EPISODE 12 : Gerilya

4723 Words
Akhirnya, hari yang dinantikan tiba juga. Hari dimana mungkin menjadi hari terakhirku melihat kehidupan dunia ini. Aku sudah memakai kostum yang memudahkanku untuk bertempur. Aku bilang kostum, padahal hanya kaos polo putih ringan dan celana panjang berbahan parasut. Dalam pertempuran, aku lebih mementingkan keringanan badanku, sehingga aku bisa bergerak cepat. Pedang nodachi kesayanganku sudah kubungkus rapi dan kuikatkan dipunggungku. Aku pun menelpon kamar Yuna. "Udah siap Yun?" Tanyaku. "Udah pak. Flight hari ini kembali ke Indonesia jam 11.15." Kata Yuna. Aku melihat jamku, dan jam menunjukkan pukul 07.30 waktu Shanghai. Kami sarapan bersama di restoran hotel. Abby, Fera, dan Diana terlihat sedang mengobrol, mengobrol urusan kantor karena besok mereka akan kembali ke kantor. Mereka kadang meledekku karena menurut mereka, hanya akulah kandidat direktur teknologi berhubung Bu Novi sudah wafat. Sialan mereka, pikirku. Erna pun terlihat senang mendengarkan mereka meledekku. Hanya Yuna yang sepertinya sedang berpikir keras, karena ia tahu apa yang akan kuhadapi. Aku melihat kearah Yuna, dan memberikan gestur agar dia rileks saja. Yuna hanya tersenyum kecil, kemudian kembali merenung. Aku baru ingat di aplikasi pendaftaran karyawan baru, dia menulis merenung sebagai hobinya. Apakah dia sekarang sedang melakukan hobinya? Dalam setengah jam saja, kami sudah selesai sarapan. Kami kembali ke kamar masing-masing untuk packing terakhir dan pengecekan terakhir. Aku bukan orang yang berlama-lama dalam packing, sehingga aku melakukannya dengan cepat, dan meletakkan koperku di depan kamar untuk nantinya diambil oleh bell boy. Pada saat aku meletakkan koperku di depan kamar, ternyata Yuna ada di depan kamarku. "Kenapa Yun? Kaya ada yang mau kamu bicarakan." Tanyaku. Tanpa bicara apapun, Yuna langsung memeluk tubuhku. Weleh, kenapa si Yuna ini? "Udahlah, tenang aja." Kataku sambil mengusap rambutnya yang lurus panjang. "Kembali dengan selamat ya, pak. Aku akan selalu menunggu dan mendoakan bapak, serta memberikan dukungan yang bisa kuberikan." Kata Yuna. "Iya. Makasih Yun, aku bisa sampai disini berkat kamu." Kataku. Kemudian, Yuna mencium bibirku. Setelah mencium bibirku, ia berkata,"I love you." Inilah pertama kalinya Yuna mengungkapkan isi hatinya secara langsung. Aku pun menjawabnya dengan yakin. "I love you too, Yuna." Kataku. Yuna hanya tersenyum manis, dan kemudian kembali ke kamarnya. Jam 08.20, kami berenam sudah berkumpul di lobby hotel. Pihak kepolisian Shanghai rencananya akan menjemput kami pada pukul 10.00 waktu Shanghai. Aku sengaja menyuruh mereka berlima pergi ke bandara dulu, untuk terbang dengan pesawat terpisah menuju Jakarta, sementara aku berhadapan dengan organisasi Myth yang mengakomodir kepolisian Shanghai. Kalau kita semua menolak ajakan kepolisian Shanghai, pastilah mereka akan menyergap kami sewaktu di pesawat nanti, malah membahayakan nyawa orang banyak. Kalau kita berenam ikut ajakan mereka, malah membahayakan nyawa lima orang selain diriku, dimana didalamnya ada dua wanita yang sangat kucintai, yaitu Yuna dan Fera. Ini memang jalan yang terbaik, aku ikut ajakan para polisi itu, sementara mereka berlima pulang naik pesawat komersil. Itu harusnya jauh lebih aman, yah meskipun aku yakin mereka sudah mengantisipasi hal ini sih. Akhirnya, mobil hotel yang bertugas mengantar ke bandara datang juga. Sebelum naik ke mobil, mereka berlima berpamitan kepadaku. "Jangan lama-lama disini bos, nanti malah ngegebet cewek Shanghai." Kata Abby. b******k dia. "Hati-hati ya pak, janji sama aku, bapak pasti pulang ya." Kata Fera. "Iya Fer, kamu tenang aja." Kataku. Untung dia tidak melakukan hal yang ekstrim. Soal affair aku dan Fera, cukup kami berdua saja yang tahu. Diana tidak berkata apa-apa, hanya tersenyum kepadaku. Tapi entah kenapa wajahnya agak... sedih. Kenapa ya? Erna pun juga tersenyum kepadaku. Aku hanya membalasnya dengan seyuman juga. "Udah, nanti aja di rumah, ga usah banyak bicara, nanti ketinggalan pesawat." Kataku. Erna hanya mengangguk sambil tersenyum, kemudian masuk ke mobil. Yuna menatapku dengan cukup lama. Sepertinya ia berharap bisa ikut denganku. Tapi aku menatap matanya dan tersenyum. Aku berkata dalam hati,"Please, jaga dirimu sendiri dan juga mereka, Yun." Sepertinya Yuna menangkap apa yang kukatakan dalam hati. Ia hanya tersenyum dan berpaling masuk ke mobil. Setelah mereka berlima masuk ke mobil, mobil itu pun akhirnya jalan. Tinggal aku seorang diri, yah tepatnya berdua dengan pedang nodachi ku ini. Aku terus menunggu. Setengah jam, satu jam, satu setengah jam... dan akhirnya pukul 10.00 waktu Shanghai. Tiba-tiba, ada yang menepuk pundakku. Aku menoleh, untuk melihat seorang pemuda berkebangsaan Cina, berambut cepak, bertubuh proporsional, mengenakan jas dan celana panjang warna coklat muda. "I'm Yang, from Shanghai Police Department." Kata pemuda bernama Yang itu, seraya menunjukkan kartu polisinya. Aku tidak bisa melihat kebenaran dari kartu itu, karena ditulis dalam bahasa Mandarin. Akan tetapi, fotonya sama, jadi aku cukup percaya saja deh. "I suppose you're looking for me to escort me back to Jakarta? (Saya rasa anda mencari saya untuk mengantar saya kembali ke Jakarta?)" Kataku. "That's right, Mr. Jent. Well, are we good to go? (Itu benar, Pak Jent. Apakah kita siap untuk pergi?)" Kata Yang. Hmmm, hanya memperkenalkan dirinya sendiri tanpa memastikan terlebih dahulu identitasku menandakan bahwa dia tahu siapa aku tanpa perlu bertanya. Kata-kata bahasa inggrisnya yang tidak begitu formal menandakan bahwa ia cukup terlatih dalam bahasa inggris. Tidak menyebutkan jabatan sendiri, mungkin menandakan bahwa ia hanya bersikap kasual. Baiklah, aku ikuti saja permainannya, toh ini memang rencanaku dari awal. "Yes, I think we are good to go. (Ya, kurasa kita siap untuk pergi.)" Kataku. Lalu, pemuda bernama Yang ini mempersilakan aku untuk naik ke mobil yang sudah terparkir di lobi. Sesampainya aku di dalam mobil, Yang menyusulku untuk duduk disebelahku. Di dalam mobil ini hanya ada supir, aku, dan Yang. Sepertinya mereka tidak akan menyergapku disini ya? Tidak lama kemudian, mobil pun berjalan. "Is that thing in your back, a long samurai sword? (Apakah itu di punggungmu, sebuah pedang samurai panjang?)" Kata Yang. "Would you like to know, or would you really like to know? (Kamu mau tahu, atau mau tahu banget?)" Kataku sambil tersenyum. "Perhaps, just like to know. (Mungkin, hanya mau tahu saja.)" Kata Yang. "Well, it is not. It's just a ski-board. (Yah, bukan sih. Ini hanya papan ski.)" Kataku. Yang hanya tertawa mendengar perkataanku, mungkin karena ia tertawa akibat lelucon garing yang kuberikan. Setelah pembicaraan itu, kami lebih banyak diam sepanjang perjalanan. Akhirnya, kami sampai di bandara. Hah? Di bandara ya? Begitu turun, kami melewati jalur khusus yang sudah disediakan, hingga akhirnya kami sampai di hangar. Wah, rupanya aku akan "diantar" dengan pesawat jet pribadi. Aku dan Yang menaiki pesawat jet pribadi itu. Di dalam pesawat itu, ada banyak polisi yang memakai baju lengkap sampai ke kepala. Mereka hanya duduk saja, tidak memberikan hormat atau apapun. Saking tidak bergerak dan bereaksi atas kedatangan kami, aku sampai menyangka bahwa mereka sedang tidur. Mungkinkah mereka semua dibius. Kemudian ada dua orang lagi, kedua-duanya memakai jas dan celana panjang hitam. "(cang cing cung ceng cong...)" Kata salah satu pria, yang perawakan tubuhnya besar dan kekar. "Our guest here cannot speak Chinese, so I think we should show some respect. (Tamu kita disini tidak bisa berbahasa mandarin, jadi kurasa kita harus menghormatinya dengan tidak berbicara dalam bahasa mandarin.)" Kata Yang. "Oh, where are my manners? I'm sorry. My name is Zhang, and this is Hou. We are here to escort you back to Jakarta. (Oh, maafkan diriku. Namaku Zhang, dan ini Hou. Kita disini untuk mengantarmu kembali ke Jakarta.)" Kata orang yang berbicara dalam bahasa mandarin tadi, yang ternyata bernama Zhang. "Okay then, we will takeoff immediately. Please have a seat. (Baiklah, kita akan segera takeoff. Silakan duduk.)" Kata Yang. Aku, Yang, Zhang, dan Hou segera duduk di tempat duduk yang kosong. Aku sengaja duduk di kursi paling belakang, agar mudah mengawasi setiap pergerakan. Mereka bertiga duduk di kursi paling depan. Tidak lama kemudian, pesawat yang kami tumpangi sudah mengudara. Sudah sekitar setengah jam kami mengudara, tapi belum ada pergerakan-pergerakan yang mencurigakan. Hmmm, aku curiga salah satu anggota Myth adalah salah satu dari ketiga petinggi polisi di kursi paling depan itu, karena kurasa mereka lah yang punya akses untuk mengerahkan tenaga sebanyak ini. Tunggu, tapi bagaimana kalau lebih parahnya lagi, ketiga-tiganya ini malah anggota Myth? Yah tidak apa-apa sih, lumayan sekali melempar batu, tiga burung jatuh. Well, entah tiga burung jatuh, atau malah batunya tidak kena dan ketiga burung itu membunuh si pelempar batunya. Atau bisa jadi, mereka bertiga malah bukan anggota Myth, sedangkan anggota Myth yang dimaksud bermaksud menyergap pesawat kami ini selama kami berada di udara. Aku melihat keluar melalui jendela kabin untuk memastikan apakah ada pesawat yang mengikuti kami atau tidak. Hmmm, betul saja. Di luar sudah ada tiga buah pesawat jet yang mengelilingi pesawat tempatku berada ini. Aku segera ke depan untuk memastikan apa yang terjadi. Sampai di kursi depan, aku menemukan bahwa Yang, Zhang, dan Hou tertidur pulas. Hmmm, ini sih pasti dibius, karena aku yakin dalam tugas pengawalan begini, tidak mungkin mereka tidur. Tunggu, apakah mereka tertidur, atau terbunuh? Aku mengambil pergelangan tangan Yang untuk mengecek denyut nadinya, dan ternyata masih berdenyut. Berarti, tinggal ruang pilot yang belum kuinspeksi. Tunggu sebentar. Aku daritadi melihat bahwa ruang pilot selalu tertutup, artinya pilot tidak mungkin keluar dari ruangannya. Yang, Zhang, dan Hou tertidur. Bagaimana cara membuat mereka tidur? Lewat AC kah? Tidak mungkin, jika lewat AC, pastinya aku juga tertidur. Apakah mereka menggunakan teknologi canggih yang aku tidak ketahui? Aku berusaha mengingat-ingat lagi kejadian yang sudah berlalu. Lima mayat polisi yang ada di dalam mobil yang membawa aku dan Yuna... Yang yang tiba-tiba mendatangiku tanpa menanyakan identitasku... Para polisi yang tidak bergerak sedikitpun di dalam pesawat ini... Tiga petinggi polisi yang tiba-tiba tertidur ini... Dan tiga buah pesawat yang mengelilingi kami sekarang ini. Aku berpikir dengan keras, berusaha menyatukan puzzle-puzzle yang seolah bertumpuk ini menjadi satu. Ah, akhirnya aku mengerti apa yang sedang terjadi. Yah, jika deduksi ku benar, maka aku sekarang berada dalam keuntungan besar. Aku menghadap kearah tiga petinggi yang sedang tertidur ini. Ya, sudah jelas anggota Myth adalah salah satu dari mereka ini. Anggota ini sangat hebat, bisa menyembunyikan tanda kehidupannya walau ia sebetulnya tidak tertidur. Mungkin aku harus sedikit hati-hati. "Well, you can pretend to sleep here forever, or you can reveal your act and talk to me now. (Baiklah, kamu bisa berpura-pura tidur selamanya disini, atau kamu bisa membongkar kepura-puraanmu dan berbicara kepadaku sekarang.)" Kataku. "Impressive. How do you know? (Mengagumkan. Bagaimana kamu bisa tahu?)" Tanya Zhang, yang masih menutup matanya. "So, it's you. Do you want to open your eyes? So that we can talk conviniently. Stop pretending to be cool. (Jadi itu kamu ya. Apakah kamu mau membuka mata? Sehingga kita bisa berbicara dengan lebih nyaman. Berhenti sok cool deh.)" Kataku. "Pretending to be cool, eh? Well, yes I do actually. (Sok cool? Yah, sebenarnya aku memang sok cool.)" Kata Zhang sambil membuka matanya. Sialan, apakah dia sedang melucu atau bagaimana ya? "Well, the body of five policemen was found in the vehicle that was used by your companion, Satyr. It is indicating that indeed the organization has infiltrated the Shanghai police. (Yah, mayat lima orang polisi ditemukan di kendaraan yang digunakan oleh temanmu, Satyr. Itu mengindikasikan bahwa organisasi anda telah menyusup dalam kepolisian Shanghai.)" Kataku. "That is too easy, isn't it? (Itu terlalu mudah, iya kan?)" Kata Zhang. "Next, I found that all three of you were fallen asleep, not counting you for pretending to be asleep. Clearly, one of you must be using some kind of drug to make the two others fallen asleep. Because if you're using air conditioner as a means to spread the drug, it will affect me as well. But here am I, healthy and not sleepy at all. (Berikutnya, aku menemukan bahwa kalian bertiga tertidur, tanpa menghitung dirimu yang pura-pura tidur. Sudah jelas salah satu dari kalian pasti menggunakan obat tertentu untuk membuat dua yang lainnya tertidur. Karena jika kamu menggunakan air conditioner sebagai cara untuk menyebarkan pengaruh obat itu, maka obatnya akan berpengaruh padaku. Tapi aku sehat dan tidak mengantuk sama sekali.)" Kataku. "Congratulations congratulations. (Selamat, selamat)" Kata Zhang sambil menepuk tangannya. "A bad welcoming party, it is. (Cara penyambutan yang garing)" Kataku. "Of course. We didn't mean to force you to think. My purpose is clear, to take you to our hideout. (Tentu saja. Kami tidak bermaksud untuk membingungkanmu sama sekali. Tujuanku jelas, membawamu ke markas kami.)" Kata Zhang. "What if I refuse? (Bagaimana jika aku menolak?)" Tanyaku. "Of course we anticipate that. By the way, do you know why the policemen here don't make a move at all? (Tentu saja kita mengantisipasi hal itu. Ngomong-ngomong, apakah kamu tahu kenapa para polisi ini tidak bergerak sama sekali?)" Tanya Zhang. Kemudian Zhang mengeluarkan sebuah remote dari dalam jasnya, dan menekan-nekan tombol yang ada di remote itu. Dalam sekejap, hampir seluruh polisi itu berdiri dan mengarahkan senjatanya kepadaku. "So, eight of them are defect. (Jadi, ada delapan yang rusak.)" Kata Zhang. "Defect? A robot, eh? (Rusak? Robot ya?)" Tanyaku. "A prototype precisely. Well, even a prototype is quite a much for you, I think. (Prototipe tepatnya. Tapi bahkan prototipe pun cukup merepotkanmu kurasa.)" Kata Zhang. "Well, depends on the logic you have implemented. (Yah, tergantung dari logika yang kau implementasikan.)" Kataku. "Well, in this narrow space, how do you expect to face a twelve active prototypes with a machine-gun? (Yah, dalam tempat sempit begini, bagaimana caranya kamu menghadapi dua belas prototipe aktif bersenjatakan senapan berondong?)" Tanya Zhang. "Under normal circumstances, it is indeed quite troublesome. (Dalam situasi normal, itu jelas merepotkan.)" Kataku. "You see, we're always one step ahead. (Kamu lihat, kita selalu satu langkah di depan)" Kata Zhang. Aku hanya menghela napas dan melihat sekeliling. "Yuna, ini saatnya kamu untuk beraksi." Kataku. Setelah aku selesai bicara begitu, tiba-tiba salah satu prototipe polisi yang rusak itu berdiri dan melumpuhkan tiga prototipe aktif itu. Prototipe polisi rusak itu membuka helmnya, dan tampaklah Yuna. "Gimana bapak bisa tahu aku ada disini?" Tanya Yuna dengan santai. "Tidak menawarkan dirimu sendiri untuk ikut denganku adalah pertanda bahwa kamu ingin ikut diam-diam kan?" Tanyaku. Yuna hanya tersenyum mendengar jawabanku. "And I am two steps ahead of you. (Dan aku dua langkah didepanmu.)" Kataku kepada Zhang. Zhang hanya tersenyum saja. Sembilan prototipe aktif itu mulai mengarahkan senjatanya kepada kami. Saat aku dan Yuna bersiap-siap untuk menghindar, tiba-tiba prototipe itu lumpuh satu demi satu. Sesaat sebelum setiap prototipe itu lumpuh, aku mendengar suara sesuatu yang tersamar, ya... suara tembakan pistol. "And I am three steps ahead of you, sir. (Dan aku tiga langkah didepanmu, pak)" Suara seorang wanita dari delapan prototipe yang rusak itu. Salah satu prototipe yang rusak itu membuka helmnya, dan tampaklah wajah Fera. Aku dan Yuna sangat kaget. "Nggak perlu kaget, Yun. Aku tahu kamu mau nyusul Pak Jent saat kamu pura-pura mau ke WC ninggalin kami." Kata Fera. Hmmm, dia tahu? Berarti yang lainnya... Satu-satu prototipe rusak itu mulai membuka helmnya, dan tampaklah Abby, Diana, dan bahkan juga Erna. "Maaf pak, dia memaksa ikut." Kata Fera kepadaku sambil menunjuk Erna. Haduh, semuanya pake muncul segala. Kalau begini kan aku ketambahan pekerjaan untuk melindungi yang lainnya. Tapi ya sudah lah, mau bagaimana lagi? "Okay then, let's have our main dishes, Phoenix. (Baiklah, mari kita mulai hidangan utamanya, Phoenix.)" Kataku. Semua orang yang ada disitu kaget mendengarku menyebut nama Phoenix. "How do you know my existence? (Bagaimana kamu bisa tahu eksistensiku?)" Tanya Zhang. Hmmm, eksistensi? Artinya organisasi ini adalah organisasi yang bukan hanya menyembunyikan keberadaan, tapi bahkan eksistensi. Memang bukan organisasi sembarangan Myth ini. Aku lihat kelima kawanku lainnya juga mengharapkan jawabanku atas pertanyaan Zhang ini. "Well, just picking a random mythical animal. (Yah, hanya memilih binatang mitologi secara acak.)" Kataku. Ekspresi muka semua orang langsung berubah dari kaget menjadi kecewa. "Pfffttt... FUHAAHAHHAAHHAHAAHAHAHAHAHAHAH" Tawa Zhang langsung meledak. Ayolah, apakah lelucon garingku begitu lucu? "I like you, you are a very funny lad. (Aku menyukaimu, kamu orang yang sangat lucu.)" Kata Zhang. "And why is that? (Dan kenapa begitu?)" Kataku. "Because my code name is indeed Phoenix. (Karena kode namaku adalah benar Phoenix.)" Kata Zhang. Wew, kami semua langsung terkejut mendengarnya. Tak kusangka tebakan yang asal-asal itu saja betul. Padahal aku cuma mengambil nama yang acak dari ratusan binatang mitologi yang ada. "Well, in five minutes, this jet will land in a certain island. It will not be a smooth landing, I suggest you all make a preparation for yourself. (Dalam lima menit, jet ini akan mendarat di suatu pulau. Pendaratannya tidak akan mulus, aku sarankan kalian membuat persiapan untuk ini.)" Kata Phoenix. Mendengar hal itu, Yuna langsung memberikan tas parasut dan pelampung. Dimulai dari Erna, karena ia tidak mempunyai pengalaman apapun mengenai ini. Yuna pun juga mengajari Erna bagaimana cara menggunakannya. Setelah itu, ia mulai membagi-bagikan kepada yang lainnya, dan yang terakhir kepadaku. "Yuna, persiapkan pintu darurat dan bawa yang lainnya. Masih ada yang harus aku omongin sama dia." Kataku. Yuna awalnya terlihat ragu, tapi melihat kesungguhanku, akhirnya Yuna mengangguk sambil tersenyum, dan membawa yang lainnya ke pintu darurat di belakang. Sekarang, di depan tinggal aku dan Zhang aka Phonenix. "Well, we have less than five minutes now. Fight me, lad. (Kita punya waktu kurang dari lima menit sekarang. Lawanlah aku.)" Kata Phoenix. "And you shall have your wish. (Dan keinginanmu akan terkabul.)" Kataku sambil membuka sarung pedang nodachi-ku. Aku memegang nodachi-ku dengan reverse grip, sementara Phoenix mengeluarkan senjata yang aneh dan memasangkan di kedua tangannya. Senjata itu berbentuk seperti pisau bulan sabit, sedangkan gagangnya adalah sebatang besi yang terhubung dengan kedua ujung pisau bulan sabit itu. Hmmm, senjata untuk aliran tangan jarak dekat ya? "Attack me first, otherwise I will attack you first. (Seranglah aku duluan, kalau tidak aku yang menyerangmu duluan.)" Kata Phoenix. Hmmm, baiklah. Akan aku coba perhatikan bagaimana cara dia bertahan. Aku langsung berlari, sambil melakukan gerakan berputar untuk menyembunyikan arah serangan pedangku. Saat kira-kira sudah dekat, aku mengambil ancang-ancang untuk menyabetkan pedangku. "Hmmm, not bad. In fact, quite impressive. (Hmmm, lumayan juga. Bahkan, mengagumkan.)" Kata Phoenix. Anehnya, aku tidak merasakan adanya gerakan dari tubuhnya. Karena itu, aku mengubah arah seranganku yang tadinya mengincar perut, menjadi mengincar pundak. BREEETT... Aku berlari melewati tubuhnya, sementara pedangku merobek pundaknya dengan mulus. Kenapa dia tidak menghindar? Kini, jas bagian lengan kanannya sudah basah oleh darah. "Are you really that eager to die? Facing my swordslash head on, and not even made an attempt to dodge it. (Apakah kamu sebegitu ingin matinya? Menghadapi sabetan pedangku terang-terangan, dan bahkan tidak berusaha menghindar sedikitpun.)" Tanyaku dengan heran. "And it seems that you like fighting that much. (Dan sepertinya kamu sangat menyukai pertempuran.)" Kata Phoenix. "How do you know? (Bagaimana kamu tahu?)" Tanyaku. "Well, you could have cut my stomach in two. But sensing that I'm not going to dodge, you changed your mind and slashed my shoulder instead. Don't lie to me, you want to see how strong I am, right? (Kamu bisa saja memotong perutku jadi dua. Tapi kamu merasakan bahwa aku tidak akan menghindar, kamu berubah pikiran dan menyabet pundakku. Jangan berbohong kepadaku, kamu ingin tahu seberapa kuat diriku kan?)" Kata Phoenix. Aku hanya tersenyum mendengar ucapannya. "In that case, I'll show you! (Maka dari itu, akan kutunjukkan!)" Kata Phoenix sambil membuka jas dan kemejanya, sehingga ia kini bertelanjang d**a. Aku bisa melihat pundak kanannya yang tadi tertebas pedang nodachi-ku. Dia memusatkan perhatiannya, dan tiba-tiba luka sabetan di pundak kanannya perlahan-lahan mulai menutup. Tenaga dalam kah? "You seem not surprised by this. (Kamu sepertinya tidak kaget dengan ini.)" Kata Phoenix. "Well, actually I kind of have a vision of that power. Phoenix is a bird that can revive itself from the ashes it produces during its death. (Yah, sebenarnya aku punya penglihatan akan kekuatanmu itu. Phoenix adalah burung yang bisa menghidupkan dirinya sendiri dari abu yang dihasilkan ketika kematiannya.)" Kataku. "Quite knowledgable, aren't you? (Cukup berpengetahuan juga rupanya.)" Kata Phoenix. "Well, let's not wasting time here. We only have three minutes left, if I'm not mistaken. Let us have our bloodlust fulfilled! (Mari kita tidak membuang-buang waktu. Kita hanya punya tiga menit yang tersisa, jika aku tidak salah. Mari kita saling memuaskan dahaga pertarungan kita masing-masing!)" Teriakku. "Hahahahahaha" Tawa Phoenix sambil berlari maju kearahku. Kini, kami bertarung jarak dekat. Pedangku terus menghantam pisau bulan sabit di tangannya, sementara kepala dan badanku sibuk menghindar dari serangan baliknya. Hmm, gerakannya cukup angular. Sepertinya tenaganya cukup kuat, tapi gerakannya mudah dibaca. Ketika pundak kirinya terangkat, artinya ia akan melancarkan serangan persis ke depan dengan tangan kirinya. Saat badannya berputar ke kiri, artinya tendangan kaki kanan memutar akan menyusulnya. Hmmm, tipe petarung jarak dekat ya? Baiklah, bagaimana kalau aku menjaga jarak saja, karena kebetulan pedang nodachiku ini cukup panjang. Jika aku menjaga jarak dan menggunakan mata pisau diujung pedang nodachi-ku ini, harusnya pukulan dan tendangannya tidak akan sampai. Aku meloncat kebelakang satu lompatan, dan mulai menyerang dengan menggunakan mata pisau ujung pedang nodachi-ku. Sejauh ini, dugaanku betul. Mendapat seranganku seperti ini, Phoenix terpaksa harus bertahan saja. Setelah kira-kira bertahan dari kurang lebih tujuh sabetan yang kuarahkan kepadanya, tiba-tiba dia melompat ke belakang sejauh dua lompatan. Hmmm, apakah dia berusaha menjaga jarak agar aku tidak bisa menyerangnya? Tidak, bukan! Kalau itu memang maksudnya, dia cukup melompat kebelakang satu lompatan saja. Melompat dua lompatan kebelakang, pastilah dia mau... SYUUNNNGGG! Aku langsung menunduk. Betul saja perkiraanku, dia melempar pisau bulan sabit yang ada di tangan kirinya. Rupanya aku salah, pegangan pisau bulan sabit itu bukan sebatang besi lurus, tapi sebatang besi yang dibengkokkan dengan sudut mengikuti bulan sabitnya. Pegangan seperti itu akan membuat pisau itu setelah dilempar... WUUUTTTT! Aku langsung berguling ke kiri. Ya ampun, terlambat sedikit saja, kepalaku pasti sudah berguling di lantai akibat senjata itu. Aku sudah menduga bahwa senjata itu akan berbalik layaknya seperti bumerang. Tapi yang tidak aku duga adalah, pisau bulan sabit itu bergerak dengan sangat cepat ketika berbalik. Dan yang anehnya, saat pisau itu dilempar kearahku, pisau itu berputar layaknya karena dipengaruhi oleh gaya sentrifugal. Akan tetapi, pada saat pisau bulan sabit itu akan kembali layaknya seperti bumerang, pisau itu melaju tanpa berputar dengan mata pisaunya menghadap kearahku. Aneh, secara ilmu fisika, harusnya itu tidak mungkin. Sial, rupanya alisku terserempet senjata tadi, sehingga darah yang keluar menutupi mata kananku. "Geez. What kind of trick was that? (Huff. Trik apa tadi itu?)" Tanyaku. "Why don't you find it out? (Kenapa tidak kamu cari tahu?)" Kata Phoenix. "Then throw it again. (Kalau begitu, lemparkan lagi.)" Kataku. Tanpa membuang waktu, Phoenix langsung melempar pisau bulan sabit di tangan kirinya, kali ini lebih cepat dari tadi. Aku tidak bermaksud untuk menghindarinya, melainkan aku mengumpulkan tenaga ki-ku dan mengalirkannya ke pedang nodachi-ku, dan menyabetkan pedangku kearah depan. Sekedar pengetahuan, tenaga ki adalah tenaga aura dalam tubuh yang selalu mengalir. Jika tenaga itu bisa kita kendalikan, kita bisa membuat pukulan dan pertahanan kita menjadi lebih kuat dari biasanya. Bahkan jika kita bisa mengalirkannya ke suatu benda, kita bisa mengubah benda yang tadinya elastis menjadi keras, membuat rambut menjadi jarum, kain baju menjadi baju besi, ataupun pedang yang tajam menjadi lebih tajam lagi. CRIIINNGGG! Kali ini pisau bulan sabit itu terbelah dua. "Hooo, you can even cut a steel with your ki. Impressive. (Hooo, kamu bahkan bisa memotong besi dengan tenaga ki milikmu. Mengagumkan.)" Kata Phoenix. Aku melihat pisau bulan sabit yang terbelah dua itu. Aha, di kedua ujung bulan sabitnya terdapat lubang kecil. Dan ternyata, di dalam pisau itu terdapat alat yang tidak pernah kulihat. Tapi dari bentuknya, cara kerjanya kutebak seperti kincir angin, yang berputar ketika mendapat angin. Jadi, begitu pisau itu dilempar, alat itu akan berputar. Dan ketika pisau itu akan kembali layaknya seperti bumerang, kecepatan pisau itu akan berkurang. Saat itu, alat itulah yang akan mengambil alih. Dengan angin yang diproduksi oleh alat itu, laju pisau akan sangat kencang ketika akan kembali. Aku lihat sekilas, alat itu memiliki komponen elektrik didalamnya untuk memperkuat laju putaran sehingga menghasilkan angin yang lebih dari biasanya. Sedangkan beberapa komponen lagi, aku tidak tahu apa itu karena belum pernah kulihat. Bagi orang yang terlambat bereaksi, pisau ini akan sangat mematikan. Myth... organisasi yang cukup menakjubkan, bisa membuat alat seperti ini. "Let's stop here, lad. This jet is going to "land" (Mari kita berhenti. Jet ini akan segera "mendarat")" Kata Phoenix. "Well, too bad we cannot finish our battle. (Yah, sayang sekali kita tidak bisa menyelesaikan pertempuran kita.)" Kataku. "Hey lad, you're really impressive. Not only you're strong, but you're very analytical and extremely calm during battle. Do you even afraid of death? (Hey kawan, kamu sangat mengagumkan. Tidak hanya kuat, tapi kamu sangat analitis dan tenang selama pertarungan. Apakah kamu takut akan kematian?)" Tanya Phoenix. "Well, not sure if I'm afraid or not. I simply follow fate. Because when fate says that you die, then there's nothing you can do to prevent it. (Yah, tidak yakin sih takut atau tidak. Aku hanya mengikuti takdir. Karena ketika takdir memutuskan kamu untuk mati, maka tidak ada yang bisa dilakukan untuk mencegahnya.)" Kataku. Phoenix hanya terdiam sebentar, lalu tertawa. "Hahahahahahahaha. Interesting... interesting. Hey lad, join us. (Hahahhahahaha. Menarik... menarik. Kawan, bergabunglah dengan kita.)" Kata Phoenix. "I see no reason why I should join you. (Aku tidak melihat alasan mengapa aku harus bergabung denganmu.)" Kataku. "Well, I do really like fighting, like it so much. With you as my partner, I'm sure we will be an undefeatable melee fighter ever alive in this planet. (Yah, aku sangat suka bertarung, sangat suka. Dengan kamu sebagai partnerku, aku yakin kita akan menjadi petarung jarak dekat yang tidak terkalahkan yang pernah ada di planet ini.)" Kata Phoenix. "What a freaky bastard. (Kamu memang seorang yang aneh.)" Kataku. "Hahahaha. I expect that answer coming from you. Well in that case, let me help you. The island that we're all going to land is one of Myth's hideout. Be careful there, head for the main facility. I will leave one jet airplane there. Escape with it. Well, hopefully your comrades know how to fly one. (Hahahaha. Sudah kuduga begitu jawabanmu. Kalau begitu, aku akan menolongmu. Pulau yang akan kita darati adalah salah satu dari markas Myth. Hati-hatilah disana, Pergilah ke markas utama. Aku akan menyediakan satu pesawat jet disana. Kaburlah dengan itu. Semoga saja teman-temanmu tahu cara menerbangkannya.)" Kata Phoenix. "And why should I trust you? (Dan kenapa aku harus mempercayaimu?)" Tanyaku. "Because that's the only choice you have. (Karena hanya itulah pilihan yang kamu punya.)" Kata Phoenix. "Then, why do you so eager to help me? (Kalau begitu, kenapa kamu sebegitu inginnya menolongku?)" Tanyaku. "Well, I really hope that you can survive through this. Because you still can get stronger. Polish your skill to the limit. And after that, we shall have our rematch, if you're still decide not to join us. (Aku sangat berharap kamu bisa bertahan hidup dari ini. Karena kamu masih bisa bertambah kuat lagi. Asahlah kemampuanmu sampai puncaknya. Dan setelah itu, kita akan bertarung lagi, jika kamu masih kukuh untuk tidak bergabung dengan kami.)" Kata Phoenix. Hmmm, betul-betul suka sekali bertarung ya dia ini? Baiklah, aku akan mempercayainya dan menerima tantangannya. "And that will be the time you will unleash your true power? (Dan itu adalah saatnya dimana kamu betul-betul serius dalam bertarung?)" Tanyaku. "Oh, so you're well aware that I'm not using my full power? (Oh, jadi kamu tahu bahwa aku tidak serius sama sekali?)" Tanya Phoenix. "Of course. My eyes are well-trained so I can see the ki flowing out of your body. And it is not even half of the ki that you used when you were healing yourself from my swordslash. (Tentu. Mataku sangat terlatih sehingga bisa melihat tenaga ki yang keluar dari tubuhmu. Dan tenaga ki yang mengalir dari tubuhmu saat bertarung itu bahkan tidak sampai setengah dari tenaga ki yang kamu gunakan untuk menyembuhkan pundakmu dari sabetan pedangku.)" Kataku. "And please be aware that my eyes are well-trained as well. Hence, I know that you're still hiding your true powers. (Dan ketahuilah bahwa mataku juga sangat terlatih. Maka, aku tahu bahwa kamu masih menyembunyikan kekuatanmu yang sebenarnya.)" Kata Phoenix. Kami sama-sama tersenyum mendengar hal itu. "By the way, don't you worry about those planes. Those planes are only here to shoot this plane down in case I die. (Oh iya, kamu tidak usah mengkhawatirkan pesawat-pesawat itu. Pesawat-pesawat itu hanya bertugas untuk menembak jatuh pesawat ini seandainya aku terbunuh olehmu.)" Kata Phoenix. Aku berbalik badan menuju pintu darurat untuk terjun menggunakan parasut. Sesampainya di pintu darurat, aku lihat kita sudah mencapai daratan. Aku segera melompat tanpa melihat kebelakang, sehingga aku tidak tahu apa yang terjadi pada Phoenix. Setelah mengudara, aku sempat melihat geografis pulau ini. Ada sebuah gedung yang dari bentuknya aku duga merupakan reaktor nuklir, dimana gedung itu dikelilingi pagar besi dan hutan lebat. Hah, sepertinya akan sulit. Saat sudah mencapai ketinggian yang kira-kira cukup, aku menarik tali parasutku. Aku hanya bisa menunggu untuk mendapatkan jawaban kemanakah angin akan membawaku.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD