Hidupnya yang baik-baik saja menjadi kacau, saat dia mengetahui kalau dirinya tengah hamil.
Bagaimana bisa? Dia baru saja putus dengan pacarnya, tidak mungkin untuk kembali lagi. Lalu, bagaimana dengan anak ini?
"Rahel! Apakah kamu menjadi bodoh sekarang? Katakan, siapa ayah dari anak itu?" Sarah hampir mengangkat tangan untuk melampiaskan amarahnya, tapi dia masih menahannya.
Rahel linglung, melihat wajah papanya, kemudian pada mamanya. Jauh di belakang mamanya, seorang wanita yang berusia lebih tua darinya sedang menyeringai penuh hinaan terhadapnya.
"Ma, Rahel gak mungkin hamil! Pasti dokternya salah!" Tentu Rahel masih akan menyangkal, karena dia merasa tidak yakin. Meskipun malam itu mereka memang tidur bersama, tapi itu adalah pertama kalinya, bagaimana mungkin dia langsung hamil?
"Ya Tuhan! Jangan menyangkalnya lagi Rahel. Katakan saja, siapa laki-laki b******k itu?" Sarah merasa sangat malu, tapi juga kecewa. Putrinya yang cerdas dan membanggakan jadi seperti itu.
Rahel menatap tajam pada Zahra. Dia yakin, wanita itu sengaja membawanya ke dokter dan membuatnya tidak memiliki persiapan apapun untuk keadaan ini.
Zahra adalah kakak perempuan yang juga lahir dari rahim ibu yang sama dengannya, tapi ayah yang berbeda. Ayah Zahra sudah meninggal. Kemudian mamanya bertemu dengan papanya dan lahirlah dia.
Karena Rahel adalah putri kecil dalam keluarga tersebut, hampir semua kasih sayang terarah padanya. Bukan tanpa alasan, karena Rahel terlahir cantik dan cerdas. Sedangkan Zahra biasa saja, dan agak pendiam.
Rahel awalnya sangat menyukai Kakak perempuan itu, sampai suatu hari kakaknya sengaja menghasutnya untuk membenci papanya yang jarang di rumah karena pekerjaannya. Dari sanalah Rahel mulai mengerti, kakaknya yang pendiam bukan orang yang baik, tersimpan rasa iri yang besar dalam hatinya.
"Nak, katakan, siapa laki-laki itu?"
Rahel menatap wajah papanya yang menyimpan rasa kecewanya, dan memilih untuk bicara pelan dan penuh pengertian.
"Pa, Rahel butuh waktu. Tolong, hal ini juga berat untuk Rahel terima!" Rahel memohon dengan raut wajah memelas pada papanya, karena hanya papanya yang akan mengerti perasaannya.
"Waktu? Tidak ada waktu! Katakan siapa laki-laki itu! Rahel, kamu ingin mama mati memikirkan hal ini?"
Sarah adalah wanita konvensional, dia selalu menekankan tentang menjadi wanita yang menjaga martabatnya dan berperilaku baik. Itulah yang dia ajarkan pada putrinya Zahra. Meskipun putri pertamanya tidak terlalu menonjol dan agak pemalu, tapi telah sesuai dengan ajaran yang diajarkannya. Sedangkan putri keduanya telah menjadi anak yang cerdas dan cantik, dia selalu memanjakannya. Tidak terlalu ketat padanya dan bahkan membiarkannya kuliah jauh.
"Jangan katakan apapun, aku harus tahu apa yang terjadi pada putriku!" Sarah menatap suaminya agar tidak membela Rahel lagi. Putrinya telah melakukan kesalahan besar, mereka tidak bisa lagi memanjakannya dan menuruti keinginannya.
Ardito tahu istrinya sedang marah. Dia tadinya merasa kasihan melihat putrinya terlihat tertekan. Tapi mendengar kemarahan istrinya, dia tahu tidak ada yang bisa menenangkan wanita itu kecuali mendapatkan penjelasan dari sang putri.
"Ma, Rahel pasti lelah. Dokter juga mengatakan tadi kalau Rahel tidak boleh terlalu lelah. Bayinya akan terganggu!" Zahra yang sejak tadi diam mengingatkan semua orang tentang ucapan dokter, tapi pada kenyataannya Zahra sedang mengipasi api agar lebih membesar.
Benar saja, Sarah semakin murka mendengar ucapan putrinya itu. "Tidak ada yang bisa menghentikanku, siapa ayah dari bayi itu!"
Rahel terkejut saat mamanya tiba-tiba mengguncangkan tubuhnya sangat kuat. Dapat dilihat, Mamanya tidak lagi memiliki kesabaran.
"Ma, Rahel dipaksa. Dan laki-laki itu tidak layak disebutkan. Bahkan jika mama mengetahuinya, laki-laki itu tidak boleh tahu tentang kehamilan Rahel!"
Mencengkram perutnya yang masih rata, Rahel juga benci saat mengetahui kalau dirinya hamil. Bagaimana dia akan melanjutkan kuliahnya, bagaimana dengan masa depannya?
"Rahel! Kamu benar-benar ingin membuat mama mati cepat!" Sarah menangis histeris melampiaskan rasa sesak di dadanya. Kekecewaan itu sangat menyesakkan, hampir membunuhnya.
"Ma, bernapas dulu!" Zahra mengusap punggung mamanya, untuk menenangkan.
Saat semua hanya diam mendengar suara tangisan Sarah, Zahra melirik ke arah Rahel yang juga terlihat sangat linglung. Tersenyum kecil, dia akhirnya melihat gadis muda yang dulu selalu percaya diri kini menjadi sangat bingung.
"Ayo kembali dulu. Kita akan bicara lagi besok!" Ardito hendak membawa istrinya kembali ke kamar, tapi Sarah tiba-tiba menghempaskan tangannya.
Terdengar suara tamparan yang nyaring. Semua orang terkejut, karena ini kali pertama mereka melihat Rahel dipukul.
"Apa yang kamu lakukan pada putriku!" Ardito langsung berdiri di hadapan istrinya, menarik Rahel untuk berdiri di belakangnya.
Sarah menatap suaminya tidak percaya. "Putrimu? Apakah dia hanya putrimu? Dia juga putriku! Apakah menurutmu aku senang mengangkat tanganku padanya? Aku ingin tahu siapa laki-laki yang menghamilinya. Apa yang dilakukannya di luar sana, kenapa bukan fokus kuliah malah bermain-main dan akhirnya membawa malu untuk keluarga kita. Bagaimana kita bisa menanggung kesalahan ini?"
Sarah bicara sambil menangis. Dia benar-benar syok dan marah. Tamparan barusan dilakukannya untuk menghukum Rahel. Dan membuat anak itu segera memberitahunya apa yang telah terjadi.
Rahel tetap bersembunyi di belakang papanya. Memegangi pipinya yang panas. Dia tahu mamanya sudah sangat ingin memukulnya sejak mengetahui tentang kehamilannya di rumah sakit.
"Ma, Rahel sulit mengatakannya karena laki-laki itu sudah punya wanita lain!" Zahra bicara seolah menggantikan sang adik untuk menjelaskan. Lagi-lagi niatnya hanyalah untuk membuat mamanya semakin marah.
Rahel mengangkat kepalanya, mencondongkan tubuhnya untuk melihat dari balik punggung papanya, Zahra yang berdiri di sebelah sang Mama.
Beberapa waktu lalu, Rahel diminta pulang oleh keluarganya, karena Zahra akan menikah. Tidak baik jika adik tidak hadir di acara bahagia sang kakak. Saat itu Zahra menanyakan tentang pacarnya. Hanya Zahra yang tahu tentang hubungannya dengan laki-laki itu, karena Zahra pernah bertemu saat mengunjungi kosannya. Rahel tidak ingin menjelaskan, jadi saat itu dia menjawab jika mereka tidak berhubungan lagi. Dan laki-laki itu juga sudah memiliki pacar baru, jadi lebih baik tidak membahasnya.
Rahel tidak menyangka, di waktu yang kritis, Zahra akan menggunakan kesempatan untuk mengatakan hal tersebut. Dia tahu Zahra tidak menyukainya, tapi biasanya Zahra tidak akan terlalu terang-terangan menunjukkan sikapnya. Mereka akan terlihat akur seperti layaknya saudara di luaran sana.
"Apa itu benar? Kenapa kamu sangat bodoh dan bermain-main dengan laki-laki b******k!" Sarah kembali berusaha menjangkau putrinya dan mendorong suaminya untuk menjauh.
Ardito juga sangat terkejut mendengar ucapan Zahra. Jadi, apakah Zahra juga sudah mengenal laki-laki itu. "Kamu juga tahu siapa laki-laki itu?"
"Yah, Pa. Aku tidak sengaja melihatnya di kosan!" Zahra menjelaskan dengan mimik wajah bersalah.
Saat itu, Rahel yang sudah dipegang oleh Sarah dan sedang dipukuli, juga sangat marah. Zahra benar-benar ingin membuatnya hancur dalam semalam.
Ardito hanya berdiri diam menyaksikan sang istri melampiaskan kemarahan pada putrinya. Dia hanya merasa sangat sedih. Putrinya yang berharga, ternyata sudah sangat besar. Hingga menyembunyikan hal-hal dari mereka.
Ardito adalah seorang wakil kapten kapal. Dia menjadi seorang yang banyak menghabiskan waktu di laut. Berlayar jauh dari rumah, demi bisa menghidupi anak dan istrinya. Sekalinya pulang, dia akan selalu menghabiskan waktu dengan keluarga. Meskipun jarang di rumah, Rahel banyak menelpon dan bercerita padanya. Mereka memiliki hubungan ayah dan anak yang sangat dekat. Tapi, rasanya sekarang putrinya telah dicuri dari tangannya. Kecewa, sedih, marah.
"Sakit, Ma!" Rahel mencoba menahan pukulan, meskipun mamanya tidak menggunakan seluruh tenaga, tapi untuk melampiaskan kemarahan itu juga cukup menyakitkan.
"Sakit? Sakit mana dengan rasa yang kamu berikan pada Mama!" Sarah berhenti memukul, tubuhnya gemetar
Karena menangis.
Rahel mengeraskan rahangnya melihat mamanya kembali menangis. Dia tahu, sekarang mama dan papanya sangat kecewa padanya. Dia benci mantannya yang b******k. Tapi dia lebih benci dengan Zahra.
"Lo puas sekarang!" Rahel membentak Zahra, dia berlalu ke kamar setelah itu.
Rahel sendiri masih sangat terkejut, bagaimana mungkin dia bisa menghibur mamanya dan membujuk papanya? Bahkan dirinya sendiri juga kecewa, sedih dan marah. Kenapa dia hamil anak laki-laki itu?
Mantannya yang b******k itu telah memiliki kekasih baru, hanya setelah sebulan mereka putus. Bahkan sekarang semua teman-temannya juga tahu siapa pacar barunya. Memalukan dan menjijikkan.
Rahel pada akhirnya tidak tahan untuk tidak menangis. Dia tidak lagi menyukai Malik. Laki-laki yang dinilainya baik, ternyata dekat dengan wanita lain saat masih berpacaran dengannya. Setelah memaksanya berhubungan, mereka tidak lagi memiliki kedekatan yang baik. Rahel membencinya, dan Malik juga terlihat tidak peduli. Mereka putus, dan Malik jadian dengan pacar barunya.
Dia marah! Mungkin karena masih tersisa rasa suka di hatinya, sehingga melihat Malik telah melupakannya membuatnya terluka. Tapi tidak mungkin bagi mereka untuk kembali! Rahel tahu, Malik bukan laki-laki yang baik. Kini, apa yang harus dia lakukan, setelah tahu dirinya hamil?
Rahel menangis sangat lama, hingga akhirnya tertidur. Dia sangat frustasi.
Ardito mendengar tangisan putrinya, dia juga tidak tahan untuk tidak meneteskan airmata. Berbalik pergi dengan perasan yang sama kacaunya.
Hanya Zahra yang bahagia. Dia memandangi kamar Rahel dengan senyum lega. Yah, akhirnya Rahel tahu rasanya menjadi anak yang mengecewakan.