. Eztyo duduk termenung di kursi kayu bersandaran tinggi di kepala meja. Tatapan matanya terfokus lurus menatap permukaan halus meja dengan motif asli kayu. Kedua tangannya membentuk piramida yang menopang dagu dan dahinya bergantian. Ada sepaket masalah yang harus segera ia putuskan petang ini juga. “Katakan semuanya, Angkasa,” pinta Eztyo berwajah serius. Angkasa sama bungkamnya semenjak ia tiba di ruman aman ini. Dia duduk di ujung lain meja, berhadapan langsung dengan Eztyo—tempat yang memang sudah disediakan untuknya. Mereka saling hening di ruangan luas yang didominasi warna abu terang ini. Oyan menunggu di belakang Eztyo dengan tatapan heran dan seperti berusaha membaca roman wajah Angkasa yang bisa begitu berbeda dibanding siang tadi. “Aku belum tahu a