Paginya seperti biasa, keluarga Buana bersiap dan berkumpul di meja makan untuk sarapan. Mikaela menyuapi Selena dengan cekatan dan anehnya dia terlihat rapi di hari Minggu pagi. Biasanya Mikaela hanya akan menggunakan baju santai di hari Minggu.
“Mikaela, kamu mau kemana? Ini hari Minggu kalau kamu lupa”, Ribka mengingatkan siapa tahu Mikaela berpikir ini hari kerja.
“Enggak kok ma, aku mau ibadah”, jawab Mikaela membuat semua orang disitu tersedak karena shock.
“Tumben?”, sahut Elmand. Bukan tanpa alasan sih mereka shock, soalnya di rumah ini yang rajin ibadah adalah Ribka itupun sekali sebulan, dulu Marcel juga rajin sih walaupun cuma menemani ibunya. Kalau Elmand, lebih sibuk dengan hal duniawi. Bisa dibilang agama KTP aja, dan Michael sama saja dengan ayahnya. Mikaela sih, setiap Minggu paling main sama Selena atau kerumah ayahnya. Kalaupun keluar, dia bakalan bilang pergi sama teman-temannya.
“Emm… terkadang saat kita di titik terbawah, disitulah kita mengingat Tuhan, bu. Mikaela mau cari kebahagiaan dengan mendekatkan diri dengan pencipta”, jawab Mikaela dengan senyuman membuat orang-orang disitu heran karena dia mulai berbicara seperti rohaniawan.
“Saya antar”, tawar Marcel membuat Mikaela terkejut.
‘Kalau dia tahu aku bertemu Willy, dia pasti mengajakku berdebat lagi. Oh ayolah, aku ingin menyegarkan pikiranku’, kesal Mikaela dalam hatinya mendengar tawaran Marcel.
“Eumm… baiklah! Mama gak sekalian?”, tawar Mikaela pada ibu mertuanya itu.
“Baiklah, mama ikut kalian ya. Kita ke gereja biasa. Marcel, kamu masih ingatkan?”, tanya Ribka dibalas anggukan oleh Marcel.
“Nanti titip Selena sama papa aja”, kata Mikaela lagi membuat Marcel bingung.
“Dia ikut kita saja”, pinta Marcel membuat Mikaela kesal.
‘Oh ayolah! Aku akan membuat alasan sepulang ibadah dan kalau Selena ikut semuanya akan kacau’, pikir Mikaela lagi.
“Dia masih kecil, biar saja dia bermain dengan Tasya”, elak Mikaela halus.
“Iya Marcel, anak kecil akan sulit jika ikut ibadah. Kalau sudah besar sedikit, nanti kita antar ke sekolah Minggu”, Ribka mendukung argument Mikaela.
“Ah, baiklah. Aku akan menemani Selena saja diluar kalau begitu. Sambil menunggu kalian”, jawab Marcel.
“Mendengar pembicaraan kalian, serasa keluarga rohani ya. Lucu aja sih dengernya. Michelle gak sekalian?”, ujar Michael dengan nada agak menyindir.
“Kamu kan tahu aku ini Katholik, aku bakal pergi sendiri karena sudah pasti tempatnya berbeda, kan”, jawab Michelle.
“Aku antar aja, kayak dulu”, ajak Michael sebenarnya ingin ditolak Michelle tapi kemudian dia melihat Marcel. Diapun mengepalkan tangannya kuat lalu menjawab Michael, “Iya, makasih ya, Mike”. Jujur, Marcel lagi-lagi hancur melihat itu. Apalagi, mereka akan mulai menghabiskan banyak waktu bersama.
“Michael, hati-hati dijalan”, tegur Elmand dibalas anggukan oleh Michael.
‘Marcel, kuatkan hatimu! Kamu harusnya senang dengan kebersamaan mereka. Jangan egois Marcel! Michael itu adikmu! Fokuslah pada apa yang kamu miliki saat ini!’, Marcel lagi-lagi menekan perasaannya sendiri dalam hatinya. Marcel memilih fokus mempersiapkan dirinya untuk pergi ke Gereja daripada terus memikirkan Michelle. Sementara itu, Michelle diam-diam memandangi Marcel yang terlihat tidak peduli sama sekali.
‘Bagaimana bisa mas bersikap seakan tidak punya perasaan apapun padaku?’, pikir Michelle sedih. Tetapi dia tidak berhenti sampai disini. Dia terus bertekad menyadarkan Marcel supaya kembali padanya.
Setelah selesai bersiap, mereka berempat pergi ke Gereja. Saat sampai, Marcel memilih bersama Selena diluar dan menemani putrinya bermain. Mikaela dan Ribka beribadah tetapi Mikaela terus mengecek Handphonenya dan mencari-cari Willy diantara Jemaat disitu. Akhirnya, setelah celingak-celinguk kesana kemari akhirnya dia menemukan keberadaan Willy. Perlahan, Mikaela pindah dari sebelah mertuanya dan berjalan menuju tempat Willy.
“Hei!”, tegur Mikaela pada Willy.
“Ssshhh! Kamu gak dengar Pendeta lagi khotbah?”, balas Willy menegur Mikaela yang menyapanya ditengah ibadah. Mendengar itu, Mikaela hanya menggembungkan pipinya kesal karena merasa Willy mengabaikannya. Jadinya, dia main Handphone sepanjang ibadah dan sampai ketika waktu bernyanyi penutup, dia hanya berdiri dan diam saja. Oh, jangan tanyakan padanya kapan terakhir kali menginjakkan kaki di tempat ibadah. Semenjak di Amerika, dia sudah ikut-ikutan cara berpikir orang sana yang mengabaikan ibadah.
‘Willy sedari dulu memang sangat rohani. Walau gereja di Amerika sepi, dia akan selalu pergi tiap Minggu’, Mikaela berbicara dalam hati mengingat bahwa Willy memang orang yang selalu ingat dan taat kepada Tuhan. Seusai ibadah, Mikaela langsung menghirup nafas lega.
“Wil, aku pengen cerita banyak sama kamu. Kita ke Café yuk”, ajak Mikaela pada Willy.
“Okay, kita naik mobilku aja”, Willy mengiyakan ajakan Mikaela.
“Mama!”, tiba-tiba Mikaela mendengar suara panggilan Selena. Otomatis, hal itu memalingkan perhatian Mikaela dan tentu saja dia melihat Selena dan papanya disana.
‘Ah! s****n!’, rutuk Mikaela dalam hatinya.
“Suami dan anak kamu juga disini? Wait! Dia tahu gak kamu jumpain aku?”, tanya Willy dibalas gelengan oleh Mikaela.
“Kenapa gak kasih tahu? Nanti bisa salah paham lagi, lho”, kata Willy tidak ingin berselisih paham dengan suami Mikaela.
“Oh! Pantas saja tiba-tiba ingat beribadah, rupanya mau bertemu dia”, sindir Marcel saat menghampiri Mikaela.
“Om baik!”, teriak Selena sambil berjalan kearah Willy. Willy langsung berjongkok menyamakan tingginya dengan Selena.
“Apa kabar Selena sayang?”, tanya Willy lembut.
“Baik, om!”, jawab Selena sambil tersenyum. Anak itu sangat menyukai keberadaan Willy karena aura Willy yang memang daddyable gitu.
“Mikaela? Kenapa diam? Ada pembelaan?”, tanya Marcel lagi memaksa Mikaela menjawabnya.
“Maaf, tapi mungkin dia gak enak sama kamu. Saya yang salah disini karena saya yang mengajaknya”, Willy minta maaf walaupun itu jelas-jelas kesalahannya Mikaela.
“Lho? Mikaela dah keluar? Mama cari-cari dari tadi rupanya disini. Eh, ini siapa?”, Ribka datang dan heran dengan keberadaan Willy disini.
‘Matilah kau Mikaela! Orang-orang akan mempertanyakan kehormatanmu sebagai menantu keluarga Buana!’, Mikaela merutuk lagi dalam hatinya.
“Saya William, tante. Saya teman kuliah Mikaela saat di Harvard. Lebih tepatnya sih, seniornya”, jawab Willy dibalas senyuman manis oleh Ribka.
“Wahh! Lulusan Harvard ya! Keren kamu lho! Anak tante ini, suaminya Mikaela lulusan Stamford jurusan bisnis Manajemen”, puji Ribka pada Willy.
“Wah! Lulusan dari Amerika juga ya. Oh iya, kita sudah beberapa kali bertemu, tapi kita belum berkenalan secara resmi. Saya William Simon, salam kenal”, Willy mengulurkan tangannya pada Marcel dan Marcel membalas uluran tangan Willy.
“Marcel Arya Buana, salam kenal juga”, Marcel juga memperkenalkan dirinya.
“Jadi, kamu kenal dekat ya sama Mikaela?”, tanya Ribka lagi pada Willy.
“Iya, dulu saya adalah seniornya yang selalu kasih bimbingan ke Mikaela, ah, tapi di Amerika dia disapa Cassie.”, jawab Willy lagi diangguki oleh Ribka.
“Sempat suka ga sama Mikaela?”, tanya Ribka lagi dengan iseng.
“Eum… iya tante. Tapi, anak tante beruntung mendapatkan Cassie eum, maksud saya Mikaela. Di kampus, banyak sekali yang mengejar Mikaela karena kecantikannya tapi bukan itu saja, Mikaela itu sangat pintar dan banyak temannya. Jadi menurut saya, Marcel sangat beruntung mendapatkan Mikaela. Pria-pria dulu rela nyaris dipatahin tangannya sama Mikaela cuma hanya karena nyatain cinta”, jelas Willy membuat Ribka tertawa.
‘Oh, jadi anak ini sempat suka sama menantuku. Gak heran sih. Harusnya Marcel jaga Mikaela baik-baik, salah sedikit pasti langsung ada yang menikung’, pikir Ribka mengetahui bahwa Willy bisa jadi saingan putranya.
“Kamu berlebihan, Wil! Itu kalau mereka deket-deket dan ngajak yang engga-engga! Moral mereka kan beda sama kita. Dan aku rasa cuma kamu deh anak yang paling alim se fakultas Harvard”, balas Mikaela memuji Willy.
“Kamu berlebihan”, jawab Willy pada Mikaela.
“Jadi… Kamu mau pulang atau masih mau sama dia?”, tanya Marcel cukup bosan dengan percakapan nostalgia antara Mikaela dan Willy.
“Eumm… ma, boleh ga, aku keluar sebentar sambil reunian sama beberapa teman sih”, Mikaela minta izin sama Ribka. Tadinya sih dia mau kabur diam-diam tapi Willy menegurnya karena bertindak seperti itu. Akhirnya, dia meminta izin pada semuanya.
‘Dari pada sembunyi-sembunyi dikira selingkuh, ya terang-terangan saja. Lagipula, sekarang aku hanya butuh teman bicara. Dirumah mana ada yang bisa diajak bercerita’, pikir Mikaela membenarkan tindakannya yang agak nekat dan kekanakan.
“Mikaela… kamu itu sudah dewasa dan sudah menikah. Minta izin itu bukan ke mama tapi ke suami kamu, Marcel”, jawab Ribka menyarankan Mikaela meminta izin pada Marcel.
“Ahh…Marcel, aku boleh ga pergi sama Willy?”, tanya Mikaela dengan nada agak takut-takut.
“Berdua saja?”, tanya Marcel seperti seorang pengintrogasi.
“Ya… ada teman-teman kok”, bohong Mikaela membuat Willy geleng-geleng kepala.
‘Kamu memang gak pandai berbohong, Cassie. Berbohong itu bukan gayamu’, pikir Willy sambil menyunggingkan senyumnya menahan tawa.
“Saya ikut! Mama dan Selena pulang saja.”, putus Marcel ingin ikut dengan Willy dan Mikaela.
“Marcel! Gak perlu, ka-kamu kan sibuk”, Mikaela berusaha agar Marcel tidak ikut.
“Cassie, tidak perlu berbohong lagi. Sebenarnya, dia ingin membicarakan sesuatu hal yang penting denganku. Mungkin tentang pekerjaan, saya ini dosen baru di Universitas Esa Unggul dan sebagai Kepala Rektor, Cassie ingin memberi tahu banyak hal soal kampus ke saya. Maaf sudah membuat kesalahpahaman”, jelas Willy dengan fakta yang sedikit dibumbu-bumbui.
‘Wil, kamu memang hebat mengarang sebuah cerita. I’m proud of you’, pikir Mikaela mengagumi kepintaran Willy membuat alasan yang logis.
“Bukan masalah, saya tidak akan mengganggu pembicaraan kalian”, Marcel gak mau kalah.
“Ya, bukan masalah sih kalau anda tidak keberatan. Kami hanya khawatir anda akan bosan dan merasa sia-sia menghabiskan waktu untuk hal yang kurang penting”, balas Willy lagi dengan tenang.
“Okay, saya tetap ikut. Mama dan Selena telepon supir gak masalah, kan?”, tanya Marcel pada Ribka diangguki oleh ibunya itu.
“Okay Selena, ikut nenek pulang ya. Papa sama mama ada urusan penting”, ajak Ribka dibalas anggukan oleh Selena.
“Gimana kalau kita ke café taman aja”, ajak Willy diangguki saja oleh Mikaela dan Marcel. Oh ayolah, Mikaela sudah tidak b*******h lagi saat ini. Rasanya kepalanya pusing dan ingin tidur saja. Sesampainya di café, Mikaela hanya diam sambil mengaduk-aduk minumannya. Willy bisa melihat ekspresi kekesalan Mikaela, pasti karena adanya Marcel disini.
“Mikaela, saya seperti ini supaya mama gak bicarain kamu. Dan jika kamu ingin bicara dengannya, saya undur diri dulu. Kalian silakan bicara”, ucap Marcel sambil beranjak dari tempatnya membuat Mikaela terkejut.
“Kamu cuma mau memastikan aku gak selingkuh, kan? Marcel, aku sudah bilang akan menjaga kehormatan hubungan ini. Aku tidak akan pernah melakukan hal seperti itu”, kukuh Mikaela menjamin bahwa dia tidak akan selingkuh selama masih berstatus sebagai istrinya Marcel.
“Aku tahu, maaf sudah bersikap berlebihan. Saya akan kembali William”, ucap Marcel lalu pergi agak jauh dari sana tapi masih bisa melihat mereka berdua hanya sekedar mengawasi.
“Sepertinya Marcel cukup protektif. Bagaimana tidak? Istrinya secantik ini”, ujar Willy agak kagum dengan perhatian yang diberikan Marcel kepada Mikaela.
“Terkadang orang yang berbuat kesalahan itu selalu bersikap sok peduli untuk menutup kesalahannya.”, ucap Mikaela tanpa sadar membuat Willy bingung.
“Kesalahan? Memangnya Marcel salah apa sama kamu, Cassie?”, tanya Willy membuat Mikaela terkejut.
‘Astaga! Kenapa aku bicara seperti tadi! Willy bisa curiga tentang hubunganku dan Marcel’, kesal Mikaela pada dirinya sendiri karena sudah mengeluarkan kata-kata yang hampir membuka aib pernikahannya sendiri.
“Ya… karena dia gak sepeduli kamu. Dia itu… terlalu sibuk degan pekerjaannya. Jadi, disaat seperti itu, kadang aku membutuhkan seseorang yang benar-benar mengerti aku. Walau sudah menikah, Marcel tidak mengenal diriku sebaik kamu, Wil”, jawab Mikaela dibalas anggukan oleh Willy. Pria itu tersenyum mendengar Mikaela menganggapnya sebagai orang yang mengenalnya dengan baik.
“Kita sudah saling mengenal selama 4 tahun di Amerika dan 2 tahunnya kita berpacaran. Jadi itu wajar. Apalagi kalian dijodohkan, wajar jika ego kalian masih menjadi nomer satu. Kalian menginginkan masing-masing berbuat lebih dan malah berakhir dengan saling menuntut. Aku sarankan sih, kamu lebih banyak habiskan waktu dengan Marcel. Ya, walau hanya bercerita tentang diri kalian sekedar untuk lebih memahami. Terkadang, banyak pasangan yang sudah punya anak pun memilih berpisah karena merasa pernikahan itu tak sesuai ekspetasinya. Jadi, dari pada banyak menuntut lebih baik kamu berbuat. Ya, seperti mengantar bekal kepada suamimu atau memijatnya sepulang kerja”, saran Willy pada Mikaela membuat wanita itu terdiam.
‘Marcel orang yang baik, Wil. Aku gak bisa menyangkal, tapi saat aku berpikir untuk mendekatkan diri padanya, entah kenapa rasa benci itu tiba-tiba muncul. Rasa takut kembali memenuhi diriku. Seandainya, malam itu tidak pernah terjadi diantara kami, mungkin tidak akan seperti ini. Tapi, kalau tidak ada Selena, mungkin hubungan kami juga tidak pernah ada’, pikir Mikaela saat mendengar saran Willy.
“Kamu benar, Wil. Tapi, aku punya alasan tersendiri yang mempersulit aku menerima Marcel seutuhnya. Serba salah jadinya”, jawab Mikaela pada Willy.
“Memangnya ada apa?”, tanya Willy.
‘Tidak mungkin aku memberi tahu semuanya ke Willy. Itu sama saja aku membongkar aibku. Tahan dirimu Mikaela!’, Mikaela berusaha menahan dirinya sendiri.
“Aku… masih mencintaimu”, jawab Mikaela tidak sepenuhnya berbohong. Willy terdiam tidak tahu harus senang atau sedih.
“Ta-tapi bukannya aku mau selingkuh, tapi kehadiranmu benar-benar membuatku bimbang. Saat melihatmu, rasanya aku ingin kembali. Tapi, aku teringat pada Selena dan sadar kalau itu gak mungkin. Bu-bukannya aku ingin kamu pergi juga. Tapi… akh! Aku juga gak tahu apa yang sebenarnya aku mau”, lanjut Mikaela lagi membuat Willy tercengang.
“Maafkan kehadiranku jika itu membuatmu bimbang dalam menjalani hubungan pernikahanmu. Aku benar-benar tidak tahu kamu sudah menikah. Kamu tenang saja, aku tidak akan mengganggu pernikahanmu. Atau kalau perlu, aku akan kembali ke USA supaya kamu gak merasa terganggu”, Willy merasa bersalah tentu saja.
“Bukan itu! Kamu gak perlu sampai sejauh itu! Kalau aku merasa kamu pengganggu, aku gak mungkin mengajak kamu bertemu. Aku malah ingin bersahabat baik denganmu, hanya saja terkadang aku khawatir soal Marcel. Dia sepertinya kesal walaupun dia tak punya alasan untuk itu”, ujar Mikaela pada Willy.
“ Itu hal biasa! Kan aku sudah bilang kalau kamu itu sangat cantik, dia tidak akan rela kehilangan dirimu. Dia pasti sangat mencintaimu”, goda Willy lagi membuat Mikaela menggembungkan pipinya kesal.
‘Dia tidak pernah mencintaiku! Wanita yang dicintainya ada dirumahnya sendiri. Wanita yang bersamanya selama 3 tahun ini bukan aku, tapi Michelle. Tapi kenapa dia bersikap seperti ini? Seakan-akan dia sangat mencintaiku! Menyebalkan! Dasar egois!’, rutuk Mikaela dalam hati karena teringat sikap Marcel yang sok peduli padanya.
“Iya benar! Tentu saja semua pria takut kehilangan diriku”, bangga Mikaela pada Willy.
“Sampai-sampai sebenarnya aku tidak rela, lho”, tambah Willy lagi membuat Mikaela tertawa.
“Ahahahaha! Awas jadi pebinor, lho! Aku ibu anak satu”, Mikaela berujar iseng.
“Bukan masalah! Aku suka anak-anak!”, balas Willy gak mau kalah.
“Kamu ini ya! Susah lho kalau bermasalah sama keluarga Buana”, iseng Mikaela dengan nada menantang.
“Laut dan benua saja kulewati, keluarga Buana bukan apa-apa hahahaha!”, Willy berujar membalas tantangan iseng Mikaela.
“Hahahaha! Ada-ada aja kamu! Nanti bakal ada berita, Ganteng-ganteng Pebinor”, ejek Mikaela pada Willy.
“Bukan masalah, orang bini orang yang direbut cantiknya melebihi Miss World, tidak akan ada penyesalan”, Willy menjawab dengan sangat santai.
“Wil…Wil… makasih ya selalu udah bikin aku senang. Kamu adalah orang yang paling tahu cara bikin aku bahagia”, puji Mikaela karena merasa moodnya sudah membaik. Jujur saja, semalam dia memikirkan tentang Michelle dan Marcel yang berpelukan dibelakang keluarga Buana. Bukan cemburu, tapi Mikaela hanya benci dengan statusnya yang digantung di keluarga itu. Statusnya adalah istri Marcel, tapi hati Marcel ada di Michelle. Itu benar-benar membuat Mikaela gundah bukan main. Bahkan, saat tidur semalam dia harus mengonsumsi obat tidur lagi. Tapi, saat mendengar pujian Willy, dia merasa berharga dan kepercayaan dirinya semakin tinggi bahwa dialah yang selayaknya dan pantas diperjuangkan. Bukan hanya oleh Marcel, sekalipun sudah bercerai nanti, pasti ada pria yang benar-benar mencintainya.
“Kamu terlihat bahagia akhir-akhir ini. Aku senang, lho. Beginilah Cassie yang aku kenal. Semangat, selalu happy, dan percaya diri. Kamu harus yakin kalau kamu itu berharga”, Willy kembali meyakinkan Mikaela dan membuat wanita itu tersenyum bahagia.
“Ya, makasih Wil. Kamu memang orang yang selalu membuatku merasa berharga dan bahagia. Seandainya kita bersama, kita pasti bahagia.”, Mikaela mulai mengandai-andai.
“Jangan bicara seperti itu. Memang melupakanmu tidak mudah bagiku, tapi aku paling benci kata seandainya. Kenapa? Peluang untuk kata seandainya adalah nol atau tidak ada. Jadi jangan pernah mengungkit-ungkit sesuatu yang sudah terlewat”, jelas Willy menyadarkan Mikaela.
“ Kamu benar! Kita harusnya terus melihat kedepan dan berjalan menuju masa depan kita, kan? Menoleh kebelakang itu sama sekali gak ada gunanya”, Mikaela menyadari dirinya terlalu banyak menoleh kebelakang. Terlalu banyak mengingat kesalahan Marcel, bukannya berfokus pada niat Marcel yang ingin memperbaiki segalanya.
“ Pernikahanmu dan Marcel pasti akan bahagia jika kalian selalu memandang ke depan”, ujar Willy lagi dibalas anggukan oleh Mikaela.
“Iya, aku harap begitu”, Mikaela berharap kedepannya hubungannya dengan Marcel akan semakin baik. Marcel mendengar semuanya, tadi dia memasang penyadap di Handphone Mikaela saat akan pergi ke café bersama tadi. Jujur, dia penasaran dengan pembicaraan mereka. Tapi, saat tahu segalanya, Marcel malah makin merasa bersalah kepada Mikaela.
‘Maafkan saya Mikaela. Aku akan, ah bukan! Aku harus berusaha’, Marcel terus bertekad. Tetapi menjalankannya bukanlah hal yang mudah. Karena ujian yang sebenarnya baru saja dimulai.