Bab 8

1021 Words
Karlina berjalan masuk ke dalam ruang kerja milik Zevanya sambil membawa beberapa berkas yang harus ditanda tangani oleh atasannya itu. Sepanjang perjalanan menuju meja Zevanya ia memperhatikan keadaan sekitar ruangan tersebut dengan tatapan bingung. “Ini Bu berkas-berkas yang harus anda tanda tangani,” ujar Karlina begitu sudah berdiri di depan meja Zevanya dan meletakkan berkas-berkas ditangannya itu ke atas meja. Zevanya segera meraih tumpukan berkas-berkas tersebut dan mulai mengambil satu berkas untuk ia baca sebelum ditanda tangani. “Kamu lagi merhatiin apa?” tanya Zevanya yang menyadari bahwa sekretarisnya ini sedang memperhatikan sekitar ruang kerjanya saat ini. “Pak Daniel dimana Bu?” tanya Karlina akhirnya setelah dari tadi sudah merasa penasaran. Zevanya mengangkat kedua bahunya, menandakan bahwa ia tidak tahu dimana keberadaan Daniel. “Udah mampus kali,” jawabnya asal dengan mata ynag masih fokus pada berkas-berkas yang dibawa oleh Karlina. “Dia beneran ditugasnya Tuan Endiwarma untuk mengawasi anda Bu?” tanya Karlina lagi. Ia sudah sangat penasaran dari tadi pagi, namun baru sekarang punya kesempatan untuk menanyakan langsung pada atasannya itu. “Bukannya dia sudah menjelaskan semuanya di ruang rapat tadi, apa kamu tuli sampai harus nanya lagi ke saya,” ujar Zevanya dengan nada sinis. Berbeda dengan pegawai lain yang mungkin akan langsung ciut dan takut dengan jawaban Zevanya barusan. Karlina malah nampak santai karena sudah terbiasa dengan perilaku atasannya tersebut yang memang memiliki tempramen yang buruk. “Ya emang iya dia udah jelasin, cuma kan kalau dijelasin Ibu lebih afdol,” jelas Karlina. Zevanya meletakkan berkas yang sednag ia baca di atas meja dan menatap tajam pada sekretarisnya itu. “Berapa kali saya peringatkan kamu untuk mengurangi kebiasaan kamu yang suka bergosip itu? Fokus saja pada pekerjaan kamu dan berhenti membicarakan hal-hal yang nggak penting,” ujar Zevanya dengan nada tegas. Karlina akhirnya hanya bisa menghela nafas sambil memberikan anggukan pada atasannya itu. Walau kalimat yang dilontarkan Zevanya cukup keras menyindirnya, tapi Karlina sama sekali tidak merasa tersinggung. Ia sudah bekerja dengan zevanya selama hampir lima tahun lamanya dan hanya dia pegawai yang paling lama bertahan untuk bekerja dibawah zevanya yang memiliki tempramen yang mudah marah tersebut. Seiring berjalannya waktu, tanpa sadar Zevanya juga mulai terbiasa dengan sifat-sifat Karlina yang gampang kepo dan suka menanyakan hal-hal random padanya walaupun tidak akan pernah benar-benar ia jawab. Keduanya seakan sudah saling mengerti dengan sifat dan sikap masing-masing, sehingga sudah saling terbiasa menerima sifat-sifat tersebut. Di tengah pembicaraan Zevanya dan karlina, pintu ruangan Zevanya tiba-tiba dibuka oleh seseorang yang mana orang itu adalah Daniel. Ia berjalan masuk ke dalam ruangan dengan tangan yang memegang kantong plastik besar. Daniel meletakkan kantong plastik yang ia baah di meja kecil dekat sofa yang berada di tengah ruang kerja Zevanya kemudian berjalan ke arah Zevanya yang duduk di meja kerjanya. Begitu ia berdiri di samping zevanya, ia langsung mengambil berkas yang ada di tangan wanita itu kemudian menutupnya dan meletakkannya di atas meja. “Apa-apaan sih kamu?” Tanya Zevanya menatap tajam pada pria yang berdiri di sampung kursinya ini. “Berhenti dulu mengerjakan pekerjaan anda Nona Agatha, sekarang waktunya anda untuk makan siang," ujar Daniel dengan nada datar namun tetap ada kesan tegas di dalam kalimatnya itu. Perkataan Daniel tentu saja membuat Zevanya maupun Karlina terkejut mendengarnya, keduanya sampai melongo karena tidak menyangka Daniel akan memaksa Zevanya untuk makan. “Apa kamu gila? Jelas-jelas tadi sudah saya jelaskan kalau saya nggak makan siang,” ujar Zevanya setengah berteriak untuk menunjukkan kekesalannya saat ini. Ia sudah akan kembali meraih berkas yang ada di atas meja, namun Daniel segera meraih kedua tangannya dan mencengkramnya kuat. “Bu zevanya, saya pamit undur diri,” ujarnya berpamitan. Ia tentu saja tidak ingin berada di tengah konflik dua insan manusia yang sama-sama memiliki aura intimidasi yang kuat ini. Tanpa menunggu jawaban dari atasannya itu, karlina segera berbalik dan berjalan cepat keliuar dari ruang kerja Zevanya. Meninggalkan atasannya itu bersama bodyguardnya yang masih saling menatap penuh permusuhan. “Lepasin tangan saya. Kamu nggak punya hak sama sekali untuk mengatur kapan saya harus makan,” ujar Zevanya penuh amarah. Tanpa mempedulikan perkataan Zevanya yang saat ini masih menatap marah padanya, daniel malah segera menyelipkan satu tangannya ke belakang lutut kaki zevanya dan tangan lainnya ke belakang punggung wanita itu. Dalam beberapa detik Zevanya sudah berada di dalam gendongan Daniel yang saat ini membawanya ke arah sofa yang ada di tengah ruang kerjanya. “LEPASIN SAYA. LANCANG BANGET SIH KAMU,” teriak Zevanya penuh amarah sambil memberontak di dalam gendongan Daniel. Tenaga Zevanya yang memberontak sama sekali tidak berarti bagi Daniel. Ia tetap dengan mudah membawa tubuh kecil Zevanya yang kemudian diletakkan di atas sofa lalu Daniel berdiri di atasnya sambil membungkuk ke hadapan wanita itu dengan kedua tangan di kedua sisi tubuh Zevanya, seakan mengunci wanita itu agar tidak bisa bangun dari atas sofa. “Mau kamu apa sih sebenarnya? Lepasin saya,” perintah zevanya yang terus-terusan meluapkan kemarahannya pada Daniel. Tangannya bergerak mendorong tubuh Daniel yang saat ini berada di atas dirinya. Melihat Zevanya yang terus memberontak membuat Daniel semakin menunduk hingga tubuh mereka hanya berjarak beberapa senti saja. Zevanya langsung terdiam saat menyadari bahwa wajahnya hanya beberapa senti berjarak dengan wajah Daniel saat ini, membuatnya bisa merasakan hembusan nafas Daniel yang menyapu kulit wajahnya. “Jangan macam-macam Daniel. Saya bakal teriak sekarang juga,” ancam Zevanya. Seperti kebiasannya, Daniel sama sekali tidak merasa takut dengan ancaman yang diberikan oleh wanita di hadapannya ini. “Saya nggak akan macam-macam jika anda mau menuruti perkataan saya. Habiskan makan siang yang saya bawakan saat ini, atau…..” Daniel tidak menyelesaikan perkataannya, namun bibirnya bergerak mendekati area leher Zevanya dan berhenti di sana, ia kemudian memberikan tiupan pelan di kulit leher Zevanya. Apa yang dilakukan Daniel tentu saja memberikan sensasi pada tubuh Zevanya yang membuatnya bergidik hingga merinding “Oke…oke.. saya makan sekarang,” jawab Zevanya sambil mendorong kuat tubuh Daniel agar menjauh darinya. Mendengar jawaban tersebut membuat Daniel tersenyum puas kemudian segera bergerak menjauh dari Zevanya dan duduk di salah satu sofa yang ada di hadapan wanita itu. Ia tersenyum puas memperhatikan Zevanya yang dengan wajah kesal sedang mengeluarkan makanan yang ada di kantong plastik yang ia bawa tadi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD