak mereka. Tujuannya agar Jana tidak memainkan peralatan masaknya. Hanya dengan Jana menjadi anak Sabine dan Abi saja lah dia bisa membuat Jana tidak merusak permainan favoritnya tersebut. “Kamu ga cuma musuhin aku tapi ngambil Abangku,” ucap Jana mengingatkan Sabine. ‘Bener, itu juga yang barusan gue bilang dalam hati,’ cibir Sabine membatin. “Kenapa cintanya ga sama Abangku yang sejak pertama kali main rumah-rumahan udah jadi suami kamu aja?” “Cuih! Amit-amit. Abang lo pembawa sial, ga kaya Abang yang satu lagi.” “Kamu pernah naksir Bang Ammar?” tanya Jana tidak percaya. “Ga, gue sekalinya naksir langsung sama Raja dan gue pastiin dia yang baca ijab qabul nanti. Maksud gue.. lihat Bang Ammar. Udah ganteng, pinter, baik, ga banyak tingkah mana kebanggaan orang tua banget. Makanya aura hoki nempel terus di Abang lo itu. Buktinya mantan dia aja nikahnya sama pesepak bola dunia. Lah Abang kesayangan lo? Ditinggal nikah mantan baru bener. Itu juga syukur mantannya cepat sadar, kalo ga bisa hidup se-atap sama pembawa sial dan melahirkan anak-anak pembawa sial.” “Kejam banget mulut kau Sabine!” ucap Jana tidak suka. Sabine tentu tidak tau bahwa sebenarnya hidup Bang Ammar juga tidak sesempurna itu. Kak Amira pernah menyesal nikah sama Abang, kok. Mana Bang Ammar terancam jadi duda di kehamilan pertama Kakak. Tapi Sabine tentu tidak perlu mengetahui masalah keluarga mereka. “Makanya sebelum dia dapat maaf dari Bang Abi, ga ada cerita bisa kencan sama cucuku,” ucap Jana setelah menceritakan kejadian dua hari yang lalu. “Ga kencan,” sanggah Raja karena dia mau menemui Sabine agar Jana bisa menjalankan misi bodohnya tanpa halangan. Jana harus selalu ada disekitaranya jika Sabine datang. “Hm?” Jana langsung bersemangat mendengar suara malas seseorang yang ia kenal terlalu baik. Refleks gadis itu mendekat pada Raja agar bisa mendengar suara Abangnya dengan lebih baik. Sedang Raja hanya bisa memutar bola matanya. Selamanya dia tidak akan pernah terlihat seperti lelaki dewasa. Jana justru sudah menganggap Raja sebagai cucu yang ia bantu cebokkan dari kecil. “Dimana?” “Di rumah Kakek. Lagi sembunyi dari Sabine, gue. Dia kaya salah makan apa gitu, Ja. Bukannya nyari elo dia justru nyusahin gue. Minta-minta maaf tapi harus di rekam, takutnya dia mau menyalahgunakan wajah tampan gue ini. Lo nikahin dia cepat-cepat dong, Ja.. biar tenang hidup gue dan yang lainnya.” “Jangan kasih maaf.” “Ga akan dimaafin sebelum dia mengakui semua kesalahannya dari lahir sampe sekarang.” “Bagus,” bisik Jana. Terlalu setuju dengan Abang sepupunya itu. “Bokap lo ada di rumah, Ja?” “Ada.” “Dia mau ga, ya, ada gue di rumah kalian untuk beberapa hari? Mama Sayang banget sama Sabine. Gue yakin Mama bakal paksa gue biar kasih yang Sabine mau.” Jana melotot dan menggeleng keras pada Raja. Abangnya tidak boleh mengetahui keberadaan Jana karena beliau yang paling tau bahwa tidak ada perjodohan. Abang memang adalah orang yang akan membantu terlepas dari apapun masalah yang Jana hadapi tapi dia juga pasti akan membawanya pulang apapun keadaannya. Kalau Jana dibawa pulang ke rumah Mama Fay, sia-sia acara kaburnya selama beberapa bulan terakhir. Ayah pasti datang untuk menjemputnya dalam hitungan jam. Bang Ammar pasti marah besar kalau tau Jana mengabaikan kuliahnya. Mentri pendidikan tidak jadi a.k.a Bang Ammar adalah salah satu orang yang membantunya menentang Ayah sejak Jana memutuskan kuliah ke Jerman. Jana tidak boleh kehilangan dukungan Bang Ammar secepat ini. “Gi-gimana ya, Bi?” ucap Raja menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. “Ckck, kali ini gue rela jadi tameng lo, Ja. Gue pastiin selama gue nginap, Bokap garang lo ga akan bisa macam-macam. Gue tau dia jaim banget depan orang asing. Lo mau dibawain apa?” “Bi-” “-Ga usah terharu gitu. Ini gunanya temen.” Begitu saja dan telfon dimatikan dari seberang sana. “Aku gimana, Ja?” tanya Jana dengan bibir yang sudah melengkung ke atas.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD