Bab 18

1619 Words
Pintu Apartemen Zevanya dibuka dari luar dan terlihat Daniel yang sedang membantu memapah wanita itu masuk ke dalam apartemen. Sepanjang perjalan masuk ke apartemen dan lanjut ke arah kamar, berkali-kali Zevanya meringis kesakitan karena rasa perih di punggungnya saat ini. Sejujurnya Daniel ingin membantu Zevanya dengan menggendong wanita itu. Namun, Zevanya bersikeras menolak tawaran Daniel dan hanya membiarkan pria itu membantunya dengan memapah dirinya saja. Setelah melalui perjalanan yang cukup panjang karena kondisi Zevanya saat ini. Keduanya bernafas lega saat Zevanya akhirnya sampai di kamarnya dan duduk di atas ranjang. “Tunggu di sini, saya panggilkan dokter untuk memeriksa anda ,” ujar Daniel yang segera mengeluarkan ponselnya yang berada di saku celana. “Berhenti. Nggak perlu memanggil dokter," perintah Zevanya. Suaranya saat ini nampak begitu lemah karena kondisinya. “Nona Agatha, kondisi anda saat ini perlu untuk dilihat oleh dokter,” jelas Daniel menatap kesam pada wanita di hadapannya ini. Zevanya memberikan gelengan. “Saya lebih tahu kondisi saya dibandingkan kamu. Lebih baik kamu keluar dari kamar saya sekarang,” perintah Zevanya. Daniel tentu saja keberatan dengan perkataan Zevanya. “Jangan keras kepala Nona Agatha, bagaimana jika nanti luka anda malah infeksi?” Tanya Daniel dengan nada kesal. “Di saat seperti ini bukan saatnya anda untuk berlagak kuat dan tegar.” Zevanya tersenyum sinis mendengar perkataan Daniel. Ia mengangkat wajahnya yang menunduk kemudian menatap Daniel yang berdiri di hadapannya dengan tatapan tajam. Tangannya bergerak perlahan ke depan kemejanya dan mulai membuka satu persatu kancing kemeja tersebut. Daniel mengerutkan alisnya menatap bingung pada Zevanya. Ia tentu saja bertanya-tanya apa yang akan dilakukan wanita ini. Setelah seluruh kancing kemeja yang dikenakan Zevanya terbuka, ia segera melepaskan kemeja tersebut sehingga hanya tersisa sebuah tank top putih yang membalut tubuhnya. Tank Top tersebut bertali spaghetti serta bagian belakang yang cukup rendah sehingga menampilkan setengah bagian punggung Zevanya. Daniel nampak terkejut saat melihat secara langsung kondisi punggung Zevanya saat ini. Selain luka-luka baru yang nampak merah di punggung Zevanya, ternyata ada cukup banyak bekas luka lama yang sepertinya sudah sembuh. Malam itu saat Zevanya mabuk, keadaan kamar yang gelap serta posisi tubuh Zevanya yang berbaring di atas ranjang membuat Daniel sama sekali tidak menyadari bahwa wanita itu memiliki begitu banyak bekas pukulan dan cambukan di punggungnya. “Luka seperti ini sudah menjadi hal biasa untuk saya Daniel, jadi kamu nggak perlu repot-repot memanggil dokter. Saya bisa mengatasinya sendiri.” Zevanya mulai kebingungan saat menyadari Daniel hanya diam dan tidak menjawab perkataannya. Pria itu berdiri tegak dan tidak bergerak sama sekali dengan mata yang fokus menatap ke arah punggungnya saat ini. “Saya nggak butuh rasa simpati kamu Daniel, jadi lebih baik kamu keluar sekarang,” perintah Zevanya. “Ta….” “KELUAR,” potong Zevanya penuh penekanan. Merasa tidak ingin memperburuk kondisi emosi Zevanya saat ini, Daniel akhirnya memberikan anggukan kemudian berjalan menuju pintu dan keluar dari kamar Zevanya. Setelah menutup kamar wanita itu, Daniel berjalan menuju balkon. Sampai di area balkon, Daniel segera merogoh saku celananya dan mengeluarkan ponselnya. setelahnya ia menekan ikon panggilan pada nomor yang ingin ia hubungi, ponselnya langsung di arahkan ke arah telinganya. “Saya batalkan perintah saya waktu itu. Jangan lagi menggagalkan atau menganggu proyek maupun kerja sama yang akan dilakukan Gadi’s Hotel,” ucap Daniel yang langsung memberikan perintah pada orang di seberang telepon begitu panggilan telepon tersebut tersambung. “……..” “Kamu nggak perlu tahu alasannya. Pastikan semua kerja sama Gadi’s Hotel aman dan tidak terjadi masalah lagi.” Daniel segera memutuskan sambungan telepon dan memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celana. Pandangannya kemudian lurus ke depan menatap pemandangan kota Jakarta dari tempatnya berdiri saat ini. Endiwarma Gadi. Ternyata kamu tidak hanya kejam pada orang lain. ***** Di tengah lamunannya, Daniel dikejutkan dengan suara bel dari arah pintu apartemen yang menandakan ada seseorang yang datang. Ia pun segera melangkah masuk kembali ke dalam apartemen setelah sudah cukup lama hanya berdiri diam di balkon. Sampai di depan pintu apartemen, ia langsung meraih gagang pintu dan membukanya. Setelah pintu sudah terbuka sempurna, terlihat Karlina yang berdiri di depan apartemen Zevanya dengan wajah khawatir. “Dimana Bu Zevanya?” Tanya Karlina langsung setelah melihat Daniel di depannya. “Di dalam kamarnya,” jawab Daniel singkat. Tanpa menunggu lama Karlina segera menerobos masuk ke dalam apartemen melewati Daniel di depannya dan berlari ke arah kamar Zevanya. Sampai di depan pintu, wanita itu langsung mengetuk beberapa kali pintu kamar atasannya itu. “Bu Zevanya, ini saya Karlina,” ujarnya memanggil Zevanya. “Masuk.” Mendengar perkataan Zevanya dari dalam kamar dengan semangat Karlina langsung meraih gagang pintu dan masuk ke dalam kamar tersebut. Karena terburu-buru ia tidak menutup rapat pintu tersebut dan menyisakan celah kecil. “Bu Zevanya, anda baik-baik saja?” Tanya Karlina dengan nada khawatir. “Apa kamu lihat kondisi saya ini baik-baik saja?” Tanya Zevanya dengan nada ketus. “Maaf Bu,” jawab Karlina dengan wajah bersalah. Airmata perlahan mulai membasahi kedua pipi wanita itu. Zevanya tentu saja terkejut mendapati Karlina yang tiba-tiba menangis di hadapannya. “Ngapain sih pake acara nangis segala? Kaya baru pertama kali aja kamu lihat kondisi saya kaya gini,” gerutu Zevanya. Karlina mengusap pipinya yang basah kemudian dengan mata yang terus menatap lekat pada Zevanya. “Karena udah terlalu sering ngelihat Bu Zevanya kaya gini makanya saya nangis. Mau sampai kapan Bu Zevanya harus menderita karena ulah Tuan Endiwarma?” ujar Karlina di tengah isak nya saat ini. Zevanya tertawa miris. “Memangnya hubungan darah kami ini ada tenggak waktunya yang bisa selesai kapan saja?” Tanya Zevanya. “Harusnya dengan hubungan darah kalian dia tidak memperlakukan anda seperti ini. Jelas-jelas anda adalah putri kandungnya, tapi dia tidak segan-segan menyiksa anda bahkan selalu memberikan ancaman dengan menyiksa istrinya sendiri agar anda mau menurut dan tidak berani membantahnya," gerutu Karlina meluapkan kekesalannya. Perkataan Karlina membuat Zevanya tertawa kecil memikirkan kehidupannya ini. “Menjadi putri tunggal salah satu konglomerat ternama, menjadi CEO salah satu hotel bintang lima, hidup dalam kemewahan dan disegani serta dihormati oleh beberapa orang. Mungkin ini resiko yang harus saya dapat untuk semua privilege itu,” ujar Zevanya dengan nada santai. Karlina memberikan gelengan dan ekspresi wajahnya yang nampak tidak terima dengan perkataan Zevanya. “Sudahlah, jangan terlalu banyak mengeluh. Lebih baik kamu bantu saya untuk mengobati luka ini,” perintah Zevanya. Karlina segera memberikan anggukan. Ia kemudian berjalan ke arah meja kecil dekat ranjang dan membuka lacinya, dimana di dalam laci tersebut ada sebuah kotak yang berisi obat-obatan yang biasa digunakan Zevanya tiap kali ia selesai disiksa oleh Papanya. Di tengah kesibukan Karlina mengobati luka atasannya itu, keduanya tidak menyadari bahwa pembicaraan mereka tadi di dengar oleh Daniel yang saat ini berdiri di samping pintu dan bersandar di diding. Banyak sekali pemikiran dan dugaan yang berputar di kepalanya saat ini setelah mendengar pembicaraan antara Zevanya serta Karlina. ***** Karlina terlihat begitu sibuk memasak di dapur yang ada di apartemen Zevanya. Ia tersenyum puas saat sup yang ia masak akhirnya sudah matang. Tanpa menunggu lama wanita itu segera mengambil sebuah mangkok kecil dan menyendokkan sup tersebut ke dalam mangkok, tidak lupa ia juga mengambil sepiring nasi, barulah kemudian piring dan mangkok tersebut di letakkan di atas nampan. “Tinggal air minum,” gumam Karlina. Ia kemudian segera berbalik untuk mengambil gelas dan mengisinya dengan air, namun wanita itu dikejutkan dengan kehadiran Daniel yang berdiri di dekat pintu dapur. “Pak Daniel,” ujar Karlina spontan. Ia kemudian segera menunduk karena merasa gugup dengan sorot mata tajam pria yang menatapnya itu. Sejujurnya jika dipikir-pikir, jabatan Karlina tidak lebih rendah dari Daniel. Namun kharisma dan tatapan mengintimidasi dari Daniel entah kenapa membuat Karlina secara otomatis langsung bersikap segan dan sedikit takut pada pria itu. Padahal Karlina sudah sangat sering berhadapan dengan bodyguard-bodyguard dari Endiwarma Gadi yang lainnya. Namun Daniel seperti memiliki aura yang berbeda yang membuat orang yang berada di sekitarnya otomatis menunduk pada dirinya. “Sa..saya kira anda sudah pulang,” ujar Karlina dengan suara terbata karena gugup. Daniel segera menunjuk ke arah salah satu pintu kamar yang ada di apartemen tersebut. “Saya menggunakan kamar itu,” jawab Daniel dengan ada datar. Karlina tentu saja terkejut mendengar jawaban pria tersebut. “Anda tinggal di sini?” Tanya Karlina yang nampak sangat syok. Daniel mengangguk santai sebagai jawaban. “Ada hal yang ingin saya tanyakan ke kamu Karlina.” “Apa itu?” Tanya Karlina yang mulai penasaran. “Sejak kapan Nona Agatha mengalami kekerasan dari Tuan Endiwarma?” Karlina terdiam memikirkan pertanyaan Daniel sebentar sebelum akhirnya memberikan gelengan. “Saya nggak tahu sejak kapan Bu Zevanya sering disiksa oleh Direktur. Tapi yang pasti saat saya pertama kali bekerja dengannya dia memang sudah memiliki luka bekas pukulan lainnya,” jelas Karlina. “Sudah berapa lama kamu bekerja dengan Nona Agatha?” Karlina kembali terdiam seperti tengah menghitung dengan seksama. “Kalau nggak salah udah hampir enam tahun. Yang pasti dari pertama Bu Zevanya mulai menjabat sebagai CEO Gadi’s Hotel,” jawab Karlina. “Seingat saya dulu Bu Zevanya bukan hanya punya bekas luka di punggung seperti sekarang. Dulu waktu dia belum pindah ke apartemen ini, dia sering memiliki lebam di wajah, di tangan dan kaki bahkan pernah ada luka bakar. Sekarang sepertinya Direktur sudah tidak berani memukul Bu Zevanya di bagian-bagian yang gampang terekspose karena takut dilihat orang.” Setelah selesai mengatakan semua dari mulutnya baru akhirnya Karlina tersadar. Ia langsung menutup mulutnya karena terkejut sudah menceritakan semua tentang atasannya itu pada Daniel. “Tolong jangan bilang pada Bu Zevanya kalau saya yang ceritakan semua itu pada anda ya,” mohon Karlina. Ia kemudian segera meraih nampan yang ada di atas meja dapur dan langsung berjalan keluar dari dapur. Meninggalkan Daniel yang masih berdiri diam di area dapur dengan berbagai macam pikiran yang berkecamuk di kepalanya saat ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD