“Dasar perempuan jalangg! Seenaknya aja kau dorong ponakanku!” “Miswa, sini sama Mama, Nak …” “Sini sama Mas! Jangan dekat-dekat sama dia!” “Ish, gak mau! Aku mau nyadari perempuan gila ini kalo dia salah nginjak rumah kita!” Sri yang masih tersungkur di lantai berbahan batako, dia menyeringai sembari berdiri. Sedikit meringis sakit sebab Naswa cukup kuat mendorongnya tadi. “Heehh?? Ini juga rumahku! Panji itu suamiku! Jadi aku juga ada hak di rumah ini! Dasar anak kecil!” ketus Sri dengan ekspresi mengejek. Naswa menghela napas panjang sembari menatap ke sembarang arah. Sebenarnya dia tidak suka membuang waktunya dengan hal tidak berguna seperti ini, tapi mau bagaimana lagi. Dia memang harus melindungi keluarganya dari ucapan berbisa wanita jalang yang sudah menguras air mata mamany