MANTAN ORGANIK 18 - KEBERHASILAN PERTAMA

2026 Words
Melupakan ketegangan yang terjadi karena masalah Dafa, mereka harus kembali membahas masalah mantan organik yang ternyata masih mereka jalankan dengan cara lain. Ajeng tidak ingin usahanya sia-sia. Juga, Andin dan Ayu yang merasa sudah cukup lelah karena hal ini tidak ingin berhenti begitu saja. Jadi, karena angket mereka disita oleh guru, mereka menggunakan website untuk menjalankan misi selanjutnya. Ketiga remaja itu sibuk makan camilan sambil menatap layar laptop di depan mereka. Serius menyeleksi calon pertama dari mantan organik. "Yang ini kayaknya--" "Nggak!" potong Andin dan Ayu serempak saat Ajeng menunjuk satu profil. Benar, Ajeng memang tidak pandai memilah laki-laki. Bahkan, Andin dan Ayu sendiri sudah melihat kalau yang dipilih Ajeng itu sangatlah tidak tepat. "Ya udah, iya." Ajeng melanjutkan menggulir layar yang masih menunjukkan beberapa profil. "Eh, stop di situ, Jeng." Andin menahan lengan Ajeng yang membuatnya berhenti. Ketiganya saling pandang dan mengangguk tanda setuju dengan apa yang mereka lihat itu. Ayu langsung mencatat namanya. "Tinggal ceweknya. Ayo semangat!" seru Ajeng. Andin dan Ayu semakin bersemangat dan memicingkan matanya demi melihat dengan baik. "Stop, Jeng." Kali ini, Ayu yang menghentikan gerakan Ajeng. "Yakin mereka?" tanya Ajeng. Andin dan Ayu mengangguk serempak dan mulai menghubungi kedua orang yang sudah mereka pilih tersebut. "Udah gue hubungin dan gue harap kali ini semuanya berjalan lancar." ucap Ayu setelah menaruh ponsel khususnya. "Hmm... Semoga saja kali ini match." sambung Andin. "Kerja keras kita bakal segera membuahkan hasil!" pekik Ajeng. Ketiganya sudah menyiapkan beberapa pertanyaan tambahan kepada kedua kandidat demi meyakinkan kalau pilihan mereka memang tidak salah sama sekali. "Kita balik dulu, ya. Buat langkah selanjutnya, kita bahas besok lagi." pamit Andin kepada Ajang karena hari sudah cukup sore dan mereka tidak ingin kemalaman. "Oke." balas sang empunya rumah. Ajeng tersenyum puas menatap layar di hadapannya. Berharap misinya kali ini lancar tanpa hambatan apapun mengingat sebelumnya selalu ada saja yang membuat misinya gagal. "Kak, kalian lagi ngapain, sih?" tanya Mira yang menyembulkan kepalanya ke kamar Ajeng. Melihat sang adik yang begitu kepo, Ajeng langsung menutup laptopnya. Tidak ingin sang adik tahu apa yang tengah dirinya lakukan saat ini. "Kerja kelompok. Kepo banget!" balas Ajeng sewot. "Oh, kerja kelompok? Bukan lagi main detektif-detektifan? Soalnya, tadi aku denger Kakak bilang misi gitu." tatap Mira penuh selidik. "Ah apaan deh nguping segala. Orang kerja kelompok. Kamu ngerecokin mulu Kakak. Nggak punya temen, ya?" Cibiran Ajeng berhasil membuat sang adik merengut dan meninggalkan kamarnya. Hal itu tentu membuat Ajeng tertawa saja. Mengingat misinya, Ajeng jadi ingat kembali dengan Dafa. Lelaki itu sudah menghilang setelah mereka pulang bersama. "Kangen dikit, deh." gumamnya. Tetapi, semua itu teralihkan karena ia memilih menatap buku misinya kali ini. Ia tidak sabar dengan hasilnya. *** "Jadi gimana, Yu?" tanya Ajeng begitu sampai di kelasnya dan melihat Ayu yang tengah mencatat materi kemarin. "Aman. Gue udah mastiin kalo mereka emang baik." jawab Ayu sang admin. "Oke, deh. Lo-" "Jangan ganggu gue dulu. Gue belum nyatet, nih." potong Ayu sebelum Ajeng melanjutkan pembicaraannya. Andin yang datang paling belakang setelah Ayu dan Ajeng itu hanya berjalan santai ke arah tempat duduknya. Ia masih mengantuk dan hampir saja kesiangan. Ajeng juga tidak berani bertanya untuk saat ini karena wajah Andin yang tampak kusut. Walaupun, sebenarnya Ajeng tahu kalau Andin begadang bukan karena ada masalah. Melainkan, menghabiskan banyak episode drama Koreanya. Tidak peduli kalau esoknya masih harus sekolah. "Jeng, kalo guru masuk, bangunin gue, ya." Andin menepuk bahu Ajeng yang langsung diangguki oleh sang empunya. Tetapi, ternyata jam pertama malah kosong dan sebagai gantinya, mereka harus mengerjakan tugas. Lumayan menguntungkan meski tugas yang diberikan tidak manusiawi. Setidaknya, mereka bisa mengerjakannya di rumah nanti. Niat Ajeng ingin diskusi tentang mantan organik, tapi kedua sahabatnya sepertinya sedang tidak ingin diganggu sekarang. Ayu masih sibuk mencatat dan Andin yang masih tertidur dengan pulasnya. Menggantikan tidurnya semalam. "Ayu." panggil Ajeng pelan saat melihat sahabatnya yang satu ini sudah menutup bukunya. Mengerti dengan kode yang diberikan, Ayu berjalan menuju paling belakang kelas di mana Ajeng menunggunya. Mereka membahas tentang bagaimana target mereka selanjutnya. "Semua jawaban mereka jawab dengan baik, Jeng. Gue yakin kalo mereka emang baik dua-duanya. Jadi, bisa langsung diketemuin aja tuh." ucap Ayu yang langsung diangguki oleh Ajeng. "Gue setuju. Hari ini kecepetan nggak?" "Tanya merekanya dulu, deh. Ada acara nggak sore ini. Kalo nggak ada, ajak langsung aja." "Oke. Tapi, ini mereka nggak tau kan kalo ketemu satu sama lain? Taunya ketemu kita?" "Bener." "Gue kira udah malem." ucap Andin yang baru saja bergabung dengan mereka sambil mengucek matanya. "Mending lo cuci muka dulu, deh. Kusut bener tuh muka!" usul Ajeng pada Andin. Mereka sudah menyusun skenario untuk sore ini. Ajeng dan Ayu sudah mengatur semuanya dengan baik. Mereka tinggal memberitahu Andin nanti. "Jadi, gimana?" tanya Andin yang kembali dari toilet. Ajeng mulai menjelaskan apa yang sudah mereka bahas dan Andin mengangguk tanda mengerti. "Guys, mereka berdua nggak ada acara, nih. Langsung gas sore ini aja, ya." ucap Ayu setelah menatap layar ponselnya. "Boleh, tuh." Ayu mengetikkan Jasmine Cafe no.4 pukul empat sore sebagai tempat dan waktu mereka bertemu. "Beres." Ajeng tersenyum lebar karena tidak sabar dengan misinya yang sudah mulai berjalan ini. Sorenya, setelah merasa semuanya siap, Ajeng, Andin dan Ayu pergi ke kafe dua puluh menit sebelum waktu janji untuk kedua target mereka sekarang. Mengingat tempat yang mereka pesan sudah pasti, Ayu menempelkan mic kecil di bawah meja agar mereka bisa mendengar apa yang target mereka bicarakan nanti. "Ayo, cepet! Jangan sampe ada yang curiga!" seru Andin sambil membenarkan hoodienya. Ketiganya memilih tempat duduk yang berada di pojokan dan memastikan kalau kedua target mereka tidak menyadari keberadaannya tetapi mereka tetap bisa memantau. Ajeng melirik jam tangannya dan lima menit lagi pukul empat sore. Jantungnya berdetak cepat saat ini. Harap-harap cemas dengan hasilnya mengingat ini kali pertama mereka mempertemukan kedua targetnya secara langsung. Dua menit kemudian, lonceng di atas pintu kafe terbuka. Menunjukkan seorang remaja laki-laki yang mereka yakini adalah Dion alias target mereka memasuki kafe dan tampak mencari meja yang sudah dijanjikan sebelumnya. Di saat yang bersamaan, ponsel yang Ayu pegang mendapatkan sebuah pesan. Ayu langsung membalasnya dengan menunggu karena sebentar lagi sampai. Tak lama dari itu, pukul empat tepat, seorang gadis masuk ke dalam kafe. Mereka juga tahu kalau itu adalah Raya, gadis yang menjadi target mereka. "Hai." sapa gadis itu membuat lelaki yang tengah melihat ponselnya itu menoleh. "Eh, hai." balas Dion. "Ini bener meja nomor empat, kan?" tanya Raya. "Bener. Lo Raya, kan?" "Iya. Gue kira ketemunya sama agennya." kekeh Raya. "Gue juga. Eh, duduk dulu. Mau pesan apa?" tanya Dion yang membuat Raya cukup terkesan. Lelaki itu memperlakukannya dengan baik meski awalnya agak canggung karena berpikir kalau mereka akan bertemu dengan agen alias ketiga gadis yang tengah memperhatikan mereka dari pojokan. Setelah memesan, keduanya mengobrol ringan. Bahkan, Raya sempat meminta maaf karena mengira Dion menunggunya. "Sorry, ya. Gue lama." "Nggak, kok. Gue juga baru duduk banget pas lo dateng. Kan, janjiannya memang jam empat." balas Dion tak lupa dengan senyumannya. "Oh iya. Gue Dion." ucap si lelaki sambil mengulurkan tangannya. Raya yang tertawa itu tetap mengulurkan tangannya menyambut tangan Dion. "Raya. Kita kan udah tau nama satu sama lain. Kenapa harus kenalan lagi?" "Itu kan dikenalin sama agen aja. Kitanya belum kenalan resmi. Jadi, biar afdol." kekeh Dion. Di balik obrolan keduanya, ada tiga remaja yang tengah menahan gemas karena interaksi Dion dan Raya. Mereka tahu kalau Raya ini anaknya periang. Jadi, tidak terlalu sulit berkomunikasi. Meskipun, tak jarang Raya menyembunyikan rasa malunya hanya karena Dion yang melemparkan jokes-jokes kecil yang membuat dirinya grogi. "Oh iya, berarti gue udah boleh chat lo, kan?" tanya Dion. "Boleh, kok. Chat aja." "Oke, deh. Soalnya, kata agen, nggak boleh dulu sebelum jelas." Mereka berdua tentu sudah tahu maksud dan tujuannya jadi tidak lagi membahas hal itu. Obrolan mereka mengalir begitu saja. Membuat milkshake yang Raya pesan hampir habis. "Lo pulang sama siapa nanti?" tanya Dion. "Tadi sih naik ojol. Ya, pasti naik ojol lagi." jawab Raya. "Tapi, ini kayaknya mau ujan, deh." Ajeng menggigit ujung sedotannya setelah mendengar percakapan-percakapan lain setelah itu. Mengapa mereka begitu menggemaskan. "Si Dion sat-set banget. Tapi dia tuh emang nggak too much gombal-gombalan, ya." ucap Andin yang diangguki oleh Ajeng. "Soalnya, dia bukan buaya. Mantannya aja cuma satu dan putus karena ceweknya yang selingkuh. Aneh banget padahal dia baik." sahut Ayu. "Iya nggak buaya. Kayak siapa tuh buaya?" Andin menyenggol lengan Ajeng. "Gue lagi. Apa, sih? Mending kita fokus ke mereka aja!" Sebenarnya, Ajeng memang agak kesal dengan Dafa yang menghilang begitu saja setelah tempo hari dan Ajeng sempat memergoki Dafa bersama dengan kakak kelasnya pergi ke perpustakaan berdua. Meskipun, di pikiran Ajeng mereka bersama hanya karena satu kelas dan tak ada hubungan apapun. "Eh, si Dion kira-kira mau nganterin Raya balik nggak, ya?" tanya Andin. "Kayaknya nggak, deh. Mengingat ini pertemuan pertama mereka. Sus banget, gak sih kalo tiba-tiba nganterin pulang?" Ayu memberikan tanggapan. "Bener juga. Takut berbuat jahat. Nah, kalo Dion ngajak pulang bareng, Rayanya mau nggak?" lanjut Andin. "Kata gue harusnya dia nggak mau karena hitungannya Dion ini masih orang asing." Kali ini, Ajeng yang menjawab. Sepertinya, ini akan menjadi tebakan yang seru bagi mereka bertiga. Sampai, akhirnya percakapan itu tiba di sana. "Jangan pake ojol. Mending pake taksi online aja. Takutnya tiba-tiba hujan di tengah jalan." ucap Dion. "Oh iya bener." balas Raya tanpa ada raut kecewa sama sekali. Artinya, gadis itu memang tidak berharap diantar pulang oleh Dion. "Gue cari dulu driver, deh. Takut ntar ujan malah susah." lanjut Raya. "Hmm..." Mereka memang sepakat untuk tidak pulang malam. Karena, mereka juga datang sendiri dan akan bahaya. Belum lagi jam pulang kantor tak menutup kemungkinan macet. Sepertinya, misi agen mantan organik kali ini berhasil mengingat mereka pulang dengan baik. Baik Dion maupun Raya tampak baik-baik saja sampai di pintu keluar kafe. Mereka yakin kalau hubungan mereka tak berhenti sampai hari ini saja. "Hati-hati, Ray." ucap Dion saat taksi yang Raya pesan datang. "Iya. Lo juga, ya." balas Raya. "Gue chat lo kalo udah sampe." Raya mengacungkan jempolnya sebelum menutup pintu mobil. "Liatin si Dion. Nggak janjian sama cewek lain lagi, kan?" bisik Ayu. Namun, mereka melihat Dion bahkan tak membuka ponsel sama sekali setalah memastikan Raya masuk ke dalam taksi yang dipesannya. "Gue bakal mantau mereka kayak gimana." ujar Ayu si admin yang masih tetap memastikan hubungan mereka. Karena, pertemuan kali ini juga masuk ke dalam salah satu daftar mereka yang harus dilaporkan. "Semoga kali ini berhasil." Ajeng memejamkan matanya serius. "Aamiin." sahut Andin dan Ayu yang sekarang membuka tutup kepala mereka. "Ya udah, kita balik juga, yuk." Ketiganya meninggalkan kafe dua puluh menit setalah Dion dan Raya pergi. Memastikan keduanya tidak tahu kalau sebenarnya sang agen memantau mereka. Hari demi hari berlalu. Ayu terus melaporkan perkembangan Dion dan Raya. Termasuk sudut pandang dari masing-masing yang tentu saja keduanya saling tidak tahu tentang penilaian ini. Di hari keempat, Ayu mendapat kabar lebih bagus dari sebelumnya. Katanya, Dion akan menyatakan perasaannya saat akhir pekan nanti. "Wah, bagus banget, nih." Ajeng tersenyum puas mendengarnya. "Sumpah. Gue nggak nyangka kalo bakal bisa sejauh ini. Keren banget kita nggak salah target." ucap Andin. Karena tahu di mana Dion akan menyatakan perasaannya kepada Raya, ketiga agen juga siap memantau. Mereka akan memastikan semua berjalan lancar dan tanpa hambatan apapun. *** "Ini kan tempatnya? Ih keren banget." ucap Ajeng saya datang ke tempat yang Dion katakan. Tentu saja, Dion sendiri tidak tahu kalau mereka datang dan memantau. Karena, ia kira hanya melaporkan saja. Termasuk, pemantauan seminggu yang lalu itu tidak diketahui sama sekali. "Cakep banget. Gue jadi pengen, deh." gumam Ajeng. "Makanya, jangan naksir buaya kalo mau kayak gini." cibir Ayu yang mendapat tatapan maut dari Ajeng. Namun, kebisingan mereka terhenti karena kedatangan Dion dan tak lama Raya datang. Ketiganya fokus dengan keadaan yang mereka pantau sekarang. Ajeng lagi-lagi menggigit ujung sedotannya karena gemas. "Eh, ini mereka udah jadian, kan?" tanya Ayu yang diangguki oleh kedua sahabatnya. "Oke, gue bakal chat ngucapin selamat." Setelah Ayu mengirimkan pesannya, terlihat Dion dan Raya menoleh. Mencari keberadaan agen mereka dan barulah Ajeng, Andin dan Ayu muncul. "Wah, selamat!" seru mereka bertiga. "Makasih, semuanya. Kalo nggak karena kalian, gue nggak bisa kayak gini." ucap Dion. Raya juga tak lupa mengucapkan terima kasih. "Sebagai ucapan terima kasih, kalian gue traktir makan." Ucapan Dion membuat ketiga tersenyum lebar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD